Renungan Harian

Renungan Harian Kristen Protestan Jumat 21 Juni 2019, "Suam-suam Kuku"

Editor: Eflin Rote
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pdt Dina Dethan Penpada MTh

Renungan Harian Kristen Protestan

Jumat 21 Juni 2019

Oleh Pdt Dina Dethan Penpada MTh

Wahyu 3:14-22

--

"Suam-suam Kuku"

Saudara…

Laodikia adalah sebuah kota yang kaya bahkan sangat kaya, terkenal dalam hal perbankan, keuangan dan pengobatan. Ada salep mata yang sangat manjur vang dihasillkan Laodikia.

Tahun 6 M Laodikia pernah terkena gempa yang menyebabkan kehancuran setengah kota tersebut. Tapi Laodikia menolak bantuan dan memperbaiki kotanya sendiri.

Namun kota ini mengalamikesuaman iman, karena itu dalam ayat 16 Tuhan mengatakan mereka mengalami suam-suam kuku. Tidak panas, tidak dingin. Dan Tuhan menegur mereka dengan keras, bahwa ia akan memuntahkan mereka.

Mengapa Tuhan Allah begitu marah dengan situasi itu. Padahal dari satu sisi kita bisa menilai bahwa ini tipe jemaat yang aman. Tidak rajin sekali, tidak aktif sekali, tapi juga tidak malas sekali. Di tengah-tengah.

Tapi mengapa justru sikap ini tidak disukai Tuhan? Karena kalau diibaratkan, maka mereka yang dingin itu belum mengenal Tuhan atau tidak mengakui Tuhan.

Tetapi yang suam-suam kuku ialah kelompok orang yang sudah tau Tuhan, mengaku percaya pada Tuhan tapi masa bodoh. Ini yang bahaya.

Dalam ayat 20 malah dikatakan: Aku berdiri di muka pintu dan mengetuk jikalau ada orang yang membukakan, maka aku akan masuk, mendapatkannya.

Dan aku akan makan bersama-sama dengan dia dan ia bersama-sama dengan Aku.

Dalam hubungan dengan mengetuk pintu, saya ingin kita membayangkan kembali pintu-pintu rumah kita.

Pintu-pintu rumah kita saat ini, pasti ada sepasang gagang pintu yang membantu kita membukanya. Kecuali pintu-pintu tertentu ( di bank-bank atau pintu yang rusak atau pintu zaman dulu).

Gagang pintu itu membantu kita untuk tidak terlalu repot, karenakitadapatmenyuruhataumempersilahkan orang tersebut membukanyasendiri. Tapi menurut ceritera, pintu-pintu pada zaman Yesus, gagangnya ada di bagian dalam, karena itu ketika ada yang ketuk, mesti orang yang beradadi dalam rumahlah yang dapatmembukanya, sedangkan orang luar tidak bisa.

Karena itu kalau orang darí luar ketuk dari pagi sampai malam, tapi kalau yang di dalam tidak buka, maka selamanya pintu itu tidak akan terbuka.

Ini juga menjadi simbol atau lambang, bahwa ketika Yesus mengetuk hati kita, gagangnya ada di dalam diri kita. Mau buka atau tidak, kita yang putuskan.

Bagaimana dengan kita saat ini? kerohanian kita sudah suam-suam kuku. Salah satu tanda kita sudah suam-suam kuku adalah kalau kita sudah kehilangan gairah akan perkara-perkara rohani. Kita hanya ke gereja karena kewajiban. Kalau kita bergairah pasti kita akan senang ke gereja.

Apakah kita masih bergairah untuk mendapatkan cintanya Tuhan. Apakah kita masih rela berkorban untuk Tuhan. Apakah kita terhadap masih terbuka firman Tuhan.

Saat ini, tampaknya kita perlu menambahkan istilah baru untuk sejumlah besar orang yang mengaku percaya kepada Allah, tetapi tidak peduli akan Allah dalam kehidupan sehari-hari mereka. Sepatutnya mereka disebut orang-orang apateis.

Kata ini terbentuk dari kata benda apati yang berarti "kemasabodohan", yaitu suatu bentuk ketidakpedulian.

Dan sayangnya kepercayaan apa pun yang dianut seseorang, ia tetap hidup sebagai orang "apateis". Imannya hanya menghasilkan perbedaan kecil dalam perilakunya.

Kita juga tergolong orang yang melakukan dosa, kalau kita tau sesuatu itu baik, tetapi kita tidak lakukan. Kalau ada orang celaka, kita yang liat tidak membantu, kita disalahkan. Itu sama dengan iman jemaat di Laodikia, tau tapi tidak mau lakukan.

Tuhan menolong kita agar tetap bergairah dalam Tuhan. Amin.

Berita Terkini