Kadinkes Kota Kupang Bilang Praktik Dokter Tanpa SIP Itu Illegal

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

dr. I Wayan Ari Wijana S. Putra, M.Si

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Kupang, dr. Ari Wijana menegaskan, dokter yang praktik tanpa Surat Tanda Register (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) sudah bisa dinyatakan sebagai dokter praktik ilegal.

Dokter Ari mengaku, selama ini melalui Yankes rutin melakukan pengawasan terhadap praktik para dokter baik di tempat praktik, rumah sakit maupun di klinik. Hal yang diawasi mulai dari masa berlaku SIP, standar sarana prasarana yang digunakan serta lokasi dan ruang praktik.

"Dan, selama ini tidak ada temuan tentang dokter yang praktik tanpa SIP. Kalau Ombudsman temukan dokter yang praktik tanpa SIP dan itu terbukti maka itu artinya dokter praktik ilegal. Hal ini sudah masuk ke ranah polisi dan kode etik," tegas Ari yang dihubungi melalui telepon genggamnya, Rabu (3/2/2016) sore.

Dokter Ari menjelaskan, seorang dokter yang akan membuka praktik wajib memiliki STR dan SIP. STR berlaku selama 5 tahun dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan harus diperpanjang enam bulan sebelum masa berlakunya berakhir. Biaya pengurusan STR itu sekitar Rp 550.000.

Setelah memiliki STR, kata dia, dokter harus memiliki SIP untuk bisa melakukan praktik. SIP dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat.

Hanya diberikan paling banyak untuk 3 tempat. Namun, jika dokter langka di suatu daerah, dia bisa bekerja di satu rumah sakit atau klinik lagi dengan mengantongi surat penugasan (SP) yang diterbitkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan SP hanya berlaku selama 1 tahun dan harus terus diperpanjang selama dibutuhkan.

Menurut Dokter Air, temuan Ombudsman NTT sudah bisa dibawa ke ranah hukum. "Ini berkaitan dengan profesi dokter. Temuan ini sudah bisa dibawa ke proses hukum. Apalagi jika dalam praktik ada pelayanan yang salah. Maka legalitas hukum dan legalitas profesi menjadi salah. Hal ini bisa dibawa ke majelis kode etik Indonesia (MKDI)," demikian Ari.

Doker Ari mengaku sudah berulangkali pesan kepada IDI agar turut mengawasi anggotanya. Maksudnya, bagaimana IDI bisa menjaga agar dokter yang sudah mengabdikan diri ke Kupang atau NTT bisa dilindungi dengan baik dan benar. "Perlindungan itu antara lain, pertama tanyakan apakah dokter itu sudah ada SIP. Kalau belum ada yang bantu dia untuk mengurusnya termasuk STR," kata Ari.

Selain itu, kata Dokter Ari, seharusnya dokter juga bisa melindungi dirinya agar bisa menjalankan profesinya dengan tenang. "Ujung-ujungnya ya kembali ke dokter bersangkutan. Jika ingin aman menjalankan profesi maka legalitas harus dijaga, harus ada STR dan SIP. Selain itu juga harus menjaga etika profesi sesuai standar pelayanan," katanya.

Ari memastikan, temuan Ombudsman segera ditindaklanjuti. "Saya segera berkodinasi dengan Ombudsman untuk meminta data temuannya dan mengklarifikasikannya. Jika benar temuan itu maka akan ada teguran bagi si dokter dan juga rumah sakit atau klinik yang mempekerjakan dokter tanpa SIP itu dan kami juga akan kordinasi dengan IDI," katanya.

Sanksinya berupa teguran 1, 2 dan 3 sebelum pencabutan izin operasional sementara. Teguran pertama, peringatan untuk dokter segera mengurus SIP dan jangan melayani pasien atau rumah sakit jangan memperkejakan dokter dimaksud.

Jika teguran itu tidak ditindaklanjuti, maka akan ada teguran kedua yang isinya mewanti-wanti izin operasional RS dan STR dokter akan dicabut. Jika teguran kedua tidak diindahkan maka teguran ketiga izin operasional langsung dicabut.

Menurut Ari, pengurusan SIP mudah sekali. Jika syaratnya sudah lengkap maka satu hari sudah selesai dan gratis. "SIP bisa diurus sendiri oleh dokter atau rumah sakit tempat dokter praktik. Rumah Sakit dan klinik harusnya memastikan doklter punya STR dan SIP sebelum praktik di sana," katanya.
Ari mengatakan, jika masih ada rumah sakit yang mempekerjakan dokter tanpa SIP atau tidak meminta dokter memperpanjang SIP maka itu bukti manajemen RS itu lemah. "Ada sanksi pidana dan denda untuk rumah sakit dan dokter itu," tegasnya.

Mengenai sejumlah dokter yang praktik di lebih dari 4 rumah sakit dengan mengantongi MoU dari Pemkot Kupang, Dokter Ari mengatakan, hal itu adalah kebijakan dari pemerintah karena dokter tersebut langka sehingga bisa dipekerjakan di lebih dari tiga rumah sakit. Namun dokter itu harus perhatikan pelayanan atau jam praktik agar pasien mendapat pelayanan memadai.

"MoU itu bagian dari kebijakan. Tapi secara UU memang hal itu melanggar kalau ada dokter yang praktik di lebih dari 4 rumah sakit. Cuma sekarang masalahnya dokter itu dibutuhkan karena langka atau tidak banyak. Kita serba salah," demikian Ari. (vel)

Berita Terkini