ILC TVOne

ILC TVOne (Live) Malam Ini, Yang Terjerat UU ITE: Buni Yani, Ahmad Dhani, Siapa Lagi?

Editor: Hasyim Ashari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILC TVOne (Live) Malam Ini, Yang Terjerat UU ITE: Buni Yani, Ahmad Dhani, Siapa Lagi?

ILC TVOne (Live) Malam Ini, Yang Terjerat UU ITE: Buni Yani, Ahmad Dhani, Siapa Lagi?

POS-KUPANG.COM | JAKARTA - Indonesia Lawyers Club (ILC) kembali tayang hari ini, Selasa (5/2/2019) dengan tema: "Yang Terjerat UU ITE: Buni Yani, Ahmad Dhani, Siapa Lagi?"

Tema ILC TVOne ini disampaikan host Karni Ilyas di akun Twitter dan Instagram.

Untuk menyaksikan, klik link Live Streaming ILC TVOne berikut:

Link 1

Link 2

Beberapa waktu terakhir, UU ITE menjadi perbincangan publik setelah Ahmad Dhani dijebloskan ke penjara setelah majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menjatuhkan vonis hukuman penjara selama satu tahun enam bulan kepada terdakwa Ahmad Dhani.

"Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Dhani Ahmad Prasetyo dengan hukuman penjara selama satu tahun enam bulan," ujar Hakim Ketua Ratmoho dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Senin (28/1/2019).

Vonis majelis hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menunut Dhani dihukum dua tahun penjara.

Hakim menilai Dhani melanggar Pasal 45A Ayat 2 juncto Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 Ayat 1 KUH.

Ratmoho menyatakan bahwa Dhani terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak menyuruh melakukan, menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan.

Majelis hakim juga menyita barang bukti berupa satu buah flash disk berisi screenshoot twit akun Twitter @AHMADDHANIPRAT, satu telepon seluler berikut simcard, akun Twitter @AHMADDHANIPRAST beserta e-mail untuk disita dan dimusnahkan.

Dalam dakwaan jaksa, ada tiga twit yang diperkarakan jaksa pada akun Twitter @AHMADDHANIPRAST.

Twit itu diunggah pada rentang waktu Februari-Maret 2017 yang diduga berbau sentimen suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA).

Kicauan-kicauan Dhani itu diunggah seorang admin, Suryopratomo Bimo. Sebagai admin Twitter, Suryopratomo digaji Rp 2 juta per bulan.
Sementara Dhani mengakui menulis hanya satu dari tiga twit yang diperkarakan, yakni twit yang diunggah Dhani pada 6 Maret 2017.

Ia membantah menulis dua twit lainnya yang diunggah pada 7 Februari 2017 dan 7 Maret 2017.

Dalam penjelasannya, Dhani mengatakan bahwa twit yang diunggah pada 7 Februari ditulis oleh Fahrul Fauzi Putra, salah satu timses Dhani di Pilkada Kabupaten Bekasi yang diberi kewenangan untuk memegang handphone Dhani.

Saat itu, Dhani sedang mengikuti Pilkada Kabupaten Bekasi sebagai calon wakil bupati mendampingi calon bupati Saduddin.

Sementara twit tertanggal 7 Maret ditulis oleh Ashabi Akhyar, juga salah satu relawan yang mendukung dan mendapat wewenang untuk memegang handphone Dhani selama menjadi calon wakil bupati.

Dhani dan juga kedua relawan mengirimkan salinan kalimat melalui WhatsApp kepada Suryopratomo Bimo, admin akun @AHMADDHANIPRAST.

Bimo kemudian mengunggah kalimat yang diterimanya itu ke akun tersebut.

Fahrul dan Ashabi adalah saksi meringankan yang dihadirkan oleh tim kuasa hukum Dhani dengan saksi ahli hukum pidana dan ahli bahasa.

Sebelum pihak Dhani, tim jaksa penuntut umum telah menghadirkan beberapa saksi yang memberatkan terdakwa.

Mereka adalah Jack Lapian, Danick Danoko, Retno Hendri Astuti, Natalia Dwi Lestari, Togar

Harahap, Syawal, Suryopratomo Bimo, Wardoyo, dan Memet Indrawan.

Selain itu, jaksa juga menghadirkan saksi Ahli Hukum Pidana Effendy Saragih dan saksi Ahli ITE Digital Forensik Saji Purwanto.

Kasus ini bermula saat Dhani berkicau melalui akun Twitter @AHMADDHANIPRAST yang nadanya dianggap menghasut dan penuh kebencian terhadap pendukung Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Atas kicauannya, Dhani dilaporkan oleh Jack Lapian yang merupakan pendiri BTP Networks atas tuduhan ujaran kebencian.

AHMAD Dhani dinyatakan bersalah dan divonis 1 tahun 6 bulan oleh Hakim karena melakukan ujaran kebencian lewat cuitan di akun Twitternya. Ahmad Dhani saat berada di dalam mobil tahanan, Senin (28/1/2019), seusai divonis bersalah.

AHMAD Dhani dinyatakan bersalah dan divonis 1 tahun 6 bulan oleh Hakim karena melakukan ujaran kebencian lewat cuitan di akun Twitternya. Ahmad Dhani saat berada di dalam mobil tahanan, Senin (28/1/2019), seusai divonis bersalah.

Buni Yani

Buni Yani divonis Pengadilan Ngeri Bandung 1,5 tahun penjara terkait pelanggaran Undang Undanng Informasi dan Transaksi Elektronik ( UU ITE), Selasa (14/11/2017).

Majelis hakim saat itu menganggap terdakwa telah sah dan meyakinkan bersalah atas perbuatannya.

Buni Yani akhirnya mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Barat atas vonis Pengadilan Negeri tersebut.

Saat itu, banding terdakwa ditolak.

Tidak berhenti di situ, kuasa hukum Buni Yani mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Hasilnya, pada hari Senin (26/11/2018), MA menolak permohonan kasasi terdakwa Buni Yani.

Seperti diketahui, Buni Yani terbukti melakukan ujaran kebencian dan mengedit isi video mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Buni Yani terjerat hukum setelah mengunggah video pidato Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Kepulauan Seribu pada tanggal 27 September 2016.

Terdakwa kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Buni Yani, mengacungkan mengepalkan tangan seusai menjalani persidangan dengan agenda putusan di Gedung Perpustakaan dan Arsip, Bandung, Jawa Barat, Selasa (14/11/2017).

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung memvonis Buni Yani 1,5 tahun penjara karena perbuatannya dinilai memenuhi unsur Pasal 32 Ayat 1 dan Pasal 28 Ayat 2 UU ITE dengan melakukan ujaran kebencian dan mengedit isi video pidato Basuki Tjahaja Purnama.

Terdakwa kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Buni Yani, mengacungkan mengepalkan tangan seusai menjalani persidangan dengan agenda putusan di Gedung Perpustakaan dan Arsip, Bandung, Jawa Barat, Selasa (14/11/2017).

Buni Yani mengunggah video editannya tersebuut di akun Facebook miliknya dengan mencantumkan keterangan berupa transkrip video pidato yang dinilai tidak sesuai dengan transkrip yang asli.

Buni juga menghilangkan kata "pakai" saat Ahok menyinggung surat Al Maidah dalam pidatonya.

Dalam perkara ini, Buni Yani telah menjalani 19 kali persidangan.

Lalu pada hari Selasa (14/11/2018), majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan vonis 1,5 tahun penjara kepada Buni Yani.

Buni terbukti sah dan meyakinkan telah melanggar UU ITE, Pasal 32 Ayat 1 dan Pasal 28 Ayat 2 UU ITE dengan melakukan ujaran kebencian dan mengedit isi video pidato Ahok.

"Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa dengan pidana selama 1 tahun dan enam bulan," ungkap ketua majelis Saptono, Selasa (14/11/2017).

Artikel ini telah tayang di tribunpontianak.co.id

Berita Terkini