Renungan Harian Protestan, Jumat 5 Juli 2019
Oleh Pdt. Dr. Mesakh A.P. Dethan, MTh, MA
--
Tegaknya Hukum karena Orang Takut Tuhan dan Cinta Sesama
Orang sering menyangka bahwa tegaknya hukum dan keadilan karena hakimnya jujur dan berintegritas. Jika kita berpikir seperti ini maka kita keliru.
Tegaknya hukum dan keadilan bukan bergantung pada hakim, tetapi bergantung kepada Tuhan.
Sepanjang para hakim takut Tuhan, dan sepanjang masyarakat banyak sepakat bahwa hukum dan keadilan harus ditegakkan, maka hukum dan keadilan akan dinikmati banyak orang, jika tidak maka hukum dan keadilan hanya tontonan sandiwara dan lelucon saja.
Firman Tuhan dalam Ulangan 16:18-20 pada intinya mau menekankan bahwa tegaknya keadilan dan terjaminanya kepastian hukum adalah tanggung jawab semua orang beriman dan atas kehendak Tuhan sendiri.
Negara yang sehat, masyarakat yang makmur dan komunitas hidup bersama yang bermartabat hanya akan tercipta kalau semua pihak dan juga para hakim sebagai eksekutor keadilan dan para petugas penegak hukum taku akan Tuhan dan mereka semua tidak bertindak sebagai para “makelar” dan “preman-perman” dan memperlakukan klien mereka sebagai ATM untuk memperoleh keuntungan pribadi.
18 "Hakim-hakim dan petugas-petugas haruslah kauangkat di segala tempat yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu, menurut suku-sukumu; mereka harus menghakimi bangsa itu dengan pengadilan yang adil. 19 Janganlah memutarbalikkan keadilan, janganlah memandang bulu dan janganlah menerima suap, sebab suap membuat buta mata orang-orang bijaksana dan memutarbalikkan perkataan orang-orang yang benar. 20 Semata-mata keadilan, itulah yang harus kaukejar, supaya engkau hidup dan memiliki negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu
Dalam teks Ulangan 16:18-20 ini Nabi Musa diminta Tuhan untuk mengangkat para hakim yang adil untuk menjalankan kehendak Tuhan, bagi semua suku Israel.
Karena tidak mungkin Musa dapat sendiri bekerja bagi bangsa Israel yang makin banyak itu. Hal ini untuk mencegah berbagai penindasan dan ketidakadilan di tengah-tengah masyarakat Israel yang bisa saja dilakukan para elit politik waktu itu. Penindasan dan ketidakadilan bertentangan dengan kebaikan, kasih dan kebenaran Allah.
Setiap orang yanggampang menerima suap dan mengadili dengan mempermainkan standar hukum dan kebenaran, tidak hanya melanggar hukum peradilan, tetapi juga melawan Allah. Karena itu, para hamba peradilan diminta agar khusus menjaga diri dari menerima suap, sebab suap membutakan mata orang-orang bijaksana dan orang-orang benar Ulangan 16: 19.
Para hamba peradilan dan penegak hukum menduduki kehormatan mewakili Allah. Sepatutnya bahwa wibawa Allah dan kebenaran dihormati oleh mereka. Mereka bertanggungjawab untuk menjamin peradilan yang adil dan benar bagi seluruh bangsa ( Ulangan 16: 18,20).
Firman Tuhan ini bisa juga menjadi cermin untuk kita mengevaluasi perjalanan bangsa kita Indonesia tercinta ini, dimana apakah akan terus terpuruk keadaan bangsa kita karena praktik-praktik ketidakadilan dan suap.
Selama orang tidak segan-segan melakukan ketidakadilan, berarti mata mereka buta dan tak berhikmat menegakkan keadilan.
Banyak contoh dimana para oknum hakim dan oknum jaksa dan para oknum penegak hukum ditangkap KPK karena menerima suap dalam berbagai-bagai kasus dan perkara.
Pernah terjadi hampir seluruh anggota dewan yang terhormat disebuah kota seluruhnya diputuskan bersalah dan harus ditahan.
Dalam Kitab Ulangan 16: 20 ditegaskan bahwa “Semata-mata keadilan, itulah yang harus kau kejar, supaya Engkau hidup dan memiliki negeri yang diberikan kepadamu oleh Tuhan Allahmu”.
Mencari makan dan minum adalah perlu, meningkatan ekonomi dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat adalah kebajikan, tetapi jika hal-hal itu dilakukan tanpa mempertimbangkan nilai-nilai etis, maka ruang kehidupan di dunia nyata kita justru akan menjadi semacam medan pertempuran dan arena saling membunuh di antara para pelaku ekonomi.
Di Indonesia kita punya banyak kasus di mana hukum dipakai untuk mendiskriminasi satu kelompok, mayoritas menindas yang minoritas; hukum tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas.
Ini yang membuat apa yang dicita-citakan dalam sila ke-5 Pancasila masih jauh dari harapan.
Dalam situasi ini semua orang yang sudah cukup makan dan minum pun tetap merasa kehidupan bangsanya belumlah makmur dan masyarakatnya belumlah sejahtera.
Jadi masyarakat, apa lagi lembaga keagamaan tidak boleh sekedar terpesona dengan slogan-slogan pembangunan untuk meningkatkan ekonomi dan memperbaiki pendapatan rakyat.
Slogan-slogan itu harus diperiksa apakah dilakukan dengan menjaga nilai keadilan dan prinsip kesetaraan dalan hukum, ataukah hanya janji palsu dan bohon serta semacam retorika belaka.
Kalau yang terakhir ini tidak ada, maka janganlah banyak bermimpi tentang kesejahteraan masyarakat banyak.
Berlaku Adil harus dimulai dari dalam keluarga, di tempat kerja, di pasar, di ruang peradilan dan dimana saja, sebagai suatu bentuk bukan hanya karena sekedar taat hukum dan aturan, tetapi terutma takut Tuhan dan mengasihi sesama.
Karena tegaknya hukum karena orang takut Tuhan dan mencintai sesamanya dan bukan pada dirinya sendiri.
********