Parodi Situasi

Parodi Situasi: Covid! Antara Jarak dan Jurang

Editor: Kanis Jehola
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Logo Pos Kupang

POS-KUPANG.COM - Covid tidak hanya membuat jarak dengan lima M yang dipromosi terus-menerus. Lima M dipastikan memakai masker, mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilisasi dan interaksi.

Benar-benar tidak hanya 5 M dengan menjaga jarak di antara kita. Covid juga sudah menciptakan jurang.
***
"Itulah yang membuat saya sakit hati," demikian kata Nona Mia. Iparnya baru saja meninggal dengan kecurigaan covid. Kakak adiknya semua menjauh saat pemakaman berlangsung. Bukan hanya melihat dari jauh tetapi benar-benar menjauh.

Baca juga: Tissa Biani: Sangat Senang

Sorot mata mereka tajam melirik kian kemari diliputi kecurigaan. Sikap mereka terasa menyakitkan ketika pura-pura tidak melihat saat benar-benar bertemu di tengah jalan. Tiba-tiba belok kiri sambil pura-pura terantuk. Pada hal sedang siap-siap berbelok dan berlari.

Kakak adik sudah menciptakan jurang karena jurang yang dibuat covid.
"Hiiii kalau jangkit bagaimana?" demikian komentar Jaki saat Benza menegurnya.
"Tidak apa-apa," kata Benza. "Yang penting jaga jarak."
"Aduh, minta maaf saja," sambung Rara.

Baca juga: Sidarto Danusubroto dan Nasihat untuk Jokowi: Tak Percaya Ramalan Pelengseran Presiden 2021

Nona Mia tersentak kaget menyadari stigma covid yang mesti di hadapinya. Tidak hanya keluarga dekat dan keluarga jauh. Sahabat karibnya juga mengambil sikap yang sama. Benar-benar menjauh, menghindar, tidak tunjuk wajahnya selintas pun. Jaki dan Rara benar-benar tidak mau alias tidak mau datang dengan alasan "takut jangkit."
***
"Saya tidak mau mati karena covid," bisik Jaki.
"Apalagi saya," sambung Rara. "Saudara boleh saudara. Keluarga boleh keluarga. Teman boleh teman. Sahabat karib boleh sahabat karib. Akan tetapi kalau covid sudah datang menyerang, waduh maafkan saja lima M itu mutlak."

"Jaga jarak," kata Benza perlahan. "Kita atur jarak sekitar lima meter dari Nona Mia dan adiknya di pemakaman nanti."

"Maaf saja, teman!" sambar Jaki. "Nona Mia punya kakak adik, keluarga, dan sanak saudara saja lari menjauh, membuang muka, tidak mau tunjuk muka biar dari jauh, dan terang-terangan tidak mau datang. Kenapa kita harus datang?"
"Kamu tidak tahu apa artinya sahabat!" kata Benza.

"Covid! Silahkan kasih salah covid. Jangan kasih salah kami!" Rara meledak. "Kalau jangkit bagaimana? Kamu ada obat mau kasih selamat saya punya nyawa? Maaf saja e!"

Covid sudah membangun jurang. Nona Mia tertunduk sedih. Dia lihat adik dan keponakannya meratapi kepergiaan ayah mereka. Sejak dari RSU ketika jenazah dibawa tanpa arak-arakan, dia melihat semua orang berdiri di sisi kiri kanan jalan dengan mulut terkatup rapat.

Dia juga melihat Rara dan Jaki melengkungkan bibir atas dan bibir bawah mengekspresikan rasa ngeri yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
***
"Kematian ini sungguh menyedihkan," kata Nona Mia sambil tertunduk saat bicara dengan Benza yang duduk sekitar tiga meter dari dirinya. Benza pun ikut tertunduk sedih. Kematian adalah sebuah kepergian yang memberi kesempatan seluas-luasnya untuk pertemuan.

Kematian adalah kesempatan untuk bagi keluarga berkumpul menikmati duka dengan saling menghibur dan menguatkan satu sama lain. Kematian adalah kesempatan bagi para sahabat datang untuk berbelansungkawa.

"Tidak ada bunga. Tidak ada pemberkatan jenazah. Tidak ada nyanyian ratapan sambil menatap wajah almarhum untuk terakhir kali. Kasian adik ipar saya," Nona Mia menghapus air mata. Benza diam saja. Dirinya sadar benar bahwa kini kematian justru membuat keluarga terpisah jauh, jauh sekali. Benar-benar tidak ada kesempatan mengelilingi jenazah untuk doa bersama, menyampaikan kata-kata terakhir, memberi hormat dalam doa dan nyanyian. Saling merangkul dan saling menghapus air mata.

Kematian karena covid telah memisahkan keluarga satu sama lain. Covid telah menjadikan kematian bukan hanya kehilangan orang tercinta tetapi juga kehilangan kesempatan untuk saling menguatkan.

"Hanya kamu saja yang ada bersama saya di sini," kata Nona Mia.
"Mereka tidak mengerti bahwa melihat dari jauh itu tidak apa-apa," jawab Benza.
"Kasian saya punya adik," Nona Mia berdiri. Dia melambaikan tangan ke arah adiknya.

"Pulang sudah. Kubur sudah ditutup. Pulang sudah, jaga anak-anak. Isolasi mandiri di rumah. Besok ada orang dari satgas covid akan jemput untuk rapid antigen. Jangan takut. Tetap semangat ya. Saya akan pantau dari jauh. Semoga negatif semuanya."
***
"Hai Nona Mia," Jaki dan Rara lengkap dengan topi ninja dan masker berlapis-lapis mendekati Nona Mia dan Benza. "Syukur e sudah selesai kubur kah?" tanya Jaki.
"Jaga jarak, Jaki!" teriak Rara saat Jaki mendekati Nona Mia dan Benza. "Hati-hati e jangan sampai dia juga covid seperti dia punya adik."

"Kamu tidak buat jarak. Kamu sudah buat jurang," kata Nona mia. "Pergi jauh dari saya. Saya mengerti sekarang siapa keluarga saya dan siapa sahabat saya. Pergi kamu!"

"Jangan begitu kah teman," kata Jaki dan Rara mendekat dan mengulurkan tangan.
"Saya positif covid," kata Nona Mia. Jaki dan Rara lari tunggang langgang. Keduanya tersungkur jatuh beberapa kali sebelum naik kendaraan dan tancap gas. Nona Mia dan Benza tersenyum pahit. Baru saja keduanya dapat kabar bahwa hasil swab keduanya negatif. (*)

Berita Terkini