Salam Pos Kupang

Lahan Basah dan Kering

Penulis: Benny Dasman
Editor: Ferry Jahang
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi proyek fiktif

Lahan Basah dan Kering

DI KANTOR pemerintah kerap terdengar istilah lahan basah dan kering. Kantor yang memiliki banyak megaproyek bernilai miliaran rupiah disebut lahan basah.

Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) misalnya.

Kantor yang proyek tahunannya hanya bermain di angka ratusan juta, bahkan hanya puluhan juta, disebut lahan kering.

Tak ada untungnya ketika menangani proyek tersebut. Maklum yang diburu adalah uang.

Dalam menangani proyek infrastruktur, misalnya, atau proyek-proyek lain yang 'basah' kerap terdengar 'permainan' atau 'pengaturan' alias bagi-bagi jatah.

Antara penguasa proyek dengan oknum yang mengaku memperjuangkan proyek itu.

Misalnya terakomodir dalam anggaran belanja daerah. Jatah untuk oknum dewan, misalnya, sudah diploting saat tim anggaran pemerintah daerah (TPAD) eksekutif dan legislatif melakukan pembahasan anggaran tahun sebelumnya. Itu pasti.

'Pengaturan' atau 'pengendalian' proyek biasanya dilakukan untuk kolega, biasanya kalangan nonkontraktor, termasuk tim sukses.

Modus 'permainan' proyek lazimnya dengan sistem penunjukan langsung. Ketika ada yang menanyakan proyek dimaksud jawaban sang penguasa sudah habis.

Untuk bisa mendapatkan proyek dengan penunjukan langsung, oknum kontraktor harus pintar-pintar berkolaborasi dengan cara lobi-lobi.

Lazimnya menggunakan uang pelicin antara tujuh sampai 20 persen dari pagu anggaran.

Aroma 'permainan' dalam proyek bukan barang baru dan selalu ada. Ada kekhawatiran dari perusahaan atau kontraktor yang tidak memiliki koneksi dengan pihak tertentu.

Mereka ingin bekerja sesuai aturan yang berlaku. Di sisi lain, pejabat pengambil kebijakan di dinas tidak tegas menyikapi masalah tersebut.

Bahkan justru kebingungan dengan ulah sebagian pihak yang selalu meminta jatah dengan alasan aspirasi. Alasan itu menjadi hal yang tidak asing lagi.

Modus lainnya menggunakan 'bendera' perusahaan lain untuk memenangi proyek. KPK sering mengungkapkan kasus-kasus seperti ini pada momen-momen pascapilkada.

Membalas jasa tim-tim sukses. Ada pembagian peran dalam pertemuan dengan tim sukses, khususnya dalam pengelolaan proyek-proyek dengan menyamarkan identitas.

Kalaupun tidak langsung mendapat proyek melalui pinjam 'bendera', tim-tim sukses ada yang bertugas menerima fee proyek. Pendasarannya balas budi.

Bisanya proyek yang rentan 'dibagi-bagikan' antara lain yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) infrastruktur APBN.

'Aroma' pengaturan, permainan serta bagi-bagi proyek juga terjadi di NTT.

Bahkan seperti yang disinyalir Bupati Timor Tengah Selatan (TTS), Epy Tahun, ada oknum luar pemerintahann yang mengendalikan dan mengatur proyak pada tiga instansi di kabupaten itu pada tahun 2018 lalu. Wallahualam!

Berita Terkini