Komisi 1 DPRD TTS Sebut Program Internet Desa Sebagai Penumpang Gelap dan Liar
POS-KUPANG. COM | SOE -- Komisi 1 DPRD TTS, Selasa 23 Maret 2021 melakukan rapat kerja bersama Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (Dinas PMD), Tatapem dan inspektorat Kabupaten TTS di ruang kerja Komisi 1.
Rapat kerja tersebut membahas terkait program internet desa yang saat ini menuai masalah dan menjadi viral.
Rapat kerja tersebut dipimpin langsung oleh Ketua Komisi I, Uksam Selan dan dihadiri, Sekertaris Komisi, Lusi Tusalakh, Anggota Komisi, Thomas Lopo dan Jorang Fahik. Sedangkan dari pemerintah diwakili Kabag Tatapem, Meryana Tse, Kadis PMD, Nikson Nomleni dan Inspektur Inspektorat Kabupaten TTS, Oby Nahas.
Jorang menyebut program internet desa sebagai penumpang gelap yang hanya menunggu di tikungan.
Pasalnya, program tersebut disosialisasikan dipenghujung tahun 2019 namun langsung diakomudir di tahun 2020. Dirinya mempertanyakan apakah program tersebut sudah termuat dalam RPJMDES maupun APBDes tahun 2020.
Pasalnya jika tidak termuat dalam RPJMDES, maka harus dilakukan riview RPJMDES dan harus dilakukan musyarawah kembali ditingkat desa.
"Apakah program ini masuk dalam RPJMDES? Kalau tidak masuk, lalu tiba-tiba muncul di Desember maka program ini bisa disebut sebagai penumpang gelap," ujarnya.
Berbeda dengan Jorang, Thomas Lopo justru menyebut program tersebut sebagai penumpang liar.
Dirinya mencium aroma nepotisme yang kuat dalam program tersebut. Ia mengatakan, ada dua Desa di wilayah Dapilnya yaitu Desa Lilo dan Tauanas yang sudah membayarkan biaya pemasangan internet desa tapi hingga kini belum menikmati internet desa.
"Saya cium ada aroma nepotisme yang kuat dalam program ini. Bagaimana program yang baru disosialisasikan pada Desember 2019 bisa langsung diakomudir di tahun 2020. Sudah begitu orang sudah bayar tapi hingga kini belum tahu atau merasakan seperti apa internet desa itu," ujarnya.
Ketua Komisi 1, Uksam Selan menyayangkan kegiatan sosialisasi internet desa tanpa melibatkan DPRD TTS. Selain itu dirinya juga menyoroti harga pemasangan internet desa yang dinilai terlalu mahal dengan kuota hanya 10 GB perbulan.
"Kita sayangkan kenapa ada sosialisasi program tersebut tidak melibatkan DPRD. Bagaimana kuota 10 GB bisa untuk pelayanan internet di desa? Apa lagi biaya pemasangnya mencapai 36 juta lebih," katanya.
Kepala Dinas PMD, Nikson Nomleni dan Kabag Tatapem, Meryana Tse kompak menegaskan tidak ada perintah maupun intervensi dari Bupati Tahun kepada para kepala desa untuk mengambil program internet desa. Bahkan saat sosialisasi program tersebut pada 18 Desember, Bupati Tahun disebutnya tidak hadir.
"Tidak ada perintah atau intervensi pak bupati kepada para kepala desa untuk ambil program itu," sebut keduanya.