SMAN 2 Tasifeto Timur-Belu Rayakan Ultah Sekolah Dengan Tanam Sukun. Ini Maknanya
Laporan Reporter POS KUPANG. COM, Teni Jenahas
POS KUPANG. COM| ATAMBUA--Walau ancaman pandemi Covid 19 pendidik dan tenaga kependidikan di SMA Negeri 2 Tasifeto Timur, Sadi, Kabupaten Belu tidak surut.
Sejak Senin 12 Juli 2021, mereka sudah hadir di sekolah mempersiapkan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dan proses belajar-mengajar tahun pelajaran 2021/2022. Di tengah kesibukan tugas, mereka juga masih bersemangat mengikuti rangkaian kegiatan ulang tahun sekolah ke-8, Kamis, 15 Juli 2021.
Kepala Sekolah, Baltasar Eustachius Mali Tae, S. Pd kepada wartawan mengatakan, ulang tahun sekolah ke-8 tahun ini dilaksanakan secara sederhana dan penuh makna. Ia bersama guru dan tenaga kependidikan serta 46 peserta didik baru merayakan ulang sekolah dengan ibadat singkat sebagai wujud ungkapan syukur dan menanam pohon sukun sebagai simbol refleksi sejarah perjalanan sekolah itu.
Ibadat dipimpin oleh guru agama katolik, Rosvita Motu Leto, S.Pd. Dalam renungan singkat berjudul “Aku Ini Lemah Lembut dan Rendah Hati”, Rosvita mengajak semua stakeholder sekolah itu agar senantiasa menjaga kebersamaan dan persaudaraan Kristiani.
“Lembaga pendidikan ini hanya dapat berperan optimal jika semua kita selalu bekerja sama dan melaksanakan setiap tugas rutin dalam semangat kristiani yang sejati,” tandas alumni STIPAS Keuskupan Agung Kupang 2018 ini.
Usai ibadah singkat, kata Mali, mereka menuju ke halaman tengah sekolah. Di sana seorang putra dari penghibah tanah, Emanuel Bere Talo tampak memegang sebuah anakan pohon sukun. Pohon itu diserahkan kepada kepala sekolah untuk ditanam di tempat yang sudah disiapkan. Ini dibuat sebagai simbol memperingati hari berdirinya SMAN 2 Tasifeto Timur, 15 Juli 2013.
Menurut Mali, aktivitas pembelajaran pertama kali di sekolah itu dilakukan di sebuah gedung darurat yang dibangun swadaya oleh masyarakat setempat.
Sekolah ini dibangun 8 tahun silam ini dirintis oleh Laurensius Yeremias Mura, S.Pd dengan pendukung utama tiga orang tokoh masyarakat setempat, Yohanes Bere Talo, Aloysius Asa Baru dan Bernadus Nai Kei. Ketiga tokoh tersebut rela menghibahkan tanah seluas 2,5 hektar kepada pemerintah Kabupaten Belu sebagai tempat membangun gedung sekolah.
Dua tokoh lainnya Drs. Pius Maximus Mura dan Anton Soares yang kala itu masih aktif sebagai anggota DPRD Belu turut terlibat memperlancar proses pendirian sekolah.
Pada kesempatan itu, lanjut Mali, Emanuel Bere Talo putra sulung dari penghibah tanah mengisahkan, Laurensius Yeremias Mura, S.Pd yang saat itu sebagai Kepala SDK Sadi sudah sering berdiskusi dengan sejumlah tokoh pendiri membahas tentang rencana pendirian sebuah Sekolah Menengah Atas setelah tiga tahun sebelumnya mereka telah merintis pendirian SMP Negeri Sadi.
Pro dan kontra masyarakat setempat tidak melunturkan semangat mereka. Akhirnya pada 2013 sekolah ini resmi mulai aktivitas pendidikan formal di wilayah itu.
Martha Dau Meta, S.Pd, salah satu guru pertama sejak berdirinya sekolah itu mengatakan, tahun pertama 2013 sekolah ini belum memiliki gedung. Mereka masih menggunakan satu gedung darurat yang dibangun secara swadaya masyarakat Sadi, Umaklaran dan sekitarnya. Meja, kursi dan papan serta kapur tulis disumbang suka rela dari SDK Sadi, SDN Sirani, SDK Fulanmonu dan SDI Asulait.
Pada tahun kedua, mereka kewalahan karena tidak ada gedung yang bisa menjadi ruang kelas. Namun berkat kerjasama baik dengan sekolah-sekolah terdekat, mereka diijinkan menggunakan ruang kelas yang kosong dari SDK Sadi. Dukungan penuh juga diterima dari sekolah induk SMA Negeri 1 Tasifeto Timur di Wedomu. Hingga pada 2016 mereka mendapat bantuan gedung sekolah berupa tiga ruang kelas baru, ruang guru, perpustakaan, laboratorium IPA dan gedung kantor sekolah. (jen).