Kasus Human Trafficking NTT

Gugus Tugas Jalan Sendiri-sendiri

Peran Gugus Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Provinsi NTT selama ini tidak berjalan maksimal. Pasalnya, selain kendala anggaran sehingga

Editor: Alfred Dama
Kompas.com/Sigiranus Marutho Bere
Welmince Tasei saat menangis dan berpelukan dengan putri sulungnya Anita Tsey yang menjadi korban perdagangan manusia di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Keduanya dipertemukan oleh Kapolda NTT Brigjen Polisi Estasius Widyo Sunaryo (membelakangi lensa), setelah empat bulan menghilang 

POS KUPANG.COM, KUPANG -- Peran Gugus Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Provinsi NTT selama ini tidak berjalan maksimal. Pasalnya, selain kendala anggaran sehingga terseok-seok, setiap gugus tugas berjalan sendiri-sendiri dan tidak ada koordinasi.

Hal ini terungkap dalam Lokakarya Penguatan Gugus Tugas TPPO Provinsi NTT yang diselenggarakan Rumah Perempuan bekerja sama dengan Ontrack Media Indonesia (OTMI) Provinsi NTT, di Hotel Sotis Kupang, Kamis (24/8/2016).

Lokakarya ini dibuka Asisten 1 Sekda Provinsi NTT, Yohana Lisapaly, S.H, dihadiri Coordinator Projec OTMI NTT, Ladys Respati, Direktris Rumah Perempuan, Liby Sinlaloe-Ratuarat, para kepala bidang dan seksi dari Forkopinda Provinsi NTT, instansi, badan, LSM, dan para aktivis.

Para pemateri Kabid Pengawasan Ketenagakerjaan Disnakertrans Provinis NTT, Remigius Suhardi Dhoson, SH, MA, Kasubdit I Keamanan Negara Polda NTT, Alexander Apulugi, Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak Badan PPA Provinsi NTT, Fidelis Geghi, Ketua Komisi V DPRD NTT, Winston Rondo, dan moderator Dedy Manafe.

Kasi Pengawasan Ketenagakerjaan, Remigius Suhardi Dhosom, SH, MA, mengatakan, pelaksanan tugas dari gugus tugas selama ini tidak berjalan. "Awalnya Gugus Tugas ini berada di bawah Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak Propinsi NTT, tetapi karena tidak berjalan maksimal dan terkesan terseok-seok, sehingga diambil alih oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTT," kata Remigius.

Ia menjelaskan, sejak tanggal 1 Juni 2016, karena persoalan human trafficking di NTT semakin meningkat dan terus disuarakan oleh media, akhirnya diambil alih oleh Dinaskertrans NTT. Dinakertrans NTT sudah membuka Posko di Bandara El Tari dan menempatkan dua orang petugas setiap hari.

Selain itu, katanya, menempatkan petugas di Pelabuhan Tenau Kupang setiap hari Jumat ketika ada Kapal besar masuk. Ia mengatakan, kebanyakan persoalan yang ditemukan di lapangan dan dicegah karena tidak memiliki dokumen ketika hendak berangkat ke Denpasar, Surabaya dan yang paling banyak ke Kalimantan.

Tahun 2016, kata Remigius, Disnakertrans mencegah 118 orang calon tenaga kerja indonesia (TKI) di Bandara El Tari Kupang. Pencegahan ini dilakukan berkerja sama dengan petugas Angkasa Pura dan TNI Angkatan Udara karena sudah ada Posko di Bandara El Tari.

Kasubdid I Keamanan Negara Polda NTT, Kompol Aleksander Aplugi, S.H, mengatakan, human traficking di NTT akibat warga atau calon tenaga kerja tidak paham prosedur penempatan ke luar negeri. Akibatnya, para calon TKI banyak dibohongi oleh para calo atau perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia ilegal.

"Banyak orang kita dikibuli oleh PPTKIS ilegal maupun calo TKI tentang enaknya bekerja di luar negeri dan mendapatkan gaji atau upah yang besar. Ini yang membuat orang kita tergiur dan mau saja ketika diajak jadi TKI. Padahal mereka juga tidak paham tentang prosedur pengurusan dokumen untuk penempatan TKI di luar negeri," ujarnya.

Libby Ratuarat-Sinlaeloe, mengatakan, masalah human trafficking sesuai laporan IOM, Komnas Perempuan, dan laporan Trafficking in Person Pemerintah Amerika Serikat (TIP report 2014) menyebut NTT sebagai daerah rentan praktek perdagangan manusia. NTT pun disebut daerah darurat human trafficking.

Libby menyatakan, perlu penanganan khusus, tetapi pemerintah daerah malah menyatakan tidak perlu penanganan khusus. Akibatnya, peran gugus tugas selama ini secara persial dalam penanganan human trafficking. Ia mencontohkan, ada kasus human trafficking yang dititip di Rumah Perempuan, karena ada selter dan diberikan konseling. Tetapi, BP3TKI menjemput dan membawa ke Polda NTT.

"Yang perlu dikuatkan dalam lokakarya ini peran dan fungsi tugas masing-masing gugus tugas. Dan bagaimana berkoordinasi sehingga tidak berjalan sendiri," tegasnya.
Ia berharap Disnakertrans NTT harus memanggil semua gugus tugas untuk duduk bersama dan membahas peran dan tugas masing-masing. Bila perlu dilakukan pertemuan sebulan sekali.

Coordinator Projec OTMI NTT, Gladys Respati, mengatakan, peran Gugus Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di NTT belum maksimal. Setiap instansi dan lembaga, ungkapnya, terkesan bekerja sendiri-sendiri, bahkan saat ini terseok-seok menjalankan tugas dan kewajibannya.

Gladys mengatakan, lokakarya yang difasilitasi OTMI ini bertujuan agar Gugus Tugas TPPO NTT yang ada berkumpul dan membicarakan apa yang menjadi masalah dari masing-masing instansi dan berdiskusi dan menemukan solusinya bagaimana menangani persoalan TKI di NTT. Saat ini, kata Gladys, peran gugus tugas belum maksimal karena berbagai kendala, mulai dari penganggaran, dan masing-masing tupoksi berjalan sendiri.
Karena itu, lanjutnya, perlu dikumpulkan untuk kembali memberikan penguatan, agar terintegrasi antara instansi dan lembaga dan tidak bekerja sendiri-sendiri. (nia)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved