Uang Kripto

OJK: Produk Kripto Wajib Melewati Regulatory Sandbox Setelah Aturan Baru

Editor: Agustinus Sape
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi uang kropto.

POS-KUPANG.COM - Badan pengawas Indonesia telah mengeluarkan aturan baru yang berpotensi mempengaruhi aset kripto di Tanah Air. Menurut laporan lokal, perusahaan harus memperkenalkan produk mereka ke Regulatory Sandbox Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Aset Kripto Akan Diuji Pada Regulatory Sandbox

Laporan lokal oleh outlet media berita DetikFinance menginformasikan aturan peraturan baru yang dikeluarkan OJK minggu ini.

Aturan tersebut bertujuan untuk “meningkatkan pengembangan inovasi teknologi di sektor keuangan” dan melindungi pengguna dari kerugian dan “investasi palsu”.

Langkah baru OJK ini mengharuskan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) untuk memasukkan produk dan layanan baru ke dalam regulasi Indonesia.

Menurut laporan, peraturan tersebut mencakup perusahaan perbankan, asuransi, dan kripto yang “dijamin layak untuk digunakan oleh konsumen.”

Perusahaan kripto harus dievaluasi dalam peraturan sebelum diizinkan beroperasi di Indonesia. Selain itu, produk kripto dan model bisnis baru yang dikembangkan oleh entitas yang sudah mendapat izin OJK juga harus melalui sandbox.

Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto Hasan Fawzi mengatakan, "Jika perusahaan gagal mengikuti persyaratan baru dan terus beroperasi, perusahaan tersebut akan dianggap tidak berlisensi dan produknya ilegal."

Regulatory sandbox adalah mekanisme pengujian untuk “menilai keandalan proses bisnis, model bisnis, dan instrumen keuangan.”

Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa inovasi dan pengembangan teknologi keuangan dilakukan secara bertanggung jawab dengan manajemen risiko yang sesuai.

Lanskap Regulasi di Indonesia

Persyaratan regulasi sandbox ini merupakan perkembangan baru regulasi aset kripto di Tanah Air.

Selanjutnya pengawasan dan pengaturan aset tersebut akan dialihkan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke OJK mulai tahun 2025.

Terkait hal tersebut, Fawzi mengatakan, "Sekarang sandbox ini menjadi sarana yang baik untuk sosialisasi bagi penyelenggara, praktisi keuangan digital aset kripto, agar mereka terbiasa dengan pengaturannya oleh OJK, sebaliknya kami akan memperkenalkan pengaturan dan pengawasan di OJK.

Perlu dicatat bahwa Indonesia telah menerima kritik atas tindakan regulasinya di masa lalu. Pendekatan negara yang hati-hati terhadap mata uang kripto melarang penggunaannya sebagai metode pembayaran langsung untuk barang dan jasa.

Selain itu, pajak ganda kripto diyakini berpotensi menghambat pertumbuhan pasar di negara tersebut. Seperti dilansir Bitcoinist, bursa lokal menyatakan keprihatinan mereka tentang tingginya pajak yang mungkin menghambat aktivitas pengguna di bursa berlisensi.

Meskipun demikian, Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat adopsi tertinggi di dunia meskipun terdapat peraturan yang mengaturnya.

Bappebti, regulator negara tersebut, melaporkan terdapat lebih dari 18,51 juta investor sepanjang tahun 2023, yang meningkat lebih dari 9,8 persen pada Februari 2024.

Menurut data Chainalysis, negara Asia ini menempati peringkat ke-7 dalam Indeks Adopsi Kripto Global tahun 2023.

Tersisa 52

Mengutip cnbcindonesia.com, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sebanyak 52 pelaku inovasi sektor jasa keuangan (ITSK) masuk dalam regulatory sandbox (RS) per Maret 2024. Angka tersebut telah berkurang dari sebelumnya 108 penyelenggara di Agustus 2023.

52 ITSK tersebut terdiri dari agregator sebanyak 36 penyelenggara, financing engine sebanyak 7 penyelenggara, funding engine 2 penyelenggara, wealth tech 2 penyelenggara, financial planner 4 penyelenggara.

Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi mengatakan pengurangan tersebut diakibatkan sebagian penyelenggara sudah lulus dan ada juga yang tidak.

Untuk diketahui, OJK menetapkan tiga klasifikasi kelulusan dalam proses pendaftaran regulatory sandbox. Kategori pertama, ITSK yang lulus diberi rekomendasi untuk mengurus izin ke OJK, kedua direkomendasikan tanpa kewajiban perizinan dan ketiga tidak direkomendasikan.

"Sebagian ada yang direkomendasikan, dan diwajibkan berizin OJK, seperti cluster inovative credit scoring, dari 17 ada 10 yang ada surat rekomendasi dari OJK," ungkap Hasan dalam Media Briefing OJK, di Jakarta, Selasa (26/3/2024).

Sementara di kategori kedua, sebagian inovator teknologi keuangan dinyatakan lulus tapi tidak harus mendaftarkan perizinan lantaran produk inovasinya tersebut sudah berizin di lembaga atau kementerian lain.

Untuk kategori ketiga, Kepala Departemen Peraturan & Perizinan IAKD OJK Djoko Kurnijanto menyembutkan, beberapa ITSK yang ditolak bisa mencakup beberapa alasan, seperti keberlanjutan bisnis dan going concern yang kurang memadai.

"Bisa jadi inovasinya kurang kuat dan jadi berhenti di tengah jalan. Jadi going concernya tidak ada," ucapnya.

Selain itu, banyak juga ditemukan penyelenggara ITSK yang memiliki kemiripan dengan inovasi yang lain, sehingga bisa mengganggu pangsa pasar lembaga jasa keuangan yang ada.

Memahami Regulatory Sandbox

Regulatory sandbox merupakan wadah yang bermanfaat untuk mendukung inovasi ekonomi digital berkembang pesat saat ini. Berbagai layanan produk bermunculan pada sebagian besar sektor usaha seperti jasa keuangan hingga kesehatan. Di tengah pesatnya inovasi tersebut, instrumen hukum sebagai pendukung ekonomi digital juga harus dipersiapkan demi melindungi masyarakat.

Head of Economic Opportunities Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Trissia Wijaya, menyampaikan transformasi digital yang dinamis memunculkan berbagai kemungkinan dalam perkembangan ekonomi digital.

Pemerintah bisa menggunakan regulatory sandbox sebagai wadah untuk mengevaluasi kebijakan, untuk mendapatkan kebijakan yang menjawab kebutuhan masyarakat akan penggunaan teknologi digital yang aman dan inklusif.

“Di ranah ekonomi digital, efisiensi dan efektivitas produk hukum atau kebijakan dapat dipastikan dengan terlebih dahulu untuk diuji coba dalam sebuah lingkungan dengan skala terbatas. Uji coba ini juga perlu dilakukan dalam situasi terkondisi atau terkontrol dalam jangka waktu tertentu sebelum penerapan sebenarnya,” kata Trissia, Rabu (2/5/2023).

Di sinilah regulatory sandbox dapat menyediakan semacam wadah untuk inkubasi dan menguji keandalan instrumen hukum, kebijakan, layanan maupun inovasi atau teknologi. Regulatory sandbox kini digunakan untuk produk financial technology (fintech), kegiatan usaha sektor finansial yang memanfaatkan teknologi digital dalam pengoperasiannya. Namun tidak tertutup kemungkinan dapat digunakan pada produk-produk dari sektor lainnya, seperti sektor kesehatan dan pertanian.

Menurut Trissia, dengan sandbox yang dijalankan selama jangka waktu tertentu di bawah pengawasan pemerintah, efektivitas sebuah regulasi dapat dilihat sebelum diterapkan.

Keuntungan lain bagi pemerintah, dapat memahami dampak kebijakan tersebut terhadap konsumen, pasar dan lingkungan pemerintahan.

Cara ini dapat membantu pemerintah dalam memfokuskan strategi nasional digitalisasi ekonomi, termasuk segi keamanan serta keinklusifannya.

Dalam ekonomi digital yang identik dengan perubahan secara cepat dan dinamis, kebijakan pemerintah harus dapat mendukung perubahan, inovasi, dan cukup fleksibel bagi pihak yang menerapkannya. Penggunaan pendekatan co-regulation atau koregulasi dapat diujicobakan untuk lebih mengasah ketajaman kebijakan dan produk hukum pendukungnya.

Di sinilah regulatory sandbox dapat menyediakan semacam wadah untuk inkubasi dan menguji keandalan instrumen hukum, kebijakan, layanan maupun inovasi atau teknologi. Regulatory sandbox kini digunakan untuk produk financial technology (fintech), kegiatan usaha sektor finansial yang memanfaatkan teknologi digital dalam pengoperasiannya. Namun tidak tertutup kemungkinan dapat digunakan pada produk-produk dari sektor lainnya, seperti sektor kesehatan dan pertanian.

Menurut Trissia, dengan sandbox yang dijalankan selama jangka waktu tertentu di bawah pengawasan pemerintah, efektivitas sebuah regulasi dapat dilihat sebelum diterapkan. Keuntungan lain bagi pemerintah, dapat memahami dampak kebijakan tersebut terhadap konsumen, pasar dan lingkungan pemerintahan.

Cara ini dapat membantu pemerintah dalam memfokuskan strategi nasional digitalisasi ekonomi, termasuk segi keamanan serta keinklusifannya.

Dalam ekonomi digital yang identik dengan perubahan secara cepat dan dinamis, kebijakan pemerintah harus dapat mendukung perubahan, inovasi, dan cukup fleksibel bagi pihak yang menerapkannya. Penggunaan pendekatan co-regulation atau koregulasi dapat diujicobakan untuk lebih mengasah ketajaman kebijakan dan produk hukum pendukungnya.

Dia menilai, pendekatan koregulasi melibatkan kementerian dan lembaga negara lainnya beserta pemangku kepentingan non-pemerintah dan asosiasi bisnis dalam pembuatan kebijakan atau peraturan. Koregulasi menekankan pembagian tanggung jawab antara para pelaku, negara maupun non-negara dan terfokus pada kolaborasi dalam pembuatan, adopsi, penegakan, dan evolusi kebijakan dan peraturan.

“Pendekatan koregulasi ini menawarkan berbagai keuntungan dibandingkan dengan pendekatan konvensional. Fleksibilitas dan kemampuan adaptasi yang lebih baik, tingkat ketaatan yang lebih tinggi serta kemampuan menangani isu-isu spesifik sebuah industri atau konsumen secara langsung,” ujarnya.

Koregulasi juga secara tidak langsung dapat mengukur kesiapan pihak non-pemerintah dan pelaku usaha dalam mengadopsi sebuah kebijakan baru. Dalam konteks ekonomi digital, pendekatan ini memiliki potensi untuk menjadi instrumen kebijakan yang efisien dengan sifat fleksibilitas dan adaptifnya karena sifat ekonomi digital yang sangat dinamis. Yang perlu dipastikan dengan keterlibatan pemerintah adalah, produk yang dihasilkan tidak dibajak oleh kepentingan sempit kelompok atau industri tertentu.

Penggunaan regulatory sandbox berasal dari sektor fintech yang juga diregulasi oleh Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Peraturan BI Nomor 19/12/PBI/2017 dan Peraturan OJK Nomor 13 /POJK.02/2018. Peraturan OJK tersebut menyatakan penyedia layanan fintech diberi waktu satu tahun untuk menguji coba inovasi mereka dalam periode terbatas dan menerima penilaian apakah mereka diizinkan untuk beroperasi penuh dalam skala yang lebih besar.

Trissia menerangkan, Regulatory sandbox membantu menjembatani pemerintah sebagai regulator dan pihak swasta dalam membangun kerangka kerja yang terbuka akan inovasi. Otoritas berwenang yang mengawasi jalannya uji terbatas ini tidak memberlakukan beberapa aturan administratif dan menggunakan kesempatan tersebut untuk tujuan meningkatkan inovasi.

Cara tersebut mengizinkan perusahaan untuk menguji inovasi yang mereka buat dan memahami ekspektasi pengawasan. Sementara pemerintah mendapatkan gambaran teknologi baru selama masa pengujian, sehingga mereka bisa mulai menyesuaikan pengawasan mereka. Untuk mengikuti program regulatory sandbox, perusahaan fintech harus mendaftarkan diri kepada regulator terlebih dahulu.

Selanjutnya, perusahaan mengikuti beberapa tahap penilaian. Misalnya, penilaian kondisi internal seperti profil manajemen dan reputasi pengurus, kebaruan dan manfaat produk, pendanaan serta konsultan hukum. Selain itu, regulator menilai sisi eksternal perusahaan, seperti persaingan usaha dan perlindungan konsumen, informasi, edukasi, dan penyelesaian sengketa konsumen.

Melalui proses regulatory sandbox ini, regulator dapat mengetahui kondisi manajemen dan produk yang ditawarkan perusahaan fintech. Setelah melakukan berbagai tahapan penilaian, regulator berwenang memberi pernyataan kelayakan dari perusahaan tersebut.

Dia melihat, selama pelaksanaan uji coba tersebut, perusahaan fintech wajib memastikan diterapkannya prinsip perlindungan konsumen, manajemen risiko, dan kehati-hatian yang memadai. Perusahaan tersebut juga wajib menyampaikan laporan pelaksanaan uji coba, baik secara reguler maupun insidentil sesuai dengan permintaan regulator.

Sandbox industri telemedicine

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta industri atau penyedia layanan telekesehatan segera mendaftar ke regulatory sandbox. Hal tersebut diperlukan untuk menjamin keamanan masyarakat sebagai pengguna telekesehatan dan menjamin keamanan industri sebagai penyedia layanan.

Staf ahli Menteri Kesehatan Bidang Teknologi Kesehatan Kemenkes Setiaji menjelaskan penggunaan telekesehatan pada saat Covid-19 sangat signifikan. Berdasarkan data dari Aliansi Telemedik Indonesia (Atensi) terdapat kurang lebih 17,9 juta aktivitas konsultasi kesehatan yang berasal dari 19 perusahaan telemedisin.

“Kita ingin memastikan bahwa inovasi ini bisa dipastikan regulasinya sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini, dan juga untuk bisa melindungi industri kesehatan maupun pengguna layanan kesehatan,” ujar Setiaji sebagaimana dilansir dari laman Kemenkes.

Setiaji mengatakan, telekesehatan yang ada saat ini belum ada pengampu atau belum terdaftar di dalam regulatory sandbox. Hal tersebut akan memicu banyak sekali risiko masalah yang sulit dimitigasi apabila terjadi hal-hal buruk yang berdampak signifikan pada layanan kesehatan.

“Layanan kesehatan ini tentunya sangat sensitif dan juga sangat strategis dari sisi keamanan pasien, keamanan data, dan lain – lain, sehingga ke depannya kita ingin agar inovasi tetap berkembang dan kemudian risikonya bisa dimitigasi melalui mekanisme uji dan rekomendasi dengan melakukan penerapan regulatory sandbox,” katanya.

Regulatory sandbox merupakan mekanisme untuk menguji penyelenggara inovasi digital kesehatan atau penyedia telekesehatan. Pengujian dilakukan oleh Kemenkes bekerja sama dengan berbagai pakar di bidangnya.

Pengujian melalui regulatory sandbox bertujuan untuk menilai keandalan proses bisnis, model bisnis teknologi, dan tata kelola telekesehatan. Sehingga regulator dan penyedia layanan bisa menganalisis risiko bagi masyarakat jika menerapkan teknologi terbarukan khususnya di bidang kesehatan.

“Dengan adanya regulatory sandbox kita akan menyiapkan ruang aman untuk bisa melakukan review terhadap tata kelola telekesehatan,” ujarnya..

Melalui regulatory sandbox pemerintah bisa melakukan tes secara real time terhadap produk layanan telekesehatan termasuk kebijakan yang bisa mendukung terhadap pelaksanaan telekesehatan. Para penyedia telekesehatan dan juga masyarakat sebagai pengguna bisa menggunakan produk layanan tersebut secara lebih aman tanpa khawatir apakah yang melayani adalah dokter, atau apakah data pengguna aman.

“Dengan adanya telekesehatan yang diampu dalam regulatory sandbox ini diharapkan hal-hal keraguan bisa dihindari dan dukungan regulasi bisa dipenuhi setelah mereka mengikuti rangkaian review dari para pakar yang kita libatkan,” ujarnya.

Penyelenggaraan regulatory sandbox Kemenkes didasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) Nomor HK.01.07/MENKES/1280/2023 tentang Pengembangan Ekosistem Inovasi Digital Kesehatan Melalui Regulatory Sandbox yang diterbitkan pada 4 April 2023 lalu.

(bitcoinist.com/cnbcindonesia.com/hukumonline.com)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Berita Terkini