Renungan Harian Kristen Protestan

Jika Tuhan Menyesal Mengangkat Seseorang Jadi Pemimpin, Ia akan Menggantinya dengan yang Baru

Editor: Kanis Jehola
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pdt. DR Mesakh A.P. Dethan, MTh, MA

Oleh: Pdt. DR Mesakh A.P. Dethan, MTh, MA

Jika Tuhan Menyesal Mengangkat Seseorang jadi Pemimpin, Ia akan Menggantinya dengan yang Baru

POS-KUPANG.COM - SEWAKTU saya menyiapkan renungan pagi ini, saya ingat salah satu kata-kata bijak dari Albert Einstein, Mega Bintang Sains, seorang ilmuan terkemuka dunia dan ikon orang jenius dengan IQ di atas rata-rata orang kebanyakan, yang mengatakan: "If you can not explain it simply, you do not understand it well enough. (terjemahan bebas jika kamu tidak dapat menjelaskannya dengan cara yang mudah, maka kamu tidak mengerti hal tersebut dengan cukup baik).

Peringatan Einstein ini membuat saya harus berhati menjelaskan teks ini, sebab kalau tidak saya hanya menambah kebingungan ketika mau berangkat kerja atau beraktifitas hari ini.

Einstein betul, bahwa jika sesuatu yang mau kita jelaskan saja tidak mudah bagi kita untuk dimengerti, apalagi orang lain yang mendengarnya?

Diunggah Keluarga di Facebook, Istri Pelaku Bunuh Diri Ternyata Sedang Berbadan Dua

Untuk itu supaya dalam memahami teks ini dengan mudah menurut saya perlu kita menggunakan gaya penafsiran para tokoh reformator di antaranya Martin Luther dan Johanes Calvin.

Luther dalam menafsir melihat pada konteks cerita dalam teks, sedang Calvin kadang juga berupaya menemukan kata kunci dari teks itu, supaya bisa dijelaskan secara singkat dan sederhana.

Saya akan menggunakan dua kekuatan penafsiran para Reformator besar gereja ini dalam memahami teks 1 Samuel 16:1-13.

Seperti Luther, kalau kita melihat dari konteks cerita, maka sebetulnya kisahnya bercerita tentang dialog Nabi Samuel dan Tuhan dalam kaitan dengan pemilihan raja Israel yang kedua, karena yang pertama telah dianggap gagal, tidak setia dengan janjinya dan melupakan Tuhan.

Ayah Perkosa Anak Sendiri di Kupang Terancam Hukuman 15 Tahun Penjara

Karena itu Nabi Samuel disuruh lagi oleh Tuhan untuk memilih raja baru bagi Israel. Sebetulnya juga kegagalan Saul adalah juga kegagalan sang Nabi Samuel. Karena Samuel memilih Saul menurut kriterianya. Dan ternyata pilihan Samuel keliru, karena perilaku Saul buruk di mata Tuhan, lebih banyak Saul memerintah menurut keinginannya dan egonya dari pada kehendak Tuhan sendiri.

Tuhan menyesal telah mengangkat Saul menjadi Raja lewat perantaraan nabi Samuel. Ini membuat Samuel juga turut menyesal dan berduka (lihat 1 Sam 15: 35 "15:35). Sampai hari matinya Samuel tidak melihat Saul lagi, tetapi Samuel berdukacita karena Saul. Dan TUHAN menyesal, karena Ia menjadikan Saul raja atas Israel."

Penyesalan Samuel lumrah manusiawi. Terkadang banyak orang juga menyesal dengan pilihannya waktu lalu dalam memilih pemimpin, karena ternyata ketika berkuasa orang itu memimpin tidak sesuai dengan harapan dan janji-janjinya sebelum dipilih.

Tetapi apakah penyesalan itu hanya berhenti sampai disitu, sama sekali tidak. Tuhan menyuruh Samuel untuk memperbaiki keadaan dan bertindak.

Tuhan tidak membiarkan Samuel terus berada dalam penyesalan dan dukacita karena Saul, tetapi Tuhan menegur dan menyuruh Samuel bangkit dan mengutusnya ke Betlehem untuk nanti berjumpa dengan Isai (lihat 1 Sam 16:1 16:1 Berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: "Berapa lama lagi engkau berdukacita karena Saul? Bukankah ia telah Kutolak sebagai raja atas Israel? Isilah tabung tandukmu dengan minyak dan pergilah. Aku mengutus engkau kepada Isai, orang Betlehem itu, sebab di antara anak-anaknya telah Kupilih seorang raja bagi-Ku."

Seorang nabi sekaliber Samuel, penyambung lidah Allah saja masih salah memahami kehendak Tuhan apalagi kita manusia biasa. Jadi kalau kita juga salah dalam memilih pemimpin, itu pun lumrah.

Namun kelumrahan itu itu tidak membuat kita apatis dan masa bodon. Karena nampak dalam cerita bahwa Tuhan tidak mau membiarkan Samuel terpuruk dalam kelemahan dan kesalahan.

Tuhan memberi kesempatan kedua bagi Samuel untuk memilih lagi raja baru bagi orang Israel dari antara anak-anak Isai di Kota Betlehem.

Namun kali ini pemilihan itu berlangsung bukan lagi menurut kriteria Samuel, tetapi menurut kriteria Tuhan. Seperti apakah kriteria Tuhan itu?

Dengan pertolongan gaya penafsiran yang mirip Calvin yaitu menemukan ayat kunci dari sebuah teks kita dapat menjawab pertanyaan ini.

Kriteria pemilihan Tuhan itu nampak dalam ayat kunci dari teks ini yaitu 1 Samuel 16:7 16:7 Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: "Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati."

Samuel hampir lagi terantuk pada batu yang sama seperti ketika memilih Saul jadi Raja pertama Israel. Samuel tak luput dari kealpaan manusiawi, hanya melihat dan menilai seseorang dari casing atau kulit luar saja atau dari pencitraan diri yang ditampilkan.

Dalam kisah sebelumnya 1 Samuel 9:2 Samuel telah terpesona akan kegagahan dan kegantengan Saul: "...Saul, seorang muda yang elok rupanya; tidak ada seorangpun dari antara orang Israel yang lebih elok dari padanya: dari bahu ke atas ia lebih tinggi dari pada setiap orang sebangsanya."

Sekali lagi, sekarang dalam kisah dalam teks ini Samuel kembali hampir berbuat hal yang sama. Ia terkesan pada pandangan pertama saat melihat Eliab, kakak tertua Daud. Akan tetapi Tuhan langsung menegurnya bahwa kriteria yang Tuhan pakai bukanlah kriteria yang manusia pakai. "Manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati" (1 Samuel 16:7).

Pilihan menurut kriteria manusia berakhir dengan dukacita dan penyesalan. Dan itu yang terjadi dengan pemilihan Saul menjadi raja. Saul kemudian ditolak Tuhan, karena pelanggaran-pelanggaran yang dilakukannya (1 Samuel pasal 15).

Saul sudah tidak punya hati yang mau mengikut dan taat kepada Allah. Saul kehilangan kualifikasinya sebagai raja karena Tuhan meninggalkannya. Sebagai ganti Roh Tuhan, roh Jahat yang berdiam dalam dirinya (lihat 1 Samuel 16:14: 16:14 Tetapi Roh TUHAN telah mundur dari pada Saul, dan sekarang ia diganggu oleh roh jahat yang dari pada TUHAN).

Daud memang bukan kandidat pertama yang akan terlintas dalam benak Isai dan banyak orang ketika mereka hendak memilih raja. Hanya saja, apa yang baik di mata manusia belum tentu berkenan kepada Tuhan.

Dari seorang pemimpin, Tuhan menghendaki kehidupan yang berintegritas dan dapat menjadi teladan bagi orang-orang yang dipimpinnya. Ia tidak menuntut kehidupan yang sempurna.

Yang dikehendaki Tuhan ialah hati yang siap diajar dan mengutamakan Tuhan di atas kekuasaan dan gengsi pribadi.

Dalam mengikut Tuhan, baiklah kesalahan yang dibuat Saul dan kriteria pemilihan Daud menjadi pelajaran yang serius bagi kita. Yaitu, bahwa hidup yang berkenan kepada Tuhan adalah hidup yang mengandalkan Dia, peka terhadap tuntunan-Nya, dan siap untuk bertobat setiap saat Ia menegur. Dan itu juga terjadi dalam kehidupan nabi sekaliber Samuel.

Hidup kita terbentuk oleh banyak pilihan. Pilihan-pilihan itu mulai dari hal-hal sederhana seperti mau bangun jam berapa? pakai baju apa sampai pada hal-hal yang prinsip, seperti memilih jodoh, menikah dengan siapa, memilih jodoh, bagaimana masa depanku? Dll.

Banyak kali pilihan kita dipengaruhi oleh hal-hal fisik yang tampak dari luar. Karena umumnya kalau kita baru bertemu seseorang yang pertama-tama kita lihat adalah "penampilannya, raut mukanya, pakaiannya, matanya, postur tubuhnya, warna kulitnya, gaya bicaranya, dll".

Jikalau kita melihat apa yang di depan mata, lalu menilainya, maka sesungguhnya kita belum mengenal orang itu. Apalagi kalau yang kita lihat hanya fotonya dan statusnya di FB, apalagi status yang sudah edil ulang-lang pakai Photo Editor, atau Adobe photoshop dll, heheheh.
Alkisah ada seorang pemuda berkenalan dengan seorang gadis melalui Facebook.

Perkenalan mereka berlanjut ke hubungan cinta bahkan serius untuk menikah. Namun sangat menyedihkan, ketika mereka berjumpa muka dengan muka, betapa kecewanya sang pemuda, karena ternyata wajah asli dari gadis itu sangat berbeda dengan wajah yang dipasang di akun Fbnya. Gadis itu ternyata seorang ibu yang sudah berusia 50 tahun dengan postur tubuh "lemari 3 pintu".

Pada status terpampang wajahnya yang aduhay bagaikan bidadari setara Sandra Dewi, dengan postur tubuh "setengah pintu lemari", kenyataannya postur tubuh lebih dari 3 pintu lemari, Hahahaha.

Selain ceritera ini, ada banyak pengalaman membuktikan bahwa kita lebih tertarik pada penampilan seseorang. Padahal yang tampak dari luar belum tentu memancarkan kebaikan hati atau keaslian dari orang tsb. Bagi yang sudah terlanjurnya jalani sudah. Kalau dapat suami yang suka mendengkur ya enjoi aja, anggap saja suara dari tetangga sebelah yang sedang lagi sensor kayu. Atau kalau ada yang dapat istri yang "cerewetnya minta ampun", anggap saja sedang nonton Drakor (drama Korea) secara live, hehehe.

Kembali ke (laptop: memangnya ini acaranya Tukul Arwana?) teks kita tadi. Dalam teks kita ini, Tuhan Allah memerintahkan Samuel menuju ke Betlehem (tepatnya, di Efrata) untuk mengurapi seorang raja di sana.

Dalam perjalanan ke sana, nampaknya pikiran Samuel dihinggapi pertanyaan: "mengapa ke Betlehem Efrata?" Orang pada masa itu tahu bahwa kaum yang tinggal di sana adalah kaum yang terkecil dari suku Yehuda (bdk. Mikha 5:1). Jelas bahwa Allah mengarahkan Samuel ke tempat kaum terkecil untuk nanti akan mengurapi orang terbesar di Israel di kemudian harinya. Ini merupakan suatu hal yang diluar dugaan.

Dari kaum yang terkecil ini, Allah menunjuk satu keluarga, yaitu keluarga Isai. Apakah keluarga Isai juga menyadari siapa orang yang akan Allah pilih? Rupanya tidak!. Keluarga Isai tidak satupun menyadari siapa orang yang Allah pilih itu.

Isai hanya menyiapkan ketujuh anaknya laki-laki, meski ia punya delapan. Tidak pernah terlintas dalam pikiran Isai bahwa Daud (anaknya yang ke deklapan) mungkin yang akan menjadi orang pilihan Tuhan itu.

Sekali lagi, tidak pernah terlintas. Karena itu, Daud seorang anak kecil yang telah disuruh menggembalakan domba, ketika ada peristiwa penting di keluarganya itu.

Apakah ketujuh anak Isai menyadarinya? Semua anak menduga bahwa yang terpilih adalah Eliab. Hal ini wajar karena Eliab adalah anak sulung dan juga seorang prajurit berpengalaman. Bahkan, Samuel sendiri juga berpikir bahwa Eliab-lah orang yang dipilih Allah itu. Ternyata dugaan itu meleset. Tuhan menolaknya.

Ketika Eliab ditolak Allah, pandangan mata orang pada waktu itu tertuju kepada Abinadab, yang juga tidak kalah bersaing dengan kakaknya. Ketika Abinadab ditolak juga, pandangan orang tertuju kepada Syama. Demikian seterusnya, dan tidak ada satupun dari ketujuh anak ini yang Allah pilih. The Best Seven atau the best seven rising starnya Isai semua telah ditolak Allah. Tujuh anak yang terbaik yang dipunyai Isai telah ditolak Allah. Ketika Samuel bertanya pada Isai apakah masih memiliki anak lagi Isai mengatakan hanya mereka bertujuh saja yang pantas untuk dipilih.

Karena dalam benak Isai, masak seorang anak kecil, yang disuruh menjaga hewan piaran di hutan pantas untuk menjadi raja? Tetapi karena didesak oleh Semuel, maka Daud yang lagi berada di "hutan" yang dipanggil juga untuk menghadap Samuel.

Dalam teks dikatakan dalam ayat 11 Lalu Samuel berkata kepada Isai: "Inikah anakmu semuanya?" Jawabnya: "Masih tinggal yang bungsu, tetapi sedang menggembalakan kambing domba." Kata Samuel kepada Isai: "Suruhlah memanggil dia, sebab kita tidak akan duduk makan, sebelum ia datang ke mari."
Dan akhirnya Daud dipanggil menghadap. Seorang anak kecil yang polos, lugu dan tanpa beban dan tak pernah menyangka untuk nanti menjadi Raja Israel. "Wajahnya kemerah-merahan, matanya indah dan parasnya elok 1 Sem 16:12).

Singkat cerita Daudlah yang terpilih sebagai raja yang diurapi Allah. Allah memilih Daud sebagai orang yang terkecil di keluarga Isai, yang merupakan kaum yang terkecil di Yehuda. Meskipun ia yang terkecil dari yang terkecil, namun ia memiliki hati yang lebih besar dari semuanya. Hati Daud inilah yang Allah lihat, sehingga Ia memilih Daud. Memang, hati yang besar akan menuntun seseorang melakukan hal-hal yang besar. Tetapi bukan berarti semua orang besar serta merta memiliki hati yang besar.

Tuhan memilih Daud, oleh karena Ia melihat hati Daud. Dan itu terbukti dalam kepemimpinan Daud yang mengandalkan tiga hal utama yang juga harus dimiliki oleh setiap orang beriman: yaitu Iman, ketaatan dan rasa hormat serta cinta kepada Allah.

Pertama: Daud memiliki iman dan selalu mencari Kehendak Tuhan. Ia senantiasa menaruh kehendak Tuhan dalam pikirannya dan tidak pernah mengeluarkan titahnya sendiri atau pergi berperang tanpa terlebih dahulu bertanya kepada Tuhan. Daud selalu meminta petunjuk Tuhan sebelum mengambil keputusan. Sebagai contoh, dia melakukannya di Nob (1Sam. 22:13-15), di Kehila (1Sam. 23:2,4,10-12), dan di Ziklag (1Sam. 30:7-8). Mengherankankah apabila "Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa" (1Sam. 18:7)?

Kedua: Daud Percaya Penuh Kepada kuasa penyertaan Tuhan. Hati Daud yang dengan sederhana bersandar dan yakin pada Tuhan ini sudah terlihat jelas sejak masa mudanya. Kejadian paling terkenal adalah ketika ia berhadapan dengan Goliat. Tanpa menghiraukan ucapan-ucapan meremehkan dari kakak-kakaknya (1Sam. 17:28), keraguan Saul atas usia Daud yang masih muda dan ketiadaan pengalamannya (1Sam. 17:33), serta penghinaan kasar Goliat (1Sam. 17:43-44), Daud tetap yakin - bukan pada dirinya sendiri, tetapi pada Tuhan. Dia memberitahu Saul, "TUHAN yang melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu" (1Sam. 17:37).

Ketiga: setiap kali Daud menyadari bahwa dirinya telah berdosa, Daud akan langsung berdoa memohon pengampunan Tuhan atau memperbaiki situasinya. Dia tidak pernah berusaha menutup-nutupinya, membenarkan diri sendiri, atau menyalahkan orang lain.

Sebaliknya, dengan rendah hati dan berani ia menerima akibat dari perbuatannya. Contoh paling nyata ketika Nabi Natan menegur Daud karena telah melakukan perzinahan dan pembunuhan, Daud langsung berkata, "Aku sudah berdosa terhadap Tuhan" (2 Sam. 12:13). Sungguh bertolak belakang dengan reaksi Saul ketika ditegur! Daud tidak mencari-cari alasan - tidak ada kata-kata seandainya, dan, atau tetapi. Daud sekadar mengakui bahwa ia telah berdosa, dan setelah itu, ia tidak pernah melakukan dosa yang sama lagi. Itulah pertobatan yang sesungguhnya.

Dari teks ini kita tidak hanya belajar bahwa Tuhan telah memilih orang lain (memilih Saul dan kemudian memilih Daud lewat nabi Samuel) untuk dipakai sebagai alatnya. Mungkin pula kita juga dipilih Tuhan dalam pelayananNya, dalam gereja, dalam masyarakat dan dalam keluarga kita masing-masing. Selain kita memilih orang lain, kita juga dipilih Tuhan melalui orang lain untuk berbagai tanggung jawab baik sebagai suami/istri, baik sebagai orang tua maupun anak-anak. Kita dipilih untuk melakukan tanggungjawab kita masing-masing dengan motivasi yang tulus berdasarkan iman, rasa hormat dan taat serta cinta kepada Tuhan.

Dengan penekanan pada Tuhan melihat hati dan bukan pada penampilan itu tidak berarti hal-hal yang bersifat "tampilan luar", tidak ada harga sama sekali. Kegantengan dan kegagahan Saul telah menjadi modal untuk dia telah dipilih sebagai raja Israel yang pertama. Tetapi jika modalnya hanya itu saja, tidaklah cukup, Tuhan menuntut kriteria, kualifikasi dan karakter lain dalam yang harus senantiasa ditanam dalam hati orang percaya yaitu Iman, rasa hormat dan taat padaNya serta cinta kepadaNya.

Gelar, ijazah, jabatan dan kedudukan memang penting, tetapi hati yang dekat pada Tuhan jauh lebih penting. Saya tertarik untuk mengutip kata-kata dari John Wooden: "Be more concerned with your character than your reputation because your character is what you really are and your reputation is merely what others think you are" (hendaknya kita lebih prihatin dengan karakter kita lebih dari pada reputasi kita karena karakter kita menunjuk siapa kita sebenarnya sedangkan reputasi hanyalah apa yang orang lain pikirkan tentang kita").

Walaupun "tampilan luar", reputasi, gelar dan kedudukan bukan utama tetapi itu juga bisa jadi modal awal, yang akan menjadi lebih baik dan sempurna kalau semuanya dipersembahkan bagi Tuhan.

Ini tidak bermaksud ibu-ibu dan nona-nona yang cantik tidak mau lagi berdandan, dan atau ambil arang ko gosok ke wajah bekin jelek muka. Malah saya anjurkan yang sudah punya modal muka manis tambah bekin manis lagi, yang postur tubuh ramping setengah pintu, pertahankan dan jaga sedapatnya supaya jangan jadi tiga pintu, hehehe. Karena dengan melihat yang baik dan manis orang mengucap syukur dan kagum akan karya Tuhan. Betapa agung dan mulianya karya Tuhan yang nampak dalam diri Istriku, anak perempuanku, tetanggaku dstnya.

Intermezo: saya kalau naik mobil dengan istri selalu dapat tegoran darinya. Katanya: "bapa kalau bawa mobil na lihat ke depan, jangan mata tuh "ili ala" atau lihat ke kiri kanan, terkhususnya hanya pada cewek-cewek manis". Jawab saya kalam saja: "Justru bapa harus perhatikan baik-baik, siapa tahu itu bagian dari anggota keluarga kita, nanti dikira sudah sombong, naik mobil tidak lihat-lihat kita lagi keluarganya". Hehehe.

Ini hanya intermezo untuk mengantar saya pada akhir dari renungan pagi ini, dimana saya mau mengutip lagi kata-kata si jenius Albert Einstein, katanya "Jangan mencoba menjadi orang sukses lebih baik, menjadi orang yang bernilai". Karena banyak orang bisa sukses buat apa saja yang baik dan jahat, sukses mencuri, sukses menipu, tetapi menjadi orang yang bernilai ditangan Allah hanyalah sedikit orang yang mau sungguh beriman, taat dan cinta padaNya.

Siapa pun kita, kaya atau miskin, berkedudukan atau bukan, bukanlah hal yan utama yang utama adalah hati kita. Ilustrasi gelas minuman dan hati: Kita bagaikan gelas minum, yang bisa terbuat dari apa saja, plastik, gelas, logam atau bahkan emas sekali pun, yang bernilai dari semua benda bukan kemasannya, casingnya, kulit luarnya, tetapi isinya. Tuhan telah memberikan hatinya bagi kita, karena itu hendaknya kita juga selalu punya hati bagi Tuhan dan sesama. (*)

Berita Terkini