Renungan Harian Kristen

Moralitas yang Pudar: Hilangnya Orang Saleh dan Krisis Keadilan, Mazmur 12

Betapa buruknya keadaan jika terjadi krisis pemimpin/kepemimpinan yang saleh dalam satu negeri.  Krisis orang-orang saleh dan rintihan kaum rentan:

Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/HO
Renungan Harian Kristen. Moralitas yang Pudar: Hilangnya Orang Saleh dan Krisis Keadilan 

Oleh: Pdt. Nope Hosiana Daik, M.Th
 
POS-KUPANG.COM - Secara sederhana, orang-orang saleh (para saleh) diartikan sebagai mereka yang taat beragama. Para saleh menjalani kehidupannya sesuai dengan ajaran agama yang berpedoman kepada kitab suci (dalam hal ini Alkitab).

Alkitab menyebutkan bahwa para saleh berarti mereka yang kesukaannya adalah firman/taurat  Tuhan dan merenungkan itu siang dan malam.

Hasil renungan menjadi rujukan/referensi bagi segala bentuk laku hidupnya dengan berbagai konsekuensi baiknya (bnd. Mazmur 1:1-3).

Namun pada suatu waktu tertentu  terjadi krisis para saleh di Israel. Yang dimaksudkan dengan krisis para saleh telah adalah bahwa tidak ada lagi para pemimpin yang berlaku sesuai kehendak Tuhan.

Betapa buruknya keadaan jika terjadi krisis pemimpin/kepemimpinan yang saleh dalam satu negeri. 
Krisis orang-orang saleh dan rintihan kaum rentan:

Sebuah dampak Dalam Mazmur 12:1-9, penulis mengeluh tentang krisis/kelangkaan para di Israel dan dampaknya.  Krisis pemimpin/kepeminpinan  yang  saleh di Israel ditunjukkan dengan adanya  ‘indeks persepsi keadilan’ ( dapat disingkat IPK)  yang sangat rendah yang mengasar orang-orang lemah dan kaum miskin (ayat 6).

Karena itu, keagungan makna keadilan sebagaimana diillustrasikan oleh Plato dalam bukunya yang  berjudul Republik, bahwa menurut Cephalus seorng saudagar kaya, keuntungan besar dalam berdagang adalah jika tidak melakukan tindakan kebohongan dan kecurangan .

Ini hanyalah sebuah ilusi dalam lingkungan yang kehabisan para pemimpin yang saleh. Orang-orang lemah dan kaum miskin (kaum rentan) atau dalam sebutan Gayatri Spivak adalah kelompok subaltern dijadikan objek penindasan.

Penindasan menggambarkan bahwa  kelompok rentan ditekan atau ditindih dengan berbagai beban yang berat sehingga mereka kesulitan untuk berdiri tegak, berjalan, berlari dan bahkan dapat kehabisan tenaga karena kesesakan. 

Jika “objek sasar” telah terindentifikasi dengan jelas yaitu kaum rentan, maka  penyasar adalah para pemimpin yang merupakan orang-orang kuat dalam sistem masyarakat Israel pada waktu itu.

Sebagai kaum elite. dengan kedudukan dan kuasa, para pemimpin bukannya tampil sebagai negarawan atau para ksatria yang melindungi rakyat (sebagaimana pandangan Aristoteles tentang arti kehadiran para kesatria sebagai pemimpin yang melindungi rakyat  dalam polis), melainkan mereka tampil sebagai badut-badut kehidupan yang bertopeng kemunafikan yang menyakitkan .

Baca juga: BNN Provinsi NTT Musnahkan 523 Gram Narkotika Jenis Ganja


Para pemimpin Israel  telah menjadi orang-orang yang gila kuasa dan main kuasa. Keberadaan mereka digambarkan sebagai orang-orang fasik yang kehadirannya senantiasa menebarkan kebusukan diantara anak-anak manusia (ayat 9).

Kurang lebihnya penindasan yang dilakukan oleh pemimpin Israel yang telah kehilangan kesalehannya dapat disebutkan  dengan meminjam perkataan-perkataan dalam kitab Mikha, “bahwa mereka adalah pembenci kebaikan dan kebenaran.

Mereka merobek kulit dari tubuh bangsanya  dan makan daging dari tulang-tulang bangsanya. Mereka meremukkan tulang-tulangnya dan mencincang seperti daging dalam kuali, sepertti potongan-potongan daging dalam belanga” (bdk. Mikha 3:2-3).

Para pemimpin telah berubah setia dari kehendak Allah dan memilih menjadi pemangsa bagi sesamanya.

Gaya  kepemimpinan “homo homini lupus” diperagakan dengan amat sangar.

Krisis pemimpin/kepemimpinan yang mengakibatkan indeks persepsi keadilan (IPK) yang rendah adalah sebuah antithesis yang dihadapmukakan kepada Allah.  

Selanjutnya adalah terdengar rintihan orang-kaum rentan. Rintihan kaum rentan ini  pun dialamatkan kepada Allah. 
Perlindungan Dan Keselamatan: Jawaban Allah

Kaum rentan memperdengarkan suara rintihannya dari jurang yang dalam kepada Allah. Allah menaruh telinga-Nya kepada permohonan mereka (bdk.Maz.130:1-2). Allah peduli kepada  seruan kelompok rentan yang teramat “menghauskan” (“merindukan” keadilan) .

Jawaban Allah untuk rintihan kaum rentan adalah perlindungan dan keselamatan demi janji-Nya ( ayat 7-8). Bahwa Allah tidak memberikan harapan palsu kepada kaum rentan yang berseru kepada-Nya. Ini harapan/asa yang menghidupkan. Peng harapan yang menghidupkan adalah literasi iman.

Yewangoe dalam bukunya “Hidup dari Pengharapan” menulis demikian: “pengharapan adalah sebuah kata yang singkat dan hampir lalu dari perhatian kita, kendati demikian, kata ini amat berarti sebab kata ini memampukan seseorang melanjutkan kehidupan.  

Kehidupan disini dan bukan tentang kehidupan di zaman yang akan datang saja (eskatologi), tetapi juga pengharapan akan kehiduan yang berkeadilan pada masa kini di sini sebagaimana yang dimaksudkan Molltmann tentang penghaparan untuk hidup kekinian sebagai persiapan menyongsong eskatologi .

Kaum rentan sebagai korban penindasan menaruh pengharapan kepada Allah yang hidup bahwa mereka akan dilindungi dari angkatan orang-orang fasik ini (ayat 8).

Rintihan(doa) kaum rentan kepada Allah memohon perlindungan dan keselamatan dilandaskan pada paling tidak  dua premis yang berakar dalam sejarah Israel, yakni:

1. Allah tidak menyukai penindasan. Karena itu segala bentuk teriakan tentang penindasan mendapatkan respon positif dari Allah. Pada saat umat Israel berteriak kepada Allah tentang beratnya penindasan yang mereka alami pada masa pemerintahan Firaun di Mesir maka Allah mendengar mereka dengan mempersiapkan “eksodus” dengan perantaraan Musa (bdk. Kel.2:23-25).  

Ingatan kepada keberpihakan Allah kepada kaum tertindas menumbuhkan pengharapan dari jurang yang amat dalam. Ingatan kepada kasih setia Allah menjadi sebuah efouria kontruktif bagi kaum rentan kala itu.

Mereka tidak berdiam diri dalam ketiadaan pengharapan, melainkan mereka bersuara karena mereka memiliki iman bahwa Allah yang tidak menyukai penindasan akan mendengarkan mereka. 

2. Perlindungan pada masa kesesakan dan keselamatan dari penindasan adalah untuk membentuk suatu masyarakat yang membangun kehidupan bersama sebagai umat Allah (kahal Yahweh) yang  diimbuh dengan imperatif  mencintai Allah dan mencintai sesama manusia sebagaimana yang dikehendaki Allah dalam “Sepuluh Firman”.

Mereka tidak dimerdekakan untuk hidup tanpa tanggung jawab. Kebebasan mereka adalah kebebasan yang bertanggung jawab.

Tanggung jawab iman kepada Allah yang membebaskan sebagai bentuk ketaatan dan ungkapan syukur yang terkonfirmasikan pada tanggungjawab sosial. Mereka dibebaskan untuk menghadirkan tesis baru sebagai bentuk resistensi terhadap penindasan di Mesir yang merupakan tesis lama (bdk. Kel.20:1-17). 

Pengharapan meramu tesis baru! 

Adalah simpulan yang lugas bahwa kita sedang dalam kondisi dihimpit dengan ‘indeks perspesi keadilan” (IPK)  yang rendah berdasarkan berbagai kajian tentang maraknya korupsi sebagai bentuk negatif dari pemanfaat jabatan dan kuasa, eksploitasi SDA secara berlebihan, ketidakadilan gender dan berbagai isu ketidakadilan lain yang mengorbankan kelompok rentan.

Karenanya pengharapan menjadi kata kunci atau euphoria konstruktif bagi para korban dan bagi setiap orang yang berada pada jalan perjuangan bersama mereka.

Dengan pengharapan kepada Allah Sang Pencinta Keadilan, kita meramu tesis baru. 

Ramuan-ramuan yang kita persiapakan berupa: pendampingan, advokasi,  sharing, pelatihan, seminar, ceramah dan lokarya, pembentukan kelompok aksi untuk meng-handle panggilan bersama  yang berdampak pada penyadaran (conscience) .  

Kelompok rentan sebagai yang subaltern harus dituntun sampai pada kesadaran bahwa mereka menjadi korban ketikadilan sehingga mereka terus berjuang dengan memperdengarkan suara untuk menuntut penghadiran kembali  keadilan.

Memang secara parsial, suara-suara untuk meminta keadilan sudah diperdengarkan namun kadang dibungkamkan dengan tindakan represif.

Namun pengalaman-pengalam itu tidak harus menciutkan nyali melainkan mendorong lebih banyak partisipasi untuk menyuarakan keadilan sebagai saalh satu nilai dalam peradaban manusia yang ber-Tuhan. 

Penutup

Sekiranya refleksi terhadap Mazmur 12:1-9 tentang hal kehabisan stok para saleh atau (pemimpin) yang saleh dengan rendahnya indeks persepsi keadilan (IPK) yang rendah sebagai dampak  serta adanya pengharapan kepada Allah yang membebaskan dan menghidupkan dijadikan dapat  sebagai salah satu bentuk resistensi terhadap berbagai bentuk ketidakadilan yang sedang terjadi dalam berbagai ruang kehidupan.  

Semua yang terdampak tindakan ketidakadilan karena perilaku para pemimpin yang fasik (mengabaikan kehendak Allah), yang adalah bencana moral,- dapat dikuatkan untuk melanjutkan kehidupan dengan berpengharapan kepada Allah yang menyukai keadilan.  Amin. (*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved