Opini Pos Kupang

English Day di NTT, Sebuah Apresiasi

Editor: Ferry Jahang
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bahasa Inggris

English Day di NTT
(Sebuah Apresiasi)

Oleh : John Mai
Alumnus STFK-Ledalero
Tinggal di Melbourne-Australia

PADA Rabu 30 Januari, gubenur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Bungtilu
Laiskodat mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 56 Tahun 2018 tentang Penetapan Hari Berbahasa Inggris (English Day).

Ada pun beberapa tujuan dari Pergub:

Pertama, menjadikan Bahasa Inggris sebagai salah satu medis komunikasi dalam aktivitas perkantoran, maupun kehidupan sehari-hari di seluruh wilayah NTT.

Kedua, meningkatkan komptensi Bahasa Inggris bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN), karyawan swasta dan seluruh komponen masyarakat NTT.

Ketiga, menyiapkan sumber daya manusia NTT yang cakap dan mampu dalam menggunakan Bahasa Inggris.

Walaupun mempunyai tujuan yang baik, Pergub ini menuai pro dan kontra. Pihak yang kontra dengan Pergub pertama-tama datang dari DPRD.

Mereka mempertanyakan landasan hukum Pergub ini. Menurut mereka Pergub ini justru melanggar hukum, UUD 1945 dan UU tentang Bahasa Indonesia.

Lebih lanjut, kritikan datang dari Kantor Bahasa NTT. Melalui kepala kantornya, Valentina Lovina Tanate, meminta Gubernur Viktor Laiskodat meninjau kembali Pergub tentang penggunaan Bahasa Inggris tiap hari Rabu.

"Jadi kita berikan masukan bagi pemerintah daerah. Tugas pokok dan fungsi kami adalah menjaga agar bahasa negara yakni Bahasa Indonesia perlu dijunjung tinggi," katanya kepada Pos-Kupang. Com, Sabtu (2/2/2019) malam.

Kritikan lain datang dari kalangan akademisi perihal implementasi Pergub. Menurut Ketua Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) Kupang, Naniana N Benu, SPd, MHum, masyarakat NTT belum siap untuk menggunakan Bahasa Inggris.

Berani Memulai

Kegagalan terbesar dalam hidup adalah ketakutan untuk memulai. Langkah pertama
adalah penentuan bagi langkah-langkah selanjutnya.

Hemat penulis, Gubernur Viktor adalah seorang yang tidak takut untuk memulai. Pergub No. 56 adalah bukti bahwa dia berani memulai sesuatu yang baru. Penulis setuju dengan beberapa pendapat tentang persoalan implementasi.

Mayoritas masyarakat NTT berprofesi sebagai petani di mana Bahasa Inggris bagi mereka adalah bahasa asing yang sama sekali tidak dimengerti. Namun, jika hal ini menjadi landasan, maka kapan kita bisa memulai sesuatu baru?

Penulis sependapat dengan Naniana N Benu yang secara jujur mengatakan
masyarakat NTT belum siap untuk berbahasa Inggris. Namun, kapan masyarakat NTT siap berbahasa Inggris jika tidak dimulai dari sekarang.

Pergub No. 56 adalah sebuah tahap persiapan bagi masyarakat NTT dalam berbahasa Inggris, oleh karena itu perlu diberi apresiasi dan dukungan.

Perubahan sebuah peradaban manusia itu tidak seumur jagung yang sudah diprediksi
kapan waktu panennya. Peradaban selalu melalui proses panjang yang membutuhkan waktu.

Hal terpenting dari sebuah peradaban baru adalah penggagas yang berani untuk memulai. Harapan untuk NTT yang maju terutama dalam sektor pariwisata, harus dimulai dari sekarang.

Pergub No. 56 adalah salah satu jalan dan cara menuju NTT yang lebih maju.

Urgensitas

Bahasa Inggris andalah bahasa internasional. Pergub tentang penggunaan Bahasa
Inggris sama sekali tidak mengeliminasi Bahasa Indonesia atau bahasa daerah.

Pergub ini adalah sebuah cara agar masyarakat NTT mempunyai wawasan global. Pergub ini adalah langkah awal untuk membuka tirai bagi anak-anak NTT agar melihat dunia secara lebih luas.

Bahasa Indonesia dan bahasa daerah sangat penting bagi masyarakat NTT. Hal ini
bukan berarti Bahasa Inggris tidak penting.

Salah satu cara agar anak-anak NTT tidak terhanyut dalam gelombang dahsyat globalisasi dan persaingan internasional, berbahasa Inggris adalah sesuatu yang signifikan.

Viktor Laiskodat adalah seorang visioner yang tidak hanya melihat NTT dalam bingkai waktu saat ini saja, tetapi ia melihat nasib anak-anak NTT di masa yang akan datang.

Pada saat sekarang, mungkin bagi kebanyakkan orang, Pergub tentang berbahasa Inggris adalah sesuatu yang tidak mungkin untuk diimplementasikan bahkan tidak sedikit meme lucu beredar di sosial media.

Namun, bagi penulis Pergub tentang berbahasa Inggris adalah sesuatu yang urgen yang harus ditanggapi secara serius oleh setiap lapisan masyarakat terutama bagi orang tua dan guru dalam mendidik generasi muda.

Sebab kita tidak mampu menjadi masyarakat yang aktif dan partisipatif tanpa bahasa. Demikian kita tidak akan pernah mampu menjadi masyarakat dunia tanpa adanya kemampuan berbahasa Inggris.

Implementasi dan Kontrol

Semua pihak menginginkan Pergub Nomor 56 tidak hanya tersimpan rapi di dalam
lemari, tetapi harus diimplementasikan. Jika Pergub ini diimplementasikan kepada semua masyarakat NTT maka itu menjadi hal yang mustahil.

Sulit dibayangkan misalnya seorang ibu yang makan sirih-pinang dari pendalaman Malaka atau dari kampung Detukeli-Lio dipaksa untuk berbicara Bahasa Inggris.

Pada titik ini konteks penggunaan Bahasa Inggris menjadi penting. Berbahasa tanpa memperhatikan konteks adalah ironi.

Adalah sebuah kewajiban bagi ASN untuk menggunakan Bahasa Inggris pada setiap
hari Rabu adalah hal yang baik. Namun, dalam konteks pelayanan masyarakat kecil dan sederhana, penggunaan Bahasa Inggris sama sekali tidak efektif.

Pertanyaannya, Pergup nomor 56 untuk siapa? Hemat penulis, Pergub ini menjadi relevan dan dapat dimplementasikan jika Pergub ini diarahkan kepada ASN, pekerja swasta dan lingkungan akademik atau dunia pendidikan.

Walaupun dalam konteks ASN dan pekerja swasta, Bahasa Inggris adalah sesuatu
yang tidak mudah untuk diaplikasikan. Adalah sebuah fakta bahwa tidak semua ASN dan pekerja swasta mampu berbahasa Inggris.

Namun sebagai langkah awal, adalah sebuah keharusan bagi ASN terutama bagi mereka yang mengabdi di lembaga pendidikan harus berbahasa Inggris. Mereka harus menjadi contoh bagi generasi muda dalam berbahasa Inggris.

Hemat penulis, mimpi Gubernur Viktor tidak akan menjadi ilusi, apabila Pergub ini
diarahkan kepada lembaga pendidikan. Belajar Bahasa Inggris adalah sesuatu yang sangat sulit bagi generasi tua, tetapi lebih mudah bagi generasi muda.

Oleh karena itu, fokus Pergub sebenarnya dan seharusnya adalah lembaga-lembaga pendidikan.

Jika semua lembaga pendidikan di NTT mengharuskan siswa dan mahasiswanya menggunakan Bahasa Inggris pada setiap hari Rabu, makan bukan tidak mungkin bahwa akan lahir generasi yang mampu berbahasa Inggris dan Pergub tidak hanya menjadi hiasan di lemari.

Sebuah mimpi akan tetap menjadi sebuah mimpi jika tanpa adanya fungsi kontrol dan pengawasan. Demikian juga dengan mimpi besar agar masyarakat NTT mampu berbahasa Inggris dapat terwujud apabila adanya fungsi kontrol dan pengawasan.

Fungsi pengawasan dan fungsi kontrol dapat didelegasikan kepada setiap kepala kantor untuk konteks ASN atau manajer bagi pekerja swasta.

Sementara itu dalam konteks dunia pendidikan kepala sekolah dan rektor perguruan tinggi diberi wewenang untuk menjalankan fungsi ini.

Hemat penulis, dengan cara ini Pergub Nomor 56 tentang berbahasa Inggris dapat diimplementasikan dan membuahkan generasi NTT yang mampu berbahasa Inggris. (*)

Berita Terkini