POS-KUPANG.COM – Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua hingga kini masih melakukan aksi anarkis pada sejumlah wilayah di tanah Papua.
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman berencana gunakan strategi merangkul Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua.
Hal itu dilakukan guna menghindari pertempuran antara TNI dengan KKB Papua.
Jenderal Dudung Abdurachman lebih memilih menghindari perang, dan berusaha merangkul Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) agar kembali ke NKRI.
Baca juga: Begini Cara KSAD Dudung Rangkul KKB Papua, Pernah Dilakukan Sosok Ini, 14 Ribu Separatis Menyerah
Hal itu disampaikan Dudung saat memberikan arahan kepada prajurit TNI di Markas Kodam XVII/ Cenderawasih, Jayapura, Papua, Selasa (23/11/2021).
Dalam kesempatan itu, Dudung berpesan agar Satgas TNI AD yang bertugas di Papua jangan menganggap KKB Papua sebagai musuh.
Tetapi menganggap mereka sebagai rakyat yang perlu dirangkul dengan hati yang suci dan tulus, serta diberi pemahaman tentang NKRI.
Ia meminta supaya prajurit TNI dapat mengajak mereka untuk bersama-sama bergabung membangun Papua. Sebab, mereka adalah saudara se-Tanah Air.
"Satgas tidak harus memerangi KKB, namun mereka perlu dirangkul dengan hati yang suci dan tulus karena mereka adalah saudara kita.
Keberhasilan dalam tugas bukan diukur dengan dapat senjata namun bagaimana saudara kita bisa sadar dan kembali ke pangkuan NKRI," ujarnya, melansir dari ANTARA.
Cara Jenderal Dudung Abdurachman menghadapi KKB Papua ini ternyata mirip seperti yang dilakukan Sarwo Edhie Wibowo.
Kisahnya berawal saat Sarwo Edhie Wibowo menjabat sebagai panglima Kodam XVII/Tjendrawasih (1968-1970).
Seperti dilansir dari buku 'Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando' karya Hendro Subroto.
Baca juga: Sosok Ini Ungkap Sumber Dana KKB Papua Yahukimo, Senpi Dipakai untuk Serang TNI di Suru-suru
Sarwo Edhie Wibowo saat itu harus menghadapi sepak terjang KKB Papua pimpinan Lodewijk Mandatjan.
Lodewijk Mandatjan kala itu berhasil menghimpun kekuatan hingga 14.000 orang untuk melakukan teror.
Dalam menghadapi aksi teror KKB Papua saat itu, Sarwo Edhie Wibowo memadukan operasi tempur dengan operasi non tempur.
Menurutnya, strategi non tempur digunakan lantaran ia menganggap para KKB Papua masih merupakan saudaranya sebangsa dan setanah air.
"Kalau pemberontak kita pukul terus menerus, mereka pasti hancur. Tetapi mereka adalah saudara-saudara kita. Baiklah mereka kita pukul, kemudian kita panggil agar mereka kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi" kata Sarwo Edhie Wibowo dalam buku karya Hendro Subroto.
Untuk menghindari terjadi pertumpahan darah yang lebih banyak, Sarwo Edhie Wibowo memerintahkan melakukan penyebaran puluhan ribu pamflet yang berisi seruan agar KKB Papua kembali ke NKRI.
Sarwo Edhie Wibowo kemudian memberi tugas kepada perwira Kopassus Mayor Heru Sisnodo dan Sersan Mayor Udara John Saleky untuk menemui pimpinan KKB Papua yang bernama Lodewijk Mandatjan.
Tujuannya adalah membujuk agar Mandatjan beserta anak buahnya mau kembali lagi ke pangkuan NKRI.
Tanpa membawa senjata, Mayor Heru Sisnodo dan Sersan Mayor Udara John Saleky berjalan kaki memasuki hutan untuk menemui pimpinan KKB Papua itu.
Saat bertemu dengan Mandatjan, Mayor Heru Sisnodo berkata: "Bapak tidak usah takut. Saya anggota RPKAD (sekarang Kopassus). Komandan RPKAD yang ada di sini anak buah saya. Dia takut sama saya. Kalau bapak turun dari hutan, nanti RPKAD yang akan melindungi bapak."
Akhirnya, Mayor Heru Sisnodo dan Sersan Mayor Udara John Saleky berhasil meyakinkan Lodewijk Mandatjan dan anak buahnya.
Mandatjan beserta keluarga dan anak buahnya pun diantar turun ke Manokwari.
Saat bertemu dengan Mandatjan, Sintong Panjaitan berkata: "Bapak saya jamin, saya akan melindungi bapak dengan keluarga".
Pemberontakan KKB Papua pimpinan Lodewijk Mandatjan pun sebagian besar telah terselesaikan, Kopassus tinggal melakukan penyisiran untuk memburu sisa-sisa anggota KKB Papua lainnya.
Dengan begitu, Sarwo Edhie Wibowo berhasil menerapkan strategi non tempurnya sehingga tak terjadi pertumpahan darah lebih banyak.
Ultimatum Panglima OPM
Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua di Kabupaten Yahukimo terus melakukan aksi dan menebar ancaman di wilayah tersebut.
Terbaru, dua prajurit TNI menjadi korban penembakan serangan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Distrik Suru-Suru, Kabupaten Yahukimo, Papua, Sabtu (20/11/2021) akhir pekan lalu.
Setelah menebar teror lewat serangan, bahkan KKB Papua juga menyebar ancaman.
Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka ( TPNPB-OPM) mengeluarkan ultimatum pasca-penyerangan.
Ulitimatum itu menyusul pernyataan Panglima Tentara OPM wilayah Yahukimo, Elkius Kobak, yang menetapkan daerah itu sebagai medan perang pembebasan nasional bangsa Papua untuk merebut kemerdekaan.
Ultimatum tersebut juga telah disampaikan ke Manajemen Markas Pusat Komnas TPNPB-OPM, dan diumumkan Juru Bicaranya, Sebby Sambom, lewat rilis pers yang diterima Tribun-Papua.com, Selasa (23/11/2021).
Ada lima poin dalam ultimatum yang dimaksud Elkius Kobak, berikut isinya melansir dari Tribun Papua :
1. Pemerintah Daerah Kabupaten Yahukimo dalam hal ini Bupati, Wakil Bupati, dan SKDA berhenti memberikan ijin pembangunan Mako Brimob di Yahukimo serta Koramil di Suru-suru.
2. Berhenti Kepala Suku serta Intelektual yang terus menjadi Penghianat.
3. Masyarakat non Papua segera tinggalkan Yahukimo karena Yahukimo termasuk dalam perhitungan 34 Komnas TPNPB-OPM, maka perang jelas tidak akan berhenti.
4. Berhenti pesawat yang ditumpangi anggot TNI/Polri, karena saya dan pasukan akan tembak, jadi masyarakat jangan ikut.
5. Perang tetap berlanjut sampai kita merebut kemerdekan Papua.
Artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul Strategi Jenderal Dudung Rangkul KKB Papua Mirip dengan Cara Sarwo Edhie Hadapi Kelompok Separatis