Unwira

Minimnya Minat Masyarakat Rote-Ndao Bermain Sasandu

Jumlah responden untuk masing-masing kategori responden adalah 110 orang dan total responden untuk keseluruhan kategori sebanyak 440 orang. 

Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/OBY LEWANMERU
Djitron Pah sedang membuat alat musik Sasando di Rumah Sasando Oebelo, Kabupaten Kupang, Rabu 29 September 2021. 

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Sasandu atau yang umum disebut Sasando, merupakan alat musik tradisional yang berasal dari Provinsi Nusa Tenggara Timur, khususnya dari daerah Rote Ndao

Dikisahkan dalam berbagai literatur, Sasandu diciptakan oleh nenek moyang orang Rote bernama Sangguana, pada abad ke 7. Ketika itu, Sangguana  memperlihatkan bakat seni yang dimilikinya.  

Suatu ketika sang Putri istana terpikat dan meminta Sangguana untuk membuat alat musik lain, yang belum pernah ada.

Sangguana pun berjuang memenuhi permintaan Putri Raja tersebut. Diilhami lewat mimpinya, Sangguana membuat alat musik yang ia beri nama Sandu, yang artinya bergetar. Dia kemudian memainkan alat musik tersebut, mengiringi sebuah lagu yang dilantunkan berjudul Sari Sandu. Begitulah sepenggal kisah asal mula Sasandu.

Alat musik Sasandu yang ada di kalangan masyarakat sekarang, terdiri dari dua jenis yakni Sasandu gong dan Sasandu biola. 

Sasandu gong Sasandu gong merupakan Sasandu asli yang diciptakan oleh nenek moyang Rote, yakni Sasando yang terdiri dari 7 dawai dan dimainkan dengan cara dipetik dawainya serta menyerupai bunyi gong (pentatonik). 

Namun kini, alat musik Sasandu telah mengalami modifikasi menjadi Sasando biola dengan jumlah dawai 32 dengan sistem nada diatonic.

Sasandu meskipun berasal dari Rote Ndao dan tercatat sebagai warisan budaya benda, juga dijadikan sebagai ikon provinsi NTT dan didaftarkan ke UNESCO sebagai warisan budaya dunia asal Indonesia.

Sayangnya peminat bermain alat musik ini oleh masyarakat Provinsi NTT, khususnya masyarakat Kabupaten Rote Ndao, tergolong minim. 

Hal tersebut terungkap dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Katharina Kojaing dan kawan-kawan tim dosen serta mahasiswa dari program studi Pendidikan Musik, Fakultas Pendidikan dan Keguruan Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.

Penelitian ini berlangsung sejak bulan Agustus hingga 20 Oktober 2024, dibiayai melalui dana hibah kompetisi Penelitian Dosen Pemula (PDP) Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian Kepada Masyarakat (DRTPM), Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Diktiristek), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia tahun 2024.

Penelitian dilakukan dengan metode survey serta wawancara langsung menggunakan sarana angket di 110 desa dalam 11 wilayah kecamatan, dalam keseluruhan wilayah Kabupaten Rote Ndao.

Responden pada setiap desa yang menjadi sampel penelitian, ditemui  secara acak dan terdiri dari empat kategori atau kalangan yakni remaja, orang tua, pegiat seni dan unsur pemerintahan desa atau kelurahan. 

Jumlah responden untuk masing-masing kategori responden adalah 110 orang dan total responden untuk keseluruhan kategori sebanyak 440 orang. 

Data hasil survey dan wawancara ditemukan bahwa semua responden (440 responden) mengetahui tentang alat musik Sasandu dan daerah asalnya, pernah mendengar bunyi musik Sasandu, pernah menonton orang bermain Sasandu dan mengetahui bahwa Sasandu sebagai ikon provinsi NTT. 

Semua responden juga menyatakan suka mendengar bunyi musik Sasandu. Pada aspek  peminat bermain musik Sasandu, responden kategori remaja, orang tua, aparat desa dan pegiat musik, yang menyatakan ingin tahu bermain musik Sasandu berturut-turut adalah 43,63 persen, 16,35 persen, 25,45 persen dan 83,63 persen. 

Kategori responden tersebut, yang menyatakan pernah mencoba berlatih main musik Sasandu  berturut-turut yakni 14,54 persen,  5,45 persen,  5,45 persen dan 21,81 persen.  

Secara keseluruhan, responden yang menyatakan pernah mencoba berlatih bermain musik Sasandu sebanyak 11,81 persen. Rata-rata responden dari kalangan remaja mengemukakan bahwa mereka ingin berlatih main musik Sasandu namun terkendala oleh dua hal yaitu alat musik Sasandu mahal dan sulit memperoleh pelatih. 

Diskusi tim peneliti bersama Kepala Bidang Kebudayaan Kabupaten Rote Ndao, Nyongki Ferdianus Ndoeloe di ruang kerjanya, diperoleh pula informasi bahwa orang Rote Ndao yang bisa bermain musik Sasandu hanya orang-orang khusus saja atau yang memiliki bakat alami. 

Diakuinya, minat orang Rote untuk bermain musik Sasandu tergolong rendah, yang menurutnya berada di bawah 20 persen. 

Baca juga: PKM Unwira Kupang Susun Peta Desa Penfui Timur Berbasis Sistem Informasi Geografis

Hal itu terlihat dari banyaknya peserta bermain musik Sasandu dari kalangan pelajar dalam event festival Rote Malole yang diselenggarakan oleh pihaknya. Belum banyak pelajar yang terlibat dalam pementasan bermain musik Sasandu

Minimnya peminat bermain musik Sasandu ini, menurut Nyongki, disebabkan karena ada anggapan di tengah masyarakat bahwa bermain alat musik Sasandu tidak berdampak secara ekonomi, sebab alat musik ini hanya dimainkan pada saat-saat tertentu saja atau pada moment-moment yang bersifat insidental. 

Meskipun begitu, pihaknya tetap berusaha untuk menumbuhkan minat generasi muda Rote Ndao, untuk mempunyai minat yang tinggi berlatih dan dapat bermain alat musik khas dari wilayah Indonesia Selatan ini. 

Pegiat musik Sasandu Rote Ndao, Esau Nale di desa Oenitas Kecamatan Rote Barat, serta Susan Lily, (alumnus mahasiswa program Studi Pendidikan Musik Unwira Kupang) yang berdomisili di desa Daifadin Kecamatan Rote Tengah, juga mengemukakan bahwa minat bermain musik Sasandu dalam kalangan masyarakat Rote-Ndao tergolong kurang menggembirakan. 

Hal itu terlihat dari banyaknya orang (remaja maupun orang dewasa) yang datang berlatih main Sasandu di sanggar berlatih musik Sasandu yang mereka dirikan dan bina. 

Menanggapi kondisi tersebut, tim peneliti yang terdiri dari Katharina Kojaing, Stanislaus Sanga Tolan, Melkior Kian, Patricia Petrawati Saptono; Maria Marchindy Efliemsu Panir dan Petrus Nahak berencana akan melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat yakni menggelar kursus bermain Sasandu.

Pelaksanaan kursus tersebut, para pemain Sasandu gong atau Sasandu biola yang telah ada di setiap kecamatan, akan diminta sebagai narasumber untuk menjadi pelatih dalam kursus tersebut di kecamatannya atau desa masing-masing, baik, baik kursus langsung maupun pembuatan video tutorial bermain musik Sasandu. (Tim Peneliti Unwira)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved