Warga Negara Indonesia Ikut Latihan Teroris di Luar Negeri Akan Dipidana. Begini Pasalnya

Editor: Fredrikus Royanto Bau
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ISIS di Marawi

POS-KUPANG.COM|JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menuturkan, warga negara Indonesia (WNI) yang terlibat aktivitas terorisme di luar negeri dapat diancam pidana penjara.

Ancaman pidana tersebut juga berlaku bagi WNI yang terlibat kelompok ISIS di Irak dan Suriah, kemudian kembali ke tanah air.

Ketentuan tersebut tercantum dalam revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme) yang baru disahkan di DPR.

"Nanti kan mereka yang kembali bisa dijerat dengan UU ini," ujar Yasonna seusai Rapat Paripurna ke 26 DPR Masa Sidang V Tahun Sidang 2017-2018 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (25/5/2018).

Baca: Terdakwa Kasus Terorisme Aman Abdurrahman Sebut Pelaku Bom Surabaya Bukan Jihad Tapi Sakit Jiwa

Sementara, kata Yasonna, bagi WNI yang sudah lebih dulu menyeberang ke Irak dan Suriah sebelum UU Antiterorisme disahkan kemudian kembali ke Indonesia, mekanisme penindakannya akan diserahkan ke kepolisian.

Begitu juga dengan WNI yang pergi Suriah untuk bergabung dengan ISIS kemudian kembali ke Indonesia sebelum UU Antiterorisme disahkan.

Baca: Gantengnya Jungkook Meski Tampil Polos. Ini Foto-Foto Member BTS Tanpa Makeup. Tetep Kece?

Namun, Yasonna menegaskan, UU Antiterorisme tidak berlaku surut atau menganut asas retroaktif.

"Kita selalu menunjung tinggi bahwa hukum pidana tidak boleh retroaktif.

Tapi kan peristiwa-peristiwa ini akan dilihat. Jadi Polri akan tahu lah.

Nanti kita lihat aja teknisnya, kita serahkan ke polisi," kata Yasonna.

Berdasarkan Pasal 12B ayat (1) RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan, memberikan, atau mengikuti pelatihan militer, pelatihan paramiliter, atau pelatihan lain baik di dalam negeri maupun di luar negeri dengan maksud merencanakan, mempersiapkan atau melakukan tindak pidana terorisme dan atau ikut berperang di luar negeri untuk tindak pidana terorisme, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 15 tahun.

Hukuman Bertambah jika Libatkan Anak

Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang baru disahkan pemerintah dan DPR turut mengatur mengenai kejahatan terorisme yang melibatkan anak-anak.

UU Antiterorisme disahkan dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (25/5/2018). Ancaman pidana terkait pelibatan anak dalam terorisme diatur dalam pasal 16A.

Baca: 4 Ibu Muda Jadi Janda Setiap Harinya, Jangan Syok Tahu Penyebabnya. Sempat Sebut Pelakor

Pasal tersebut berbunyi: Setiap orang yang melakukan Tindakan Pidana Terorisme dengan melibatkan anak, ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal tersebut merupakan tambahan pasal baru yang disisipkan di antara pasal 16 dan pasal 17.

Terorisme dengan melibatkan anak-anak belum lama terjadi di Surabaya, Jawa Timur.

Baca: Begini Nasib Janda 9 Anak yang Rumahnya Terbakar Pagi Tadi. Terpaksa Tinggalkan Rumah yang Hangus

Dita Oepeoseno dan istri mengajak serta ketiga anaknya yang masih di bawah umur untuk melakukan bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya.

Keesokan harinya, juga terjadi penyerangan di Mapolrestabes Surabaya oleh satu keluarga yang juga melibatkan anak-anak.

Keempat anggota keluarga tewas, hanya putri bungsu yang selamat setelah terpental saat bom meledak.

Pelaku anak-anak adalah Korban

Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto menyatakan, anak-anak yang terlibat dalam aksi bom bunuh diri di Surabaya dan Sidoarjo akhir pekan lalu adalah korban.

Sehingga, sulit bagi aparat untuk mendeteksi keterlibatan anak-anak dalam aksi teroris, termasuk aksi bom bunuh diri.

"Kita agak susah mendeteksi karena sebenarnya mereka ini adalah korban.

Anak-anak ini adalah korban," ungkap Setyo di Mabes Polri, Jumat (18/5/2018).

Baca: Kata-kata Lady Diana Saat Melabrak Camilla, Perempuan yang Rebut Pangeran Charles. Memilukan!

Setyo menjelaskan, untuk mendeteksi diikutsertakannya anak-anak dalam aksi terorisme, kepolisian tentu harus lebih jeli.

Terlebih lagi, mereka bukanlah pelaku, namun korban.

Aksi bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya pada Minggu (13/5/2018) silam dilakukan oleh Dita Oeprianto.

Istri Dita, Puji Kuswanti (43) juga turut menjadi pelaku, termasuk anak-anak mereka, Yusuf Fadhil (18), Firman Halim (16), Fadhila Sari (12), dan Famela Rizqita (9).

Dikabarkan, bom ditempelkan pada tubuh anak-anak Dita dan Puji yang masih kecil untuk kemudian diledakkan.

Baca: SMPN 1 Kupang tunda umumkan kelulusan siswa hingga hari Senin. Ini alasannya

Sementara itu, anak-anak laki-laki membawa bom dengan cara dipangku dan mengendarai sepeda motor.

Hal serupa juga terjadi pada peledakan bom di Mapolrestabes Surabaya.

Empat terduga pelaku tewas di tempat, namun seorang anak berinisial Ais (8) yang dibonceng pelaku di sepeda motor selamat, meski terluka.

Kemudian, ledakan bom di Rusunawa Wonocolo di Taman, Sidoarjo juga menewaskan anggota keluarga Anton Febrianto (47) yang merupakan pelaku.

Baca: Hebat! Pedagang Prailiu Inisiatif Bersihkan Sendiri Sampah di Drainase

Baca: BIN Minta Jangan Lagi Titip Napiter ke NTT

Ledakan bom menewaskan istri Anton, Puspitasari (47), dan anak perempuan mereka, HAR (17), terlebih dahulu, dan kemudian melukai ketiga anak yang lain.

Anton kemudian tewas ditembak polisi yang datang ke lokasi.

Saat itu, Anton disebut membahayakan karena tengah memegang saklar bom di Blok B lantai 5 nomor 2 Rusunawa Wonocolo. Tiga anak Anton lainnya selamat, yaitu AR (15), FP (11), dan GHA (10). (pos-kupang.com)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul, WNI yang Ikut Pelatihan Terorisme di Luar Negeri Bisa Dipidana

Berita Terkini