Pertamina

Pertamina Berencana Hapus Premium ( Bensin ) dan Pertalite, Begini Tanggapan Ahok

Editor: Bebet I Hidayat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pertamina berencana menghapus Premium dan Pertalite

POS-KUPANG.COM | JAKARTA - Pertamina disebut merugi hingga Rp 11 triliun. Perusahaan negara yang memonopoli BBM di Indonesia ini mengalami kerugian sebesar Rp 11 Trilun di semester I-2020.

Karena itulah, Pertamina mengusulkan untuk menghapus bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium ( Bensin ) dan Pertalite.

Tentu, jika ini disetujui, akan semakin menambah besar pengeluaran bagi masyarakat Indonesia yang notabene pengguna motor dan mobil, termasuk angkutan kota yang menggunakan BBM jenis Premium ini.

Bila rencana itu terwujud maka yang akan dijual Pertamina hanya Pertamax, atau BBM yang harganya paling mahal di antara ketiga jenis BBM tersebut.

Alasan Pertamina Hapus Pertalite dan Premium dari Pasaran, Ini Dampak Bagi UKM dan Masyarakat Kecil

Rencana penghapusan premium dan Pertalite tersebut mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara PT Pertamina dan Komisi VII DPR RI pada Senin (31/8/2020).

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, penyederhanaan produk Bahan Bakar Minyak (BBM) mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan No 20 Tahun 2019 yang mensyaratkan standar minimal RON 91.

Nicke memaparkan, saat ini masih ada dua produk di bawah RON 91 yang masih dijual yakni Ron 88 ( Premium) dan RON 90 ( Pertalite).

"Kita akan mencoba melakukan pengelolaan hal ini karena sebetulnya premium dan pertalite ini porsi konsumsinya paling besar," kata Nicke.

Menurut dia, hanya tinggal 7 negara yang masih menjual produk gasoline di bawah RON 90 yakni Bangladesh, Colombia, Mesi4r, Mongolia, Ukraina, Uzbekistan, dan Indonesia.

Padahal sebut Nicke, Indonesia masuk dalam kelompok negara yang memiliki GDP 2.000 dollar AS hingga 9.000 dollar AS per tahun.

Berdasarkan klasifikasi tersebut, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang memasarkan jumlah jenis produk BBM paling banyak yakni 6 jenis produk.

"Jadi itu alasan yang paling penting kenapa kita perlu mereview kembali varian BBM ini, karena benchmark 10 negara seperti ini," kata Nicke.

Di sisi lain, CEO Subholding Commercial and Trading Pertamina Mas'ud Khamid mengungkapkan, memang terjadi penurunan penjualan produk Premium sejak awal tahun 2019 hingga pertengahan 2020.

"Daily sales premium di awal 2019 di kisaran 31.000 hingga 32.000 kiloliter per day, Pertamax sekitar 10.000 kiloliter artinya penjualan premium tiga kali penjualan pertamax," terang Mas'ud.

Adapun, memasuki Agustus 2020, penjualan premium menunjukkan tren penurunan menjadi sebesar 24.000 kiloliter per hari sementara Pertamax meningkat menjadi 11.000 kiloliter per hari.

Mas'ud melanjutkan, proyeksi penjualan ke depannya penjualan premium akan semakin menurun volumenya.

Baca: Di Tengah Pandemi Pertamina Tetap Jaga Ketersediaan Energi, Bersama Lebih Dari 1,2 Juta Pekerja

"Pada 2024 penjualan volume gasoline sekitar 107.000 kiloliter per hari. Premium dari 24.000kiloliter per hari menjadi 13.800 kiloliter per hari," ujar Mas'ud.

Sebanyak 50 Kapal Perang Rusia Terobos Masuk Wilayah Amerika, US Navy Siaga Tingkat Tinggi

Di sisi lain, Anggota Komisi VII DPR RI Paramitha Widya Kusuma mempertanyakan kesiapan kilang Pertamina seandainya jadi melakukan penyederhanaan varian produk BBM.

"Terkait penghapusan Premium dan Pertalite, bagaimana nanti kesiapan Kilang Pertamina untuk konfigurasi tersebut," ujar Paramitha dalam kesempatan yang sama. 

Bagaimana komentar Ahok?

Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok diangkat sebagai Komisaris Utama Pertamina pada Senin, 25 November 2019.

Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mendatangi gedung Kementerian BUMN pada Senin (25/11/2019), pukul 09.20 WIB.

Kedatangan Ahok ke Kementerian BUMN untuk menerima SK sebagai Komisaris Utaram Pertamina.

Bergabungnya Ahok ke Pertamina ini diharapkan mampu membawa perusahaan milik negara tersebut menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Namun, saat ini yang Pertamina berniat untuk menghapus Premium ( bensin ) dan Pertalite.

Bagaimana tanggapan Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina atas rencana ini?

"Komisaris dukung sesuai aturan dan kepentingan masyarakat," ungkapnya melalui pesan singkat seperti dikutip dari CNBC Indonesia, pada Selasa (01/09/2020).

Rugi Rp 11 Triliun

PT Pertamina menjadi sorotan kembali. Hal ini menyusul langkah Pertamina mengkaji kemungkinan menghapus Pertalite dan Premium dari pasaran.

Sebelumnya, Pertamina juga menjadi sorotan karena mengalami kerugian sebesar Rp 11 Trilun di semester I-2020.

Kerugian yang dialami Pertamina itu dikait-kaitkan dengan kinerja Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Berikut rangkuman berita terbaru Pertamina sebagaimana dihimpun Tribunnews.com, Selasa (1/9/2020):

1. Kaji Hapus Pertalite dan Premium dari Pasaran

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati (KOMPAS.com/YOGA HASTYADI)

Pertamina mempertimbangkan untuk menghapus dua jenis BBM, yakni Pertalite dan Premium.

Hal itu mengemuka saat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara PT Pertamina dengan Komisi VII DPR RI pada Senin (31/8/2020) kemarin. 

Dikutip dari Kontan.co.id, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan rencana penghapusan Pertalite dan Pertamax sebagai penerapan penggunaan BBM yang ramah lingkungan sesuai diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 20 Tahun 2019 yang mensyaratkan standar minimal RON 91.

Menurut Ricke, dari sekitar produk BBM yang dijual Pertamina, ada dua produk yang RON-nya dibawah 91, yakni Ron 88 (Premium) dan RON 90 (Pertalite).

"Kita akan mencoba melakukan pengelolaan hal ini karena sebetulnya premium dan pertalite ini porsi konsumsinya paling besar," kata Nicke, Senin (31/8/2020)

Nicke melanjutkan, hanya tinggal 7 negara yang masih menjual produk gasoline di bawah RON 90, yakni Bangladesh, Kolombia, Mesir, Mongolia, Ukraina, Uzbekistan dan Indonesia.

Menurutnya, padahal Indonesia masuk dalam kelompok negara yang memiliki GDP US$ 2.000 hingga US$ 9.000 per tahun.

Berdasarkan klasifikasi tersebut, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang memasarkan jumlah jenis produk BBM paling banyak, yakni 6 jenis produk.

"Jadi itu alasan yang paling penting kenapa kita perlu mereview kembali varian BBM ini, karena benchmark 10 negara seperti ini," kata Nicke.

2. Rugi Rp 11 Triliun di Semester Pertama 2020

VP Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman menjelaskan penyebab Pertamina mengalami kerugian sebesar Rp 11,327 triliun.

Menurut Fajriyah, sepanjang semester I 2020, Pertamina menghadapi triple shock, yakni penurunan harga minyak mentah dunia, penurunan konsumsi BBM di dalam negeri, serta pergerakan nilai tukar dolar.

“Pandemi Covid 19, dampaknya sangat signifikan bagi Pertamina. Penurunan demand, depresiasi rupiah, dan juga crude price yang berfluktuasi yang sangat tajam membuat kinerja keuangan kita sangat terdampak,” ujarnya dalam keterangan, Senin (24/8/2020).

Menurut Fajriyah, penurunan demand tersebut terlihat pada konsumsi BBM secara nasional yang sampai Juni 2020 hanya sekitar 117 ribu kilo liter (KL) per hari atau turun 13 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2019 yang tercatat 135 ribu KL per hari.

Saat pemberlakuan PSBB konsumsi BBM anjlok sampai 50-60 persen di kota-kota besar.

“Pertamina tetap optimis sampai akhir tahun akan ada pergerakan positif sehingga diproyeksikan laba juga akan positif, mengingat perlahan harga minyak dunia sudah mulai naik dan juga konsumsi BBM baik industri maupun retail juga semakin meningkat,’ ujar Fajriyah.

3. Setelah Rugi Rp 11 Triliun, Pertamina Raup Laba Rp 5,9 Triliun dalam Sebulan

Ilustrasi (IST)

Setelah mengalami kerugian sebesar Rp 11 Triliun di semester pertama 2020, Pertamina berhasil meraup laba di bulan Juli 2002. 

Vice President Corporate Communications Pertamina, Fajriyah Usman, melaporkan, penjualan seluruh produk sebesar 6,9 juta Kilo Liter (KL) atau meningkat 5 persen dibandingkan Juni 2020, sebesar 6,6 juta KL.

Sementara, dari sisi nilai penjualan, pada Juli berada di kisaran 3,2 miliar dollar AS, naik 9 persen dari bulan sebelumnya yang mencapai 2,9 miliar dollar AS.

"Kinerja kumulatif Juli juga sudah mengalami kemajuan dan lebih baik dari kinerja kumulatif bulan sebelumnya," katanya, dalam keterangan tertulis, Jumat (28/8/2020) sebagaimana dikutip dari Kompas.com 

Dengan adanya perbaikan tersebut, Fajriyah mengklaim pihaknya mampu memperbaiki kondisi keuangan perseroan yang mengalami kerugian sebesar 767 juta dollar AS, atau setara Rp 11,2 triliun (asumsi kurs Rp 14.600 per dollar AS), pada paruh pertama tahun ini.

"Mulai Mei berlanjut Juli, dan ke depannya, kinerja makin membaik. Dengan Laba Bersih (unaudited) di Juli sebesar 408 juta dollar AS (Rp 5,9 triliun), maka kerugian dapat ditekan dan berkurang menjadi 360 juta dollar AS atau setara Rp 5,3 triliun," kata Fajriyah.

Lebih lanjut, Fajriyah mengakui, tidak mudah untuk mendongkrak kembali kinerja keuangan perseroan. Namun berbagai langkah strategis akan dilakukan untuk merealisasikan hal tersebut.

"Kami melakukan renegosiasi kontrak, memitigasi rugi selisih kurs, tetap menjalankan operasional dan investasi untuk mempertahankan produksi hulu, meningkatkan strategi marketing dengan program diskon dan loyalty customer untuk meningkatkan pendapatan, me-review dan memperbaiki model operasi kilang dan lain-lainnya," ucapnya.

4. Politikus PKS Singgung Pernyataan Ahok

Terkait kerugian yang dialami Pertamina di semester I-2020, Wakil Ketua Fraksi PKS Bidang Industri dan Pembangunan, Mulyanto mempertanyakan kinerja Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai Komisaris Utama PT Pertamina.

Menurutnya, selama Ahok menjabat sebagai komisaris utama, Pertamina nyaris tidak memiliki prestasi yang layak dibanggakan.

Justru sebaliknya, banyak keanehan dan kejanggalan yang begitu jelas dilihat masyarakat.

"Pekan lalu kita dengar kabar Pertamina tidak masuk daftar Fortune Global 500. Sekarang yang terbaru Pertamina rugi Rp 11,13 triliun di semester pertama tahun 2020," kata Mulyanto, Rabu (26/8/2020).

Mulyanto menegaskan kondisi tersebut jelas harus jadi perhatian pemerintah.

Jangan terus dibiarkan dan menunggu Pertamina mengalami kondisi yang lebih parah.

"Mau sampai kapan membiarkan Pertamina babak belur seperti ini?" kata Mulyanto.

Baju batik Ahok yang dilelang oleh BenihBaik.com untuk membantu warga terdampak Covid-19 di Indonesia. (today.co.id)

Anggota Komisi VII DPR RI ini mempertanyakan kerja Ahok selama bergabung di Pertamina.

Sebagai Komisaris Utama Pertamina, Ahok harusnya mampu melakukan pengawasan agar perusahaan yang dipimpinnya lebih baik.

Dengan kewenangan yang dimiliki dan dukungan politik memadai sebenarnya Ahok punya kesempatan lebih besar membenahi Pertamina.

Apalagi menjelang pengangkatan dirinya menjadi Komisaris Utama, mantan Gubernur DKI itu sesumbar bisa memperbaiki Pertamina.

"Waktu itu Ahok bilang, merem saja Pertamina sudah untung. Asal diawasi. Nah kalau sekarang Pertamina rugi, artinya apa? Apa Ahok tidak mengawasi. Kok nyatanya Pertamina bisa rugi," ujar Mulyanto.

Secara teori, kata Mulyanto, di semester pertama tahun 2020 ini Pertamina harusnya untung.

Sebab di saat harga minyak dunia anjlok ke angka yang paling rendah sepanjang sejarah, Pertamina tidak menurunkan harga BBM sedikit pun.

Termasuk harga BBM non-subsidi yang harganya mengikuti harga minyak dunia.

"Secara perhitungan kasar, Pertamina harusnya untung besar," ujar Mantan Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian era Presiden SBY ini.

Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul Penghapusan Premium dan Pertalite kembali berhembus, begini penjelasan bos Pertamina

 

Berita Terkini