Pilpres 2024

Mada Sukmajati: Fenomena Pilpres 2024 Beda dengan Tahun 2014: Dulu Inginkan Kedekatan Sekarang Tidak

Editor: Frans Krowin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TAK SEKADAR POPULER - Calon pemimpin nasional yang dipilih tahun 2024 nanti, tak hanya sekadar populer dan dekat dengan rakyat, tapi punya program yang hebat untuk memajukan bangsa dan negara Indonesia.

POS-KUPANG.COM - Mada Sukmajati, Pengamat Politik dari Universitas Gajah Mada, tetiba angkat bicara mengenai fenomena pemilih yang terjadi pada Pemilu dan Pilpres 2024 nanti.

Mada Sukmajati membeberkan hal tersebut, merespon hasil survei yang dilakukan Indikator Politik Indonesia (IPI) tentang kecenderungan masyarakat dalam memilih pemimpin nasional.

Dikatakannya, dari survei yang dilakukan selama ini, ada kecenderungan baru yang sedang terjadi di tengah masyarakat Indonesia.

Kecenderungan tersebut, yakni para pemilih tak menginginkan calon pemimpin yang sekadar menjual popularitas untuk kepentingan sesaat.

Baca juga: Survei Pilpres 2024: Anies Baswedan Teratas, Disusul Ganjar Pronowo, Puan Maharani dan Prabowo

Apalagi para calon pemimpin saat ini sepertinya lebih memilih untuk melanjutkan program sebelumnya, ketimbang menawarkan gagasan baru untuk Indonesia.

"Survei itu menunjukan bahwa saat ini pemilih tak menginginkan calon pemimpin nasional yang sekadar menjual popularitas, tapi tak punya visi misi yang jelas untuk memajukan bangsa," tandasnya.

"Para pemilih juga tak ingin pemimpinnya lebih suka bermain isu dan hanya menggunakan politik identitas. Yang begituan sih tidak lagi," kata Sukmajati dalam keterangan tertulisnya, Kamis 5 Januari 2023.

Jika pemimpin masih larut dalam konsep popularitas tanpa gagasan yang kuat untuk membangun bangsa, maka sosok yang bersangkutan berkemungkinan tak diinginkan masyarakat negeri ini.

Untuk diketahui, hasil survei IPI pada awal Desember 2022, pasangan Ganjar Pranowo dan Erick Thohir lebih dipilih sebagian besar responden, bahkan lebih unggul dibandingkan dengan pasangan Anies Baswedan - Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Terhadap fakta yang satu ini, kata Mada Sukmajati yang juga dosen Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada itu, calon pemilih mungkin sangat berbeda cara pandangnya.

"Pemilu 2024 ini beda dengan 2014 lalu. Saat itu, pemilih menginginkan perubahan gaya kepemimpinan nasional, seperti dekat dengan masyarakat, sederhana, ramah dan kerja nyata," katanya.

Akan tetapi, katanya, saat ini tak lagi demikian. Para pemimpin di tahun 2024 nanti tak cukup hanya menjual nama, tapi juga harus mampu menawarkan program yang bernas, mampu beradu argumen serta visi dan gagasannya untuk memajukan Indonesia.

Karena itu, kata Mada Sukmajati, setiap partai politik hendaknya secermat mungkin memilih dan mengusung calon yang laku dijual. Karena jika tidak maka bakal gigit jari.

Baca juga: Ganjar Pranowo Disarankan Pilih Erick Thohir Kalau Diusung Parpol ke Pilpres 2024

"Dari pengalaman Pemilu 2019 yang lalu, efek ekor jas sangat mendominasi untuk meningkatkan kemenangan parpol. Jika parpol gegabah memilih calonnya, maka efek ekor jas yang diharapkan untuk memenangkan pemilu 2024 tak akan terjadi," katanya.

Harusnya, kata dia dengan calon yang bagus dan didukung parpol yang solid, efek ekor jas di pemilu 2024 dapat terjadi.

"Misalnya Ganjar sebagai kader PDIP seharusnya dapat memberikan efek ekor jas sehingga kerjasama antara parpol dan capres cawapres untuk memikat pemilih sangat vital," kata Sukmajati. (*)

Ikuti Pos-Kupang.Com di GOOGLE NEWS

Berita Terkini