Berita Ende

Perjuangan Pelajar Dusun Woimite Ende Menyeberangi Arus Sungai Demi Sekolah

Ia berharap agar ada upaya serius dari pemerintah untuk membangun jembatan yang menghubungkan Dusun Woimite dan Dusun Aese.

Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/HO
Perjuangan puluhan pelajar dari Dusun Woimite, Desa Mbotulaka, Kecamatan Wewaria, Nusa Tenggara Timur (NTT) menyeberangi sungai agar bisa pergi ke sekolah. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Albert Aquinaldo

POS-KUPANG.COM, ENDE -- Kisah perjuangan pelajar dari Dusun Woimite, Desa Mbotulaka, Kecamatan Wewaria, Nusa Tenggara Timur (NTT), membawa kisah inspiratif dan mengharukan tentang ketekunan dan semangat dalam menggapai ilmu. 

Setiap hari, mereka menempuh jarak sekitar 3 kilometer untuk sampai ke sekolah yang terletak di Dusun Aese, melewati aliran sungai yang menjadi satu-satunya akses utama. Pemandangan ini menjadi rutinitas mereka, baik saat berangkat maupun pulang sekolah.

Para pelajar ini tidak hanya berjalan di jalan berdebu atau berbatu, tetapi mereka harus menyebrangi sungai yang memisahkan Dusun Woimite dengan Dusun Aese. Sungai tersebut menjadi satu-satunya jalur yang menghubungkan kedua dusun, namun tantangan terbesar mereka adalah air sungai yang kerap meluap, terutama saat musim hujan. Tidak ada jembatan atau akses lain yang dapat mereka gunakan.

Ketika air sungai sedang normal, ketinggian air berkisar antara 30 hingga 50 sentimeter. Namun, saat hujan deras, debit air bisa meningkat secara drastis, bahkan bisa mencapai ketinggian hingga 3 meter, membuat arus sungai semakin deras dan membahayakan keselamatan para siswa yang nekat menyeberangi sungai. Meski begitu, semangat mereka untuk tetap bersekolah tidak pernah surut.

Saat musim hujan tiba, para pelajar itu terpaksa melepas sepatu atau sandal mereka dan berani menyeberangi sungai dengan hati-hati. Tak jarang, celana seragam dan rok mereka basah kuyup akibat terendam air sungai. Namun, hal ini tidak menyurutkan semangat mereka. Dengan senyum manis, mereka saling membantu dan berpegangan tangan satu sama lain untuk melewati arus yang semakin kuat.

Meskipun kondisinya sangat berisiko, para siswa ini tetap merasa bahwa pendidikan adalah hal yang penting dan tidak boleh dilewatkan.

 Mereka berusaha keras agar bisa sampai ke sekolah dan mendapatkan ilmu, meskipun mereka harus menanggung risiko besar setiap kali menyeberangi sungai yang penuh bahaya.

Tidak adanya jembatan penghubung antara Dusun Woimite dan Dusun Aese menjadi tantangan terbesar bagi para siswa dan masyarakat setempat. Keterbatasan infrastruktur ini membuat perjalanan mereka menjadi semakin sulit, terutama saat hujan deras yang menyebabkan banjir dan arus sungai yang semakin deras. Tanpa jembatan yang aman, para siswa harus menanggung risiko setiap kali berangkat dan pulang sekolah.

Di sisi lain, pihak sekolah pun memberikan pengertian terhadap kondisi ini. Kepala sekolah dan guru-guru tahu betul perjuangan yang harus dilalui oleh para siswa untuk sampai ke sekolah. Oleh karena itu, pihak sekolah sering memberikan kelonggaran waktu jika siswa terlambat datang ke sekolah, mengingat kendala yang mereka hadapi setiap hari.

Kepala Dusun Woimite, Benyamin Japa, mengungkapkan, saat musim hujan, para siswa terpaksa tidak bisa berangkat sekolah. Bahkan, kegiatan belajar mengajar di sekolah pun terpaksa diliburkan demi keselamatan anak-anak. 

“Ketika hujan besar datang, kami sudah tahu pasti bahwa anak-anak tidak akan bisa ke sekolah. Kami sering terpaksa meliburkan sekolah karena kondisi sungai yang sangat berbahaya,” ungkap Benyamin.

Hal ini juga memengaruhi kehidupan ekonomi masyarakat di Dusun Woimite. Mayoritas penduduk desa ini bermata pencaharian sebagai petani, dan musim hujan membuat mereka kesulitan untuk menuju kebun mereka. 

Baca juga: Puluhan Kontraktor Serbu Kantor DPRD dan Bupati Ende, Tuntut Pembayaran Proyek yang Tertunda

“Kami tidak bisa bekerja di kebun jika air sungai meluap. Saat musim hujan datang, kami harus menunda pekerjaan kami di kebun,” tambah Benyamin.

Kondisi ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Setiap tahun, saat musim hujan datang, aktivitas masyarakat Dusun Woimite terganggu, baik itu untuk anak-anak yang ingin bersekolah maupun orang tua yang mencari nafkah di kebun.

Sumber: Pos Kupang
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved