Opini Pos Kupang

Zohri Sang Juara

Editor: Dion DB Putra
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pelari asal Indonesia, Lalu Muhammad Zohri (18) mengukir sejarah dengan memenangkan ajang Kejuaraan Atletik Dunia U-20 di Finlandia. (YouTube/IAAF)

Oleh : Theodorus Widodo
Wakil Ketua Umum KONI NTT

And in the out side
It's Zohri of Indonesia
It's a big story
It's one of Indonesia finals
Ten point one eight
Zohri is the new world champion
And new national record

POS-KUPANG.COM - Suara komentator terdengar jelas mengatasi riuhnya suara penonton di stadion. Pelari Indonesia di lintasan delapan. Masuk finish lebih dahulu. Luar biasa.

Dalam rekaman video yang dramatis terlihat ayunan langkah kaki Zohri sepersekian detik mendahului lawan-lawannya melewati garis finish. Pelari lintasan terluar atau lintasan non unggulan ini menang.

Semua orang di stadion Tampere Finlandia seperti tidak percaya. Termasuk dua pelari Amerika Serikat Anthony Schwartz dan Eric Harrison.Termasuk Zohri sendiri. Hanya beberapa wartawan foto didekat garis finish yang tampak yakin pada suara komentator. Mereka sontak berlari mendekati Zohri dan mengarahkan kameranya ke arah wajah nan lugu ini.

Zohri berlari sebentar mendekati papan pengumuman elektronik untuk memastikan apakah benar dia yang juara. Urutan pemenang nampak jelas di sana. Sprinter Indonesia kelahiran 1 Juli 2000 itu di urutan pertama. Anthony di urutan kedua. Dan Eric di urutan ketiga. 10,18 detik buat sang juara dunia baru.

Maka pecah pula rekor nasional 100 meter remaja putera atas nama sendiri. Rekor yang hanya terpaut 0.01 detik dari rekornas senior yang dipegang oleh sprinter Suryo Agung.

Zohri kembali ke tengah lintasan. Sujud syukur sebentar. Lalu kembali menuju kedua sprinter Amerika yang masih berdiri termangu seperti tidak percaya.

Lalu Muhammad Zohri. Juara dunia baru under twenty remaja putera dinomor lari paling bergengsi. Sprint 100 meter.

Wajah dua sprinter unggulan Amerika Serikat yang sama-sama mencatatkan waktu 10,22 detik ini tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Seperti tidak terima atas apa yang terjadi, keduanya berlari meraih bendera mereka yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

Membungkus badan masing-masing dengan bendera nasionalnya. Berjalan ke sana ke mari dalam sorotan kamera. Melambaikan tangan kepada penonton. Seolah mau berkata. Kami juara.

Sementara sang juara itu sendiri kemana? Ternyata Zohri sedang berlari ke sana ke mari seperti kebingungan mencari sesuatu. Dari tengah ke pinggir. Dari pinggir ke tengah.

Naik mendekati tribun kehormatan. Turun lagi. Seseorang di sana entah siapa menyodorkan bendera. Sang juara kembali berlari masuk lintasan dengan merah putih di tangan.

Ceritera sukses Zohri seketika jadi viral. Sprinter asal Lombok Utara yang semula bukan siapa-siapa ini dalam sekejap berubah. Ia jadi tokoh sentral. Beritanya menyeruak di tengah hiruk pikuk perhelatan olahraga lambang dominasi pria, piala dunia sepakbola.

Sederet prestasi Zohripun seketika muncul di berbagai media. Ia peraih medali perak pada lomba atletik remaja Asia di Jepang beberapa waktu sebelumnya.

Ia pemecah rekor nasional nomor lari 100 meter PON Remaja 2014 di Surabaya (Sayangnya ini PON Remaja pertama dan terakhir karena sesudah itu tidak ada lagi PON Remaja). Ia peraih emas pada Asean School Games 2017 di Singapura. Dan seterusnya. Dan seterusnya.

Sederet prestasi Zohri tampil mengisi ruang ruang publik, baik nasional maupun mancanegara. Hampir semua media nasional, baik itu media eletronik, media cetak maupun media sosial memberitakannya.

Bahkan beberapa media cetak Asia menurunkan tajuk "Zohri, the first world champion from Asia." Ia memang bikin sejarah baru bagi Asia.

Seketika Zohri kebanjiran hadiah. Dari Pegadaian ada satu kilogram emas. Dari Menpora ada 250 juta rupiah. Dari Metro TV ada 100 juta rupiah. Dari TNI AD ada janji Zohri boleh masuk TNI AD tanpa test. Dari Kepolisian RI rumahnya langsung direnovasi.

Ada pula 250 juta rupiah dari Gubernur NTB yang fenomenal, Tuanku Guru Bajang. Ada kerja gotong royong membeton gang masuk rumahnya. Masih banyak lagi hadiah lain.

Dibalik kemilaunya prestasi Zohri, hidupnya selama ini ternyata adalah sebuah ironi. Ia pelari yang nyaris tidak bisa berangkat karena ketiadaan biaya (untung ada Bob Hasan, ketua umum Pengurus Besar PASI).

Ia hidup sangat sederhana dari cinta sang kakak Fazilla. Ia pelari yang sering berlatih sendiri di pantai tanpa alas kaki karena tidak mampu beli sepatu. Ia yatim piatu yang baru saja ditinggalkan kedua orang tuanya untuk selamanya.

Ia tinggal di rumah rapuh yang tidak layak huni. Rumah itu hanya berdindingkan anyaman bambu dengan lubang di sana sini yang sebagiannya ditutup kertas koran. Kalau mau masuk rumah, orang harus membungkuk karena tinggi ambang pintu yang tidak sampai dua meter. Dan seterusnya. Dan seterusnya.

Semuanya adalah ceritera tentang ironi kehidupan seorang anak remaja dengan segudang prestasi.

Kisah Zohri ini mestinya menjadi sebuah peringatan penting bagi kita semua. Bahwa apresiasi kepada para atlit tidak boleh datangnya terlambat.

Perlu ada perhatian khusus sejak dini kepada para remaja ini yang sebentar lagi akan tumbuh besar menjadi atlit senior andalan. Perhatian dan penghargaan perlu diberikan sejak mereka belum jadi siapa siapa.

Kalau di usia yang masih sangat belia ini mereka juara, dengan pendampingan dan pembinaan terus menerus yang baik mereka tentu akan tetap jadi juara. Toh kelak lawan lawan yang dihadapi akan tetap sama juga. Mereka seusia.

Atlit semacam Zohri ini sesungguhnya bertebaran di sekitar kita. Untuk NTT, di cabang olahraga yang sama, kita punya "Zohri Zohri" lain yang nyaris luput dari perhatian kita selama ini.

Sebut saja Delvita Lodia Bakun. Si "Kancil Flobamora" ini seumuran dengan sang juara dunia. Ia dan Zohri selama ini beriringan meniti prestasi sejak usia remaja.

Kalau Zohri juara di nomor 100 m Kejurnas PPLP (Pusat Pembinaan dan Latihan Pelajar) pada tahun 2016, Delvita bahkan menjuarai sekaligus dua nomor jarak jauh 3000 m dan 5000 m pada event tersebut. PPLP adalah kawah candradimuka bagi siswa yang berprestasi dibidang olahraga.

Kalau Zohri memecahkan rekor nasional 100 meter putera pada PON Remaja 2014 di Surabaya, di event yang sama ini Delvi juga memecahkan rekor nasional 3000 meter puteri.

Bahkan tahun itu pula Delvita mampu meraih 2 medali emas sekaligus di ajang kejurnas PPLP di Manado pada nomor lari jarak jauh 1500 m dan 5000 m. Tahun berikutnya, 2015, diajang yang sama di Aceh kembali Delvi mempesembahkan emas bagi kontingen NTT. Lagi lagi di nomor spesialisasinya, 1500 m dan 5000 m.

Dan, tahun berikutnya lagi (2016), Delvita kembali meraih emas pada nomor 1500 m dan 3000 m pada kejurnas PPLP di Jakarta. Semua kejuaraan ini diikuti Zohri dengan prestasi yang sama pada nomor andalannya 100 m.

Mau tahu prestasi Delvita di tingkat regional? Tahun 2016, pada ajang Asean School Games di Chiang May Thailand, Delvita yang mewakili Indonesia mampu merebut medali perak sekaligus didua nomor, 1500 m dan 3000 m.

Prestasi ini diraih setelah tahun sebelumnya di Brunei Darusallam pada ajang yang sama ia mampu mempersembahkan medali perak bagi Indonesia di nomor lari 1500 m puteri. Ini artinya dari seluruh anak Asean, Delvi pelari kedua tercepat di nomor lari jarak jauh.

Itu baru salah satu contoh betapa prestasi para atlit kita sesungguhnya tidak kalah dari Zohri. Masih banyak atlit remaja lain. Ada Waty Buknoni, peraih medali perunggu di Philipina pada ajang South East Asia Junior Athletic Championship tahun 2017.

Ada puteri Sumba, sijangkung 173 cm Marchelina Tamu Apu yang saat ini sedang menjalani Pelatnas jangka panjang di Jakarta dan akan bertarung membela merah putih di Asian Games nanti.

Marchelina turun di nomor lari estafet 4 x 400 m puteri dan 4 x 400 m mixed. Ia terpilih karena masih dalam usia yunior (di bawah 18 tahun) pada bulan Desember 2017 yang lalu berhasil meraih perak pada kejurnas senior di Jakarta. Mewakili Indonesia berarti mereka ini remaja tercepat se-Nusantara dalam olahraga lari jarak jauh.

 "Zohri Zohri" lain masih banyak bertebaran di sekitar kita. Ada begitu banyak atlit remaja berprestasi diberbagai cabang olahraga. Mereka ini harus ditemukan dan dipoles.

Untuk cabang lari, kaki dan stamina anak NTT masih terlalu kuat dibandingkan daerah lain. Mereka kampiun di nomor lari jarak jauh. Cabang olahraga ini tergolong setengah profesional karena selalu tersedia bonus besar pada setiap kali lomba yang diadakan berbagai institusi.

Contohnya yang dilakukan Pos Kupang dan Klub Naga Timor yang menyediakan hadiah Rp 35 juta pada lomba antaranak usia 13-16 tanggal 11 Agustus nanti. Dengan juara pada nomor ini anak-anak bisa berpenghasilan yang cukup untuk meneruskan studi mereka demi meraih masa depan yang lebih baik.

Mari bangun masa depan anak NTT lewat olahraga. Mengandalkan sumber daya yang dimiliki pemerintah lewat Dispora, KONI, PPLP saja pasti tidak cukup. Perlu kepedulian kita semua.Salam olahraga.*

Berita Terkini