Wawancara Eksklusif
Wawancara Eksklusif Cawagub Jakarta Rano Karno: Gua Kayak Dibisikin almarhum Babeh
Pendaftaran Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Jakarta untuk gelaran Pilkada Serentak 2024 telah resmi ditutup pada 29 Agustus 2024.
Memang seminggu sebelumnya saya sudah dengar. Walaupun saya, ah ini yang bener si ah? Saya jujur sebetulnya udah nggak mau. Nggak mau, wallah saya nggak mau. Bukan saya mengada-ngada ya. Artinya kenapa saya nggak maju di Banten. Saya sadar, istilahnya hasil Pileg saya, saya nomor 3. Nomor 1 Airin. Nomor 2 Habib dari PKS. Saya nomor 3. Jadi itu menjadi satu tolok ukur lah.
Saya bilang, sudahlah, saya ingin sekali di Komisi X saja. Kebetulan memang beban Komisi X ini kita sedang menyusun Panja biaya pendidikan. Ini kan lagi menarik kan. Mandatory 20 persen dari APBN ini kita nggak pernah tercapai. Itu yang sedang kita fokus. Jadi sebetulnya aku ingin itu.
Seminggu sebelum, ya jujur-jujur saja, aku denger. Wah ini kayaknya Bang, ya bahasa anak-anak, kayaknya lu disuruh maju nih. Maju sama siape? Cuma dua yang saya denger. Pertama Bang Anies, kedua Ahok. Menurut lu bagaimana? Waduh jangan lu nanya menurut gua dong. Kita kan, ya maaf nih, kita ini kan petugas partai, dengan siapa pun kita harus siap. Tapi bahasa "kalau memang suruh pilih", mungkin lebih enak sama Anies. Kan begitu bahasanya. Ahok sudah pernah jadi gubernur, Mas Anies juga jadi gubernur. Dia paham. Ini kan tinggal kesinambungan.
Jadi artinya, ngobrol lah saya sama Mas Anies. Hampir dua jam. Ya pengumuman Pilkada memang tidak ada untuk DKI (Jakarta) Jabar, dan Jatim belum ada. Bayangin, orang Bu Risma kan nganterin saya ke KPUD DKI. Saya juga kaget dia tiba-tiba jadi. Dia juga kaget jadi calon gubernur Jawa Timur. Itulah yang dibilang perintah. Kita harus siap, dalam arti kata, pertanyaannya apakah siap? Kita pertama harus siap.
Kebetulan, maaf ya. Ini saya anggap jelinya Ibu. Saya jujur. Jadi pada waktu saya diundang Ibu hari Senin, makan siang di rumah beliau. Harusnya aku tuh ke Bali. Kebetulan ada kunjungan kerja DPR RI dan ya cucu ada yang study tour, sekalian dah udah kita liburan nanti sama kakek. Udah beli tiket 10, hotel udah segala macem. Tiba-tiba minggu malam Mas Sekjen telpon tidak boleh keluar Jakarta. Waduh ini apa lagi? Udah singkat kata aku Senin dipanggil Ibu.
Sebetulnya saya jujur, saya sudah siap pada pembicaraan Bu saya nggak bersedia. Saya belum dengar nama Mas Pram. Saya cuma tahu dua itu. Jadi begitu Ibu, ya kita sambil makan. Rano, saya perintahkan kamu sebagai Ketua Umum, dan ini hak prerogatif saya, tidak ada diskusi. Waduh, apa gua ngomong? Waduh, apa ini Bu? Dampingi Mas Pramono Anung menjadi wakil gubernur Provinsi DKI. Kaget saya. Saya pertama kali kaget, Mas Pram. Saya tidak mengecilkan kemampuan beliau lho. Karena saya berpikir kemampuan beliau sudah di atas gubernur, yang saya pahami. Beliau Seskab, empat kali jadi DPR RI, dia pernah jadi Sekjen Partai. Dia punya kapasitas. Saya bilang, Bu, emang Mas Pram mau? Harus mau. Pertanyaannya sama kayak kamu, katanya. Perintah.
Nah Bu, apa saya harus mau? Dia bilang. Ini yang bikin saya terkejut. No, sebentar lagi Jakarta akan ditinggal? Maksudnya apa, Bu? DKI itu nggak ada lagi. I (Ibukota)-nya pergi. Dia akan jadi DKJ. Terus kamu mau apa? Aku terkejut, Ibu nunjuk aku. Kamu kan Betawi. Sekarang kalau Betawi ditinggal, Betawi mau ke mana? Waduh. Itu jujur, tiba-tiba ini kita kayak dibisikin almarhum Babeh, eh anak gue jadi tukang insinyur. Gua mau sekali-sekali, nggak tahu ya, mungkin karena saya, ya maaf ya, itu terbersit. Kok begini ya? Saya harus terima. Tidak ada kata lain, harus terima.
Kamu ketemu Mas Pram, bicara sana. Malamnya aku ketemu Mas Pram lah. Aku ke rumah Mas Pram. Mas Pram, No kamu siap nggak dampingi saya? Siap! Kita kan petugas partai, mesti siap kan. Bismillah kita. Besok kita daftar. Hah?! Besok daftar? Ini nggak ada deklarasi? Nggak perlu deklarasi. Aduh terus kita punya apa? Kamu punya apa? Aku punya oplet, ya kebetulan aku kan BKN. Ya kita daftar masa' diem-diem anyep-anyep aja. Ini bahasa Betawinya kan anyep. Ya udah kita bikin kayak budaya sedikit. Oplet berangkatin, kemudian tanjidor, segala macem. Pokoknya kita bikin, kalau kite bilang, Betawi bilang kan keramaian. Ya sudah kita bikin sesuatu yang menarik.
Jadi perjalanannya sebetulnya nggak siap. Bukan nggak siap arti kita nggak paham. Maaf saya 11 tahun di dunia birokrasi paham. Pemerintahan itu kan cuma dua unsurnya, wajib dan pilihan. Itu aja kan. Di situ baru kita jabarkan melalui sebuah yang disebut namanya visi misi. Visi misi mau ke mana. DPP sudah mengantarkan konsep visi misi. Ini harus dijalankan oleh semua kepala daerah baik tingkat provinsi, kabupaten, kota. Agar apa? Pembangunan berkesinambungan. Itu intinya. Jadi kalau dikatakan visi misinya apa, makmur secara ekonomi, kemudian sejahtera, dan keberadaan. Kemudian dengan 6 komponen misinya harus dijalankan. Itu wajar ya.
Setelah mendapat perintah dari Ibu (Mega) orang pertama yang Abang kabari siapa?
Bini lah.
Pasti protes bininya, nggak?
Enggak sebetulnya. Kan udah berangkat. Bayangin istriku, anak, cucu sudah berangkat ke Bali subuh. Saya nggak ikut. Dikabarin kan sama Mas Sekjen nggak boleh pergi. Dia bilang udah gampang nanti kalau habis ketemu ibu kan keputusannya jelas.
Saya jujur Mas, udah ngomong sama istri, waduh ini udah deh, saya cukup lah. Maaf ya, saya tidak menganggap saya tua, tapi umur saya kan udah 64 ini. Udahlah cukuplah. Sebetulnya saya pada posisi mau menolak sebetulnya. Udah Bu nggak usah lah. Walaupun saya tahu isunya, terdengar, maaf nih bukan saya belagu, siapapun gubernurnya, pokoknya wakil gubernurnya elu. Bahasa anak-anak begini kan. Haduh, kenapa gue si? Kenapa gue si?
Begitu istri diberitahu, protes juga atau gimana?
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.