Kunjungan Paus Fransiskus

Sejak Soekarno, Kunjungan Presiden RI ke Vatikan Promosi Universalitas Nilai Pancasila

Paus Fransiskus merupakan Paus ketiga yang berkunjung ke Indonesia setelah Paus Paulus VI dan Paus Yohanes Paulus II.

Editor: Agustinus Sape
VATICAN MEDIA
Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri bersalaman dengan Paus Fransiskus, Kepala Negara Vatikan sekaligus pemimpin tertinggi Gereja Katolik, di Istana Kepausan, Vatikan, Senin (18/12/2023) pagi waktu setempat. Megawati bertemu Paus bersama juri Penghargaan Zayed untuk Persaudaraan Kemanusiaan atau Zayed Award for Human Fraternity (ZAHF) 2024. 

Vatikan mengakui kedaulatan Indonesia pada 1947 (Kompas.id, 9/8/2024). Vatikan kemudian meresmikan perwakilan diplomatik atau Internunsiatur Apostolik di Jakarta pada 1950.

Kunjungan Soeharto hingga SBY ke Vatikan

Setelah Bung Karno, relasi Indonesia-Vatikan dilanjutkan oleh presiden-presiden selanjutnya. Presiden Soeharto, misalnya. Presiden kedua Indonesia ini selain menerima dua kunjungan Paus ke Indonesia tahun 1970 dan 1989, juga pernah berkunjung ke Vatikan bersama Ibu Tien Soeharto. Kunjungan tersebut terjadi pada November 1972.

Presiden Soeharto mengunjungi Vatikan dalam rangkaian kunjungannya ke Eropa yang meliputi Swiss, Belgia, dan Italia. Serangkaian kunjungan ini bertujuan untuk mempererat persahabatan dan memperdalam kerja sama Indonesia dengan negara-negara tersebut (Kompas, 4/11/1972). Di Vatikan, Presiden Soeharto diterima oleh Paus Paulus VI yang dua tahun sebelumnya telah berkunjung ke Indonesia.

Kunjungan Soeharto ke Vatikan pada tahun 1972 merupakan yang pertama dan satu-satunya yang ia lakukan. Setelah itu, kunjungan presiden Indonesia ke Vatikan baru dilakukan 28 tahun kemudian, yakni pada tahun 2000.

Pada 5 April 2020, Presiden Abdurrahman Wahid bersama Ibu Negara Sinta Nuriyah mengunjungi Paus Yohanes Paulus II di Vatikan. Paus menyambut Presiden Gus Dur dengan hangat. Bahkan, dalam perjumpaan tersebut paus menyapa Gus Dur dalam bahasa Indonesia dengan mengucapkan, ”Selamat datang, selamat datang.”

Selain sebagai Presiden, kunjungan Gus Dur juga dipandang oleh kaum Nahdlatul Ulama (NU) di Indonesia secara simbolik sebagai upaya mewujudkan perdamaian dunia, terutama hubungan harmonis antarumat beragama. Terbukti, pada tahun 2019, perwakilan PBNU dan GP Ansor bersama sejumlah tokoh bertemu dengan Paus Fransiskus di Vatikan (Kompas, 27/9/2019).

Setelah Gus Dur, Presiden Megawati Soekarnoputri pun pernah menemui Paus Yohanes Paulus II di Vatikan pada Juni 2002. Kunjungan ini terjadi dalam serangkaian kunjungan ke negara-negara di Eropa, antara lain Italia, Inggris, Ceko, dan Slowakia. Dalam kesempatan tersebut, Megawati juga menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pangan Sedunia.

Secara khusus soal Vatikan, Megawati tidak hanya mengunjungi paus saat menjadi presiden. Terbaru, menjelang Natal 2023, Megawati melawat ke Vatikan dan berjumpa dengan Paus Fransiskus. Pertemuan digelar di Istana Kepausan atau Palatium Apostolicum Vatikan pada Senin, 18 Desember 2023.

Di akhir perjumpaan, Paus Fransiskus memberikan hadiah dua buku karyanya, yakni Laodato Si’ dan Laodate Deum. Sementara itu, Megawati menyerahkan kain batik kepada Paus Fransiskus sebagai cendera mata.

Presiden ke-6 Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono tercatat juga mengunjungi Vatikan meskipun tidak dalam kunjungan negara dan ketika dirinya sudah tidak menjabat presiden. Dikutip dari laman Partai Demokrat, SBY berkunjung ke Vatikan tahun 2017.

Universalitas Pancasila di Dunia

Melihat jejak kunjungan presiden Indonesia ke Takhta Suci Vatikan, relasi ini tak sekadar diplomasi kedua negara semata. Namun, juga tersirat makna simbolik persaudaraan dan perdamaian dunia. Vatikan merupakan simbol tertinggi umat Katolik dunia, sementara Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi umat Islam terbanyak di dunia.

Namun, perbedaan ini tidak menghalangi hubungan diplomatik yang hangat di antara kedua belah pihak. Kedua negara memiliki visi yang sama untuk mewujudkan nilai-nilai universalitas persaudaraan dan perdamaian dunia meski memiliki latar belakang yang berbeda.

Indonesia juga dikenal sebagai negara majemuk dengan latar belakang penduduknya beragam dari agama, etnis, dan golongan. Kemajemukan Indonesia ini dipersatukan dalam nilai ideologi Pancasila sebagai perekat identitas kebangsaan Indonesia.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved