POS KUPANG.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Partai Golka Profesor Muladi SH mengaku kecewa dengan sikap yang dilakukan kubu Aburizal Bakrie atau Ical. Muladi menjelaskan, Mahkamah Partai sebenarnya akan membacakan putusan sela pada Selasa 3 Maret 2015 setelah mendengarkan kesaksian dari kedua belah pihak yakni kubu Agung Laksono cs dan Aburizal Bakrie.
Keputusan sela yang akan dibacakan tersebut, Mahkamah Partai akan menjadi fasilitator dan supervisor proses islah lanjutan dengan berkonsultasi kepada senior partai. Muladi mengaku telah bertemu dengan Jusuf Kalla dan berkomunikasi dengan Siswono Yudhohusodo. "Sebenarnya merencanakan untuk mengucapkan keputusan sela," kata Muladi di kediamannya, Jakarta, Rabu (4/3) kemarin.
Mahkamah Partai juga rencananya memberikan putusan final dua pekan lagi. Namun rencana membacakan putusan sela batal. Sebab, pada tanggal 2 Maret 2015 malam, Mahkamah Partai Golkar mendengar Kubu Aburizal Bakrie melalui pengacaranya Yusril Ihza Mahendra telah mengajukan kasasi atas putusan sela PN Jakarta Barat kepada MA. "Ada berita Yusril ajukan kasasi. Dengan kasasi itu berarti dia sudah memilih pengadilan dan menafikan sidang MPG yang sudah berjalan," tutur Muladi.
Dijelaskan, pada 2 Maret sekitar pukul 20.00 WIB, Mahkamah Partai masih membaca putusan sela. Tetapi Muladi mendengar kubu Aburizal akan mengajukan kasasi. Muladi kemudian menghubungi Aburizal Bakrie dan Syarif Cicip Sutardjo. Keduanya mengaku tidak mengetahuinya. Kemudian, Muladi menghubungi Yusril Ihza Mahendra yang sedang berada di Jepang. Yusril mengatakan sedang menandatangani kasasi tersebut. Pada pukul 22.10 WIB, Mahkamah Partai akhirnya mendapatkan salinan kasasi kubu aburizal Bakrie tersebut. "Kita jadi sedikit ribut, kita sudah susun putusan sela. Kita jadi 'berkelahi' antar empat orang ini," sesal Muladi
Empat orang yang dimaksudkan adalah selain dirinya, Andi Matallata, Djasri Marin, dan Natabaya. "Yang dulu netral lalu kelihatan warnanya. Saya relatif netral berpijak pada rekomendasi pertama," ujarnya.
Setelah itu, Mahkamah Partai langsung memberikan putusan akhir tanpa putusan sela kembali.
"Mereka kasasi tanpa memberi tahu kita. MPG keputusan final. Kalau enggak puas bisa ke pengadilan atau kalau masih enggak puas ya kasasi ke MA. MPG agak tersinggung tapi silakan saja," kata Muladi.
Sebelumnya, kubu Agung Laksono atas hasil Munas IX di Ancol menyambut gembira
putusan Mahkamah Partai Golkar terkait perselisihan kepengurusan Partai Golkar dengan kubu Aburizal Bakrie atau Ical hasil Munas IX di Denpasar, Bali. Dalam putusannya, anggota Mahkamah Partai Golkar memiliki pendapat berbeda. Kesamaan pendapat terjadi antara Muladi dan HAS Natabaya, yang berbeda dengan pendapat Djasri Marin dan Andi Mattalatta.
Saat membacakan putusan, Muladi menerima permohonan kubu Agung sebagian dan memutuskan permohonan lainnya tidak dapat diterima. Ia menyampaikan, ada pendapat berbeda terkait dua kepengurusan hasil Munas IX Bali dan Munas IX Jakarta.
Sementara Djasri Marin dan Andi Mattalatta menyampaikan pendapat lebih tegas. Keduanya menilai Munas IX Bali yang menetapkan Aburizal Bakrie dan Idrus Marham sebagai ketua umum dan sekretaris jenderal Partai Golkar secara aklamasi tak demokratis. Untuk Munas IX Jakarta, Andi dan Djasri menilai pelaksanaannya sangat terbuka, transparan, dan demokratis, meski di lain sisi Andi dan Djasri menilai Munas IX Jakarta memiliki banyak kekurangan. "Maka, mengabulkan permohonan pemohon sebagian, menerima kepengurusan Munas Ancol," ucap Djasri.
Ia mengungkapkan, putusan itu harus dilaksanakan berikut sejumlah syaratnya, yaitu mengakomodasi kubu Aburizal secara selektif dan yang memenuhi kriteria, loyal, serta tidak melakukan perbuatan tercela, untuk diakomodasi dalam kepengurusan partai.
Direktur Eksekutif PolcoMM Institute, Heri Budianto menilai putusan Mahkamah Partai Golkar belum akan meredakan ketegangan di internal partai berlambang pohon beringin itu. Justru menurutnya, putusan Mahkamah Partai Golkar akan berdampak luas. "Dengan putusan yang memenangkan Kubu Ancol, maka menurut saya akan ada beberapa dampak yang dialami Partai Golkar pasca putusan tersebut," kata Heri.
Dampak yang pertama, kata Heri, adalah kubu Bali tidak akan menerima keputusan Mahkamah Partai Golkar dan akan ada upaya hukum lanjutan ke Mahkamah Agung menyikapi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Itu artinya versi kepengurusan Munas Bali menganggap persoalan Golkar belum selesai walau sudah ada putusan MPG. "Upaya hukum ini, jelas akan berimplikasi politik yakni Golkar tidak sertamerta dapat mengikuti agenda politik dalam waktu dekat misalnya Pilkada karena berlarut-larutnya persoalan ini," tuturnya.
Untuk dampak yang kedua adalah Golkar terancam perpecahan lebih jauh, karena menurut Hari bisa saja memicu perpindahan kader-kader Golkar khususnya di daerah yang hendak maju di Pilkada. Itu artinya, Golkar akan kehilangan banyak kekuatan politik lokal karena persoalan ini.
"Dampak yang ketiga adalah kemungkinan lain bisa saja menjadi stimuli munculnya parpol baru (walaupun) dalam putusan MPG tidak membolehkan. Namun bagi yang kalah selalu ada cara untuk melampiaskan kekalahan dan mencari jalan untuk tetap eksis dalam politik. Artinya, putusan MPG yang menyatakan yang menang harus mengakomodir yang kalah bisa menjadi sia-sia," ucapnya. (tribun/why/kang)