POS-KUPANG.COM, KUPANG -- Saksi ahli yang dihadirkan oleh penasehat hukum terdakwa Brigpol Rudy Soik, yaitu dr. Rorry Hartono, mengatakan, visum et repertum terhadap Ismail Paty Sanga tidak lengkap. Dalam visum itu hanya ada dua poin, yakni korban datang dalam keadaan sadar dan keadaan umum baik.
Hartono menyampaikan hal ini ketika dihadirkan sebagai ahli dalam kasus dugaan penganiayaan terhadap Ismail Paty Sanga oleh Brigpol Rudy Soik dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Klas 1A Kupang, Kamis (15/1/2015).
Hartono yang adalah spesialis forensik dan juga dosen Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, dihadirkan oleh tim penasehat hukum Rudy Soik. Selain Hartono, Rudy Soik juga menghadirkan Komisaris Besar (Kombes Pol) Purnawirawan Drs. Alfons Loemau, S.H, M.Si, M.Bus.
Sidang ini dipimpin Ketua Majelis Hakim , Dr. I Ketut Sudira, S.H,M.H, didampingi anggota Ida Ayu N Adnya Dewi, S.H, M.H, dan Jamser Simanjuntak, S.H. Dibantu Panitera Pengganti, Yonas Fallo, S.H.
Rudy Soik didampingi tim penasehat hukum, Muji Kartika, S.H, Asfinawati, S.H, Ferdinandus ET Maktaen, S.H alias Ferdi, dan Adrianus Magnus Kobesi, S.H. Jaksa Penuntut Umum (JPU), Arfan Triono, S.H.
Tiga Dimensi
Menjawab pertanyaan Muji Kartika, salah seorang penasehat hukum Rudy Soik tentang hasil visum terhadap korban Ismail Paty Sanga, dr. Hartono mengatakan, hasil laporan visum itu tidak lengkap, dengan alasan visum harus melewati beberapa unsur dasar.
Hartono menyebutkan beberapa unsur dasar dalam visum. Pertama, dalam melakukan visum harus ada komunikasi antara dokter dan pasien (anamnesis). Kedua, analisis. Ketiga, tanda-tanda vital, karakteristik luka, apabila ada luka, ukuran dan apakah luka itu pernah dirawat atau tidak.
Sementara yang ada dalam visum itu terdapat bengkak pada tulang selangka bagian kanan.
"Kalau soal hasil visum itu saya nilai belum lengkap. Dan, ada beberapa kejanggalam seperti hasil visum pada tulang selangka katanya ada bengkak. Tapi tulang itu kalau bengkak, kecuali ada dugaan tumor," kata Hartono.
Mengenai hasil visum ditemukan bengkak pada tulang selangka dengan ukuran 3 x 1 cm. Hartono mengatakan, bengkak hasil visum harus tiga dimensi, yaitu panjang (p), lebar (l) dan tinggi (t). Sedangkan yang tertuang dalam visum Ismail Paty Sanga, hanya dua dimensi, yaitu panjang dan lebar.
"Kalau bicara soal bengkak, hasil visum harusnya tiga dimensi, yaitu p,l dan t. Karena bengkak itu harus tiga dimensi. Dan juga harus ada keterangan visual bengkak. Jika ada memar, maka warna memar itu menentukan lamanya atau waktu kejadian. Jika dalam laporan penganiayaan ada memar, maka harus dijelaskan warna memar itu dan biasanya warna memar apabila sudah tujuh hari akan hilang dan tidak kelihatan lagi," jelas Hartono.
Ditanyai penasehat hukum Rudy Soik, jika visum yang diajukan tidak lengkap, siapa yang akan bertanggung jawab, Hartono mengatakan, yang bertanggug jawab adalah dokter yang melakukan visum. Apakah visum itu bisa digunakan atau tidak, Hartono mengatakan, itu kewenangan penyidik, namun dari sisi formal, visum itu tidak lengkap.