Ketika Mahasiswa di Kota Kupang Tuntut Kebebasan Pers Dalam Momentum HPN 2020
POS-KUPANG.COM | KUPANG -- Peringatan Hari Pers Nasional (HPN), yang jatuh pada 9 Februari setiap tahunnya diperingati dengan berbagai cara di Indonesia.
Bagi sejumlah mahasiswa di Kota Kupang, HPN diperingati dengan menggelar mimbar bebas di depan Pasar Kasih, Naikoten, Kota Kupang, Senin (10/2/2020) sore.
Tergabung dalam Komite Aksi Mahasiswa untuk Demokrasi (Komrade), sejumlah mahasiswa ini mengangkat tema aksi 'Buka Ruang Demokrasi untuk Pers dan Kemerdekaan Berpendapat, Berkumpul, Berekspresi dan berserikat'.
Aksi masa ini terbilang unik, tidak seperti biasanya, para mahasiswa melakukan aksi tanpa mengenakan baju.
Tidak hanya itu, di tubuh mereka pun tertulis huruf berwarna hitam dan membentuk kata 'Lawan!'. Kata ini akan terlihat jelas saat mereka berbaris rapi.
Saling berganti, mereka melakukan orasi politik mengecam kriminalisasi dan represi yang dialami wartawan saat meliput peristiwa di berbagai tempat di Indonesia.
Seorang masa aksi dalam orasi menjelaskan, aksi tidak mengenakan baju merupakan bentuk simbolis bahwa kebebasan pers saat ini tengah 'ditelanjangi'.
"Di sini, kami melakukan aksi dengan membuka baju di depan masyarakat, bukannya kami tidak sopan atau tidak punya etika, akan tetapi ini cara kami membuka baju, ingin menunjukkan kepada masyarakat Kota Kupang bahwa hari ini wartawan atau jurnalis hari ini telah ditelanjangi oleh penguasa," katanya
"Ini menunjukkan bahwa independensi pers sedang ditelanjangi," tambahnya.
Di lain sisi, pengekangan terhadap kerja pers ditunjukkan juga dengan aturan yang ada di mana pasal pencemaran nama baik dalam KUHP menjadi 'senjata' ampuh mengkriminalisasi wartawan saat menulis kritikan terhadap oknum tertentu.
"Bahkan ada pasal yang melarang pers meliput sidang DPR. Ini aturan yang membatasi kerja pers dalam RKUHP yang terbaru," paparnya.
Sementara itu, angka kasus kekerasan terhadap wartawan pun semakin naik dari tahun ke tahun.
Dijelaskannya, berdasarkan catatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dari Mei 2017, sampai tahun 2018, terdapat sebanyak 75 kasus kekerasan terhadap wartawan.
Sebanyak 24 kasus diantaranya dilakukan oleh aparatur negara dan 26 kasus kekerasan terhadap wartawan dilakukan Aparat terhadap jurnalis pada Januari hingga Agustus 2019. Belum termasuk kasus kekerasan dalam peliputan unjuk rasa pada tanggal 23-24 Agustus 2019. Dan 6 lainnnya tersebar di Makasar dan Jayapura.