Cerita ABK Kapal Terbakar di Muara Baru, Bingung tak Ada Kerjaan Sampai Berutang Sama Bos

Editor: Kanis Jehola
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Salah satu bangkai kapal Muara Baru yang belum di relokasi ke Dermaga Utara. Bangkai kapal tersebut masih berada di dermaga barat, Muara Baru, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (26/2/2019).

Cerita ABK Kapal terbakar di Muara Baru, Bingung tak Ada Kerjaan Sampai Berutang Sama Bos

POS-KUPANG.COM | JAKARTA - Pasca- kebakaran di Pelabuhan Muara Baru, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara pada Sabtu (23/2/2019) lalu, beberapa anak buah kapal ( ABK ) yang kapalnya terbakar mengeluhkan nasib mereka.

"Teman-teman banyak yang sudah balik kampung. Tapi saya bingung di kampung enggak ada kerjaan. Sementara bertahan di sini dulu sambil cari-cari kapal yang masih butuh orang," ujar salah seorang ABK dari kapal Pinggiran Cumi, Sardi (25) kepada Kompas.com, Selasa (26/2/2019).

Tawuran Kembali Terjadi di Jalan Sultan Agung, Begini Penjelasan Kapolsek Metro Setiabudi

Sardi mengatakan, biasanya jika ia melaut, dalam satu bulan bisa mendapatkan uang Rp 2,5 juta. Sedangkan saat ini karena kapalnya terbakar, ia tak punya pendapatan.

Misbach (39), awak kapal Kerapu A1 mengeluhkan hal serupa. Namun ketika tidak melaut, ia masih mendapatkan uang makan Rp 50.000 per hari.

KPU Laporkan Dugaan Hoaks E-KTP WNA China ke Polisi, Viryan Azis: Kita Serahkan ke Ahli

"Kalau melaut, uang makan kan ditanggung sama kapal, terus dapat bonus karena tangkapan. Jadi masih bisa kirim uang ke rumah karena gaji per bulan ada terus. Kalau sekarang gaji cuma uang makan, sehari buat diri sendiri saja sudah habis," katanya.

Ia mengaku jika kapal tidak terbakar, sekali berlayar dalam waktu 100 hari bisa mendapatkan kurang lebih Rp 8 juta.

"Meskipun kalau dihitung per bulan sebenarnya dapatnya juga cuma Rp 2,5 juta, tapi perkara makan sudah enggak mikir karena ditanggung kapal. Jadi, uang bisa sepenuhnya buat keluarga," paparnya.

Rekan Misbach, Kamil (35) bercerita, selama kapal tidak berlayar cara paling tepat adalah dengan berutang.

"Ya mau enggak mau utang sama bos. Nanti potong gaji ketika berlayar. Jadi ya kami sebenarnya belum tentu sekali berlayar terima uang, kalau utangnya banyak ya gaji buat bayar uutang dulu," cerita Kamil.

Baik Sardi, Misbach, dan Kamil termasuk kurang beruntung. Pasalnya, jika tidak terbakar, kapal mereka sudah siap berlayar.

"Kapal saya harusnya berangkat minggu ini, tapi ya namanya musibah, kita enggak tahu," celetuknya.

Sedangkan Misbach dan Kamil mestinya berlayar bulan ini. Keduanya juga sudah satu tahun dua bulan tidak berlayar karena kapal tempatnya bekerja menunggu Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) keluar dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

"Ketika SIPI sudah ada, solar sudah diisi, perbekalan sudah siap, eh malah kapal terbakar," sesal Misbach.

Sebelumnya, Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti mengatakan, dari 34 kapal terbakar, 10 di antaranya ilegal atau tak berizin.

Sedangkan Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Muhammad Zulficar menyebutkan, SIPI tidak akan lama keluar jika segala persyaratan sudah terpenuhi seperti Laporan Kegiatan Usaha (LKU) dan Laporan Kegiatan Tangkapan (LKP) sesuai. (Kompas.com)

Berita Terkini