Dirayakan 10 Agustus 2021, Ini Ritual Jelang Tahun Baru Islam 1443 H atau 1 Suro Tahun Baru Jawa
POS-KUPANTG.COM – Tahun Baru Islam 1 Muharram 1443 H bersamaan dengan tangga 1 Suro tahun baru Jawa.
Dirayakan 10 Agustus 2021, ini ritual jelang Tahun Baru Islam 1443 H atau 1 Suro tahun baru Jawa
Tahun Baru Hijriah atau Tahun Baru Islam diputuskan pertama kali oleh Khalifah Umar Bin Khatab.
Di Indonesia, pemnyesuaian Kelender Islam dengan Jawa dilakukan pada masa pemerintahan Kerajaan Demak di bawah kepemimpinan Sunan Giri II.
ada banyak ritual yang dilakukan masyarakat Jawa dan Islam untuk memperingati malam satu Suro atau malam Tahun Baru Islam, 1 Muharram.
Masyarakat Jawa menganggap malam 1 Suro sangat keramat dan sakral. Ada latarbelakang historis peristiwa penting yang terjadi pada bulan Suro, khususnya para penganut agama Islam yang tentu saja berafiliasi dengan kebudayaan Mataram Jawa-Hindu.
Berikut berbagai ritusl yang dilakukan oleh masyarakat Jawa pada malam 1 Suro?
Ritual menjelang malam satu Suro yang sering dilakukan oleh masyarakat adalah siraman. Siraman atau mandi besar dengan disertai air yang dicampur kembang setaman.
Siraman ini merupakan ritual menjelang malam satu Suro sebagai bentuk untuk menyucikan raga. Siraman sebagai acara seremonial pertanda dimulainya tirakat sepanjang bulan Suro. Tirakat yang dilakukan antara lain seperti lebih ketat dalam menjaga dan menyucikan hati, pikiran, serta menjaga panca indera dari segala hal yang negatif.
Ritual menjelang malam satu Suro ini dilakukan dengan berdoa memohon keselamatan kepada Tuhan. Berdoa supaya Tuhan menjaga kita, dan keluarga serta kerabat dari marabahaya.
Siraman biasanya dilakukan dengan mengguyur badan dari ujung kepala hingga sekujur tubuh sebanyak tujuh kali siraman. Dalam kepercayaan Jawa, tujuh artinya pitu, yaitu merupakan doa supaya Tuhan memberikan pitulungan atau pertolongan.
Selain itu juga sebanyak 11 kali siraman, dalam Bahasa Jawa sewelas yang artinya doa agar Tuhan memberikan kawelasan atau belas kasihan. Juga bisa dilakukan sebanyak 17 kali, dalam Bahasa Jawa pitulas, artinya supaya Tuhan memberikan pitulungan dan kawelasan.
Siraman ini sebaiknya dilakukan langsung di bawah langit, atau tidak di bawah atap rumah. Maksudnya adalah secara langsung kita menyatukan jiwa raga ke dalam gelombang harmonisasi alam semesta.
Ritual Tapa Bisu
Ritual menjelang malam satu Suro selanjutnya adalah melakukan tapa bisu atau membisu. Tirakat tapa bisu ini dilakukan sepanjang bulan Suro yaitu berupa sikap mengontrol ucapan yang keluar dari mulut. Sepanjang tapa bisu diusahakan mengucapkan hal-hal yang baik dan dilarang mengatakan kata-kata buruk.
Karena dalam bulan Suro yang dipenuhi dengan tirakatan, doa-doa lebih mudah dikabulkan oleh Allah. Bahkan ucapan yang buruk pun juga bisa terwujud. Maka dari itu hati-hatilah dalam berucap. Karena ucapan buruk bisa benar-benar mencelakai diri sendiri maupun orang lain.
Ritual Ziarah Makam Leluhur
Ziarah makam para leluhur merupakan ritual menjelang malam satu Suro yang sering dilakukan masyarakat Jawa. Biasanya mereka melakukan ziarah ke makam para leluhur masing-masing ataupun para leluhur yang telah berjasa. Seperti orang yang telah mendirikan (membabat) desa, pahlawan, pejuang kemerdekaan, veteran, ulama, dan tokoh leluhur lainnya.
Selain untuk mendoakan para leluhur yang sudah mendahului kita, ziarah merupakan tindakan konkrit generasi penerus untuk menghormati para leluhurnya.
Cara menghormati leluhur dan menghargai jasa-jasanya juga bisa dilakukan dengan merawat makam mereka. Makam leluhur merupakan tempat bersejarah untuk mengenang jasa-jasa leluhur dan meneladani perjuangan beliau di masa hidupnya.
Ziarah makam ini juga menjadi pengingat kita sebagai manusia yang masih hidup, bahwa semua yang hidup pada akhirnya akan mati, dalam kepercayaan Jawa Kuno disebut Sangkan Paraning Dumadi.
Ritual Sesaji Kembang Setaman
Ritual menjelang malam Satu Suro selanjutnya adalah menyiapkan sesaji bunga. Ritual ini biasanya dilakukan masyarakat dengan menyiapkan sesaji bunga dalam sebuah wadah berisi air bening an bunga setaman.
Ritual ini memiliki makna yang mendalam berdasarkan keyakinan Jawa Kuno. Selain sebagai sikap menghargai para leluhur yang telah berjasa semasa hidupnya, ritual sesaji bunga dilambangkan sebagai doa-doa agung kepada Tuhan yang tersirat di dalam setiap bunga.
Bunga mawar merah, mawar putih, melati, kanthil, kenanga, semuanya memiliki makna doa tersendiri. Bunga-bunga itu ditaburkan ke makam para leluhur sebagai bentuk penghormatan dan doa.
Ritual Jamasan Pusaka
Ritual jamasan pusaka merupakan tradisi dalam perawatan dan pelestarian warisan pusaka dari para leluhur. Pusaka memiliki segudang makna di balik wujud fisik bendanya. Pusaka merupakan buah karya seniman leluhur kita di masa lalu. Karya seni itu tentu saja memiliki falsafah hidup yang begitu mulia.
Pusaka merupakan warisan budaya luhur yang bernilai sejarah. Karena pusaka adalah kearifan lokan para leluhur bangsa yang wajib dilestarikan.
Sikap menghargai peninggalan pusaka menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi generasi penerus bangsa untuk berbuat yang lebih baik untuk negeri.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya, leluhurnya, dan para pendahulunya. Karena mereka semua telah berjuang hingga kita bisa hidup seperti sekarang. Dengan demikian generasi penerus bangsa tidak akan mudah tercerabut dari akarnya.(*)
Berita terkait tahun baru islam 2021