Derap Nusantara

Komitmen Polri Berantas Narkoba

Sejak 21 September 2023 sampai 9 Juli 2024 ini, Satgas P3GN Polri telah menangkap 38.194 tersangka.

Editor: Alfons Nedabang
ANTARA/LAILY RAHMAWATY
Diritipdnarkoba Bareskrim Polri Brigjen Pol Mukti Juharsa (kiri), Kasatgas P3GN Polri Irjen Pol Asep Edi Suheri (tengah) dan Karopenmas DivHumas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko (kanan) memperlihatkan barang bukti hasil sitaan Satgas P3GN Polri, Senin 6 Mei 2024. 

POS-KUPANG.COM - Pemberantasan narkoba di Indonesia menjadi perhatian serius Presiden Joko Widodo. Bahkan, pada rapat terbatas tahun 2016, Kepala Negara menyatakan perang terhadap bandar dan jaringan narkoba.

Badan Narkotika Nasional (BNN), Polri, TNI, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kominfo, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diperintahkan bersinergi, keroyokan memberantas narkoba, dan mengesampingkan ego sektoral.

Di bidang penegakan hukum, aparat harus lebih keras dan tegas terhadap jaringan-jaringan yang terlibat. Menutup celah semua penyeludupan yang berkaitan dengan narkoba di pintu masuk, baik di pelabuhan, bandara, maupun pelabuhan-pelabuhan kecil.

Amanat Presiden ini ditindaklanjuti Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo dengan membentuk Satuan Tugas Penanggulangan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba ( Satgas P3GN ) Polri di Bareskrim Polri hingga polda.

Satgas P3GN Polri lantas bergerak menjalankan perintah Presiden dan Kapolri. Sejak 21 September 2023 sampai 9 Juli 2024 ini, Satgas P3GN Polri dari tingkat pusat dan daerah telah menangkap 38.194 tersangka. Dari jumlah itu, 31.880 tersangka sedang menjalani proses penyidikan dan 6.314 menjalani rehabilitasi.

Selama periode itu juga, Polri menerbitkan 26.048 laporan polisi dan menyita barang bukti narkoba berupa: sabu-sabu seberat 4,4 ton, ekstasi 2.618.471 butir, ganja 2,1 ton, kokain 11,4 ton, tembakau gorila seberat 1,28 ton, ketamin 32,3 kilogram, heroin 86 gram, dan obat keras sebanyak 16.704.357 butir.

Kasatgas P3GN Polri Irjen Pol. Asep Edi Suheri mengatakan dalam pengungkapan ini Polri tidak bekerja sendiri. Ada peran kementerian dan lembaga terkait serta dukungan masyarakat.

Kerja kolaboratif dan dukungan masyarakat ini menjadi pendorong bagi jajaran Satgas P3GN Polri untuk terus melawan peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba di Indonesia.

Untuk itu, Asep meminta masyarakat tidak ragu melaporkan kepada polisi bisa menemukan indikasi atau dugaan peredaran maupun penyalahguna narkoba di lingkungannya. Makin cepat laporan tersebut diterima, kian banyak jiwa yang berhasil diselamatkan dari bahaya narkoba.

“Polri berkomitmen bertindak tegas memerangi peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba di Indonesia,” kata Asep.

Memburu Fredy Pratama

Selain fokus memberantas peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba di Tanah Air, Satgas P3GN Polri dan Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri serta polda juga intens memberantas jaringan internasional gembong narkoba Fredy Pratama, warga negara Indonesia yang bermukim dan mengendalikan peredaran narkoba dari Thailand.

Pemburuan ini diberi sandi dengan nama Operasi Escobar. Sejak September hingga Juli 2024, sebanyak 60 tersangka jaringan Fredy Pratama sudah ditangkap. Mereka tidak hanya dijerat pasal terkait peredaran narkoba, tapi juga Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Dari 60 tersangka itu, 45 orang sudah diproses tahap II atau pelimpahan tersangka beserta barang bukti kepada jaksa penuntut umum (JPU). Kemudian, seorang tersangka atas nama Bayu Firmadi tahap P-19 atau pengembalian berkas sesuai petunjuk JPU, dan sisanya 14 tersangka proses penyidikan.

Selama perburuan itu, Direktorat Tindak Pidana Bareskrim Polri, pada awal April 2024 berhasil mengungkap keberadaan laboratorium narkoba rahasia atau clandestine laboratory milik jaringan Fredy Pratama, empat tersangka ditangkap.

Mereka memasukkan barang-barang kimia dari China ke Indonesia, untuk selanjutnya diolah menjadi prekursor narkoba untuk memproduksi ekstasi dan sabu.

Perwakilan Kepolisian Royal Thai Police
Perwakilan Kepolisian Royal Thai Police menghadiri konferensi pers penangkapan buron Thongduan Chaowalit aliasn Pang Nardone alias Sulaiman di Bareskrim, Mabes Polri, Minggu 2 Juni 2024.

Tentu saja bukan cuma milik jaringan Fredy Pratama. Setidaknya ada empat clandestine laboratory lainnya yang diungkap oleh Polri di sejumlah wilayah, yakni Malang, Jawa Timur, Semarang, Jawa Tengah, Bali, dan Sumatera Utara.

Perkembangan terbaru, Polri mengirimkan tim gabungan DivHubinter dan Dittpidnarkoba Bareskrim Polri ke Thailand untuk bekerja sama dengan kepolisian setempat untuk memburu Fredy Pratama, pria asal Kalimantan Selatan, yang masih bersembunyi di Thailand itu.

Tekad bisa menangkap dan memulangkan Fredy Pratama ke Indonesia ini pun ditegaskan kembali pada saat Polri berhasil membantu Kepolisian Kerajaan Thailand menangkap Thongduan Chaowalit aliasn Pang Nardone alias Sulaiman di Bali pada akhir Mei 2024.

Chaowalit adalah buronan nomor 1 dan paling dicari oleh The Royal Thai Police. Ia terlibat kasus narkoba dan membunuh polisi setempat saat pelariannya dari Thailand ke Indonesia bulan Februari lalu. Kepolisian Thailand pun mengapresiasi keberhasilan Polri dalam menangkap buronan paling berbahaya itu.

Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Pol. Mukti Juharsa dihubungi ANTARA mengatakan pencarian terhadap Fredy Pratama makin intensif. Kepolisian berhati-hati dalam melakukan penegakan hukum karena aturan yang ketat di negara tersebut.

TPPU Bandar dan Kurir Narkoba

Kerja keras Polri memberantas narkoba selain untuk penegakan hukum, juga demi memberikan efek jera kepada pelaku, salah satunya memiskinkan para bandar dan kurir, dengan menggunakan jerat Pasal TPPU.

Jaringan Fredy Pratama juga jadi target untuk dimiskinkan agar tidak lagi bisa mengedarkan narkoba di Indonesia. Polri menyita aset dari jaringan tersebut senilai Rp422,20 miliar terdiri atas tanah dan bangunan, apartemen, uang tunai, dan kendaraan roda dua maupun roda empat.

Selain itu, Kepolisian Thailand juga membuat upaya yang sama kepada istri Fredy Pratama yang merupakan warga negara Thailand. Harapannya, dengan dimiskinkan, hal ini akan mempersempit ruang geraknya dalam peredaran narkoba.

Walau sudah jadi buronan, Fredy Pratama masih menjalankan bisnis haram ini, terbukti pada April 2024, Polri menggerebek clandestine laboratory milik jaringan tersebut di perumahan kawasan Sunter, Jakarta Utara.

Polri saat ini bekerja sama dengan Kepolisian Thailand mendata aset-aset Fredy Pratama yang berada di Thailand sekaligus melacak keberadaannya.

Penerapan Pasal TPPU ini jamak dilakukan oleh Polri dari tingkat Bareskrim Polri hingga polda jajaran, agar ada efek jera bagi para pelaku untuk tidak mencari-cari cara mengedarkannya dan mengulangi lagi perbuatannya.

“Jadi, kami akan menangkap mereka, mulai dari kurir lalu naik ke bandar-bandar. Orang-orang yang terlibat di jaringan inilah yang kami jadikan target dijerat Pasal TPPU,” kata Mukti.

Modus Peredaran Narkoba

Gencarnya aparat penegak hukum dalam upaya memberantas peredaran dan penyalahgunaan narkoba membuat para pelaku mencari celah untuk bisa terus mengedarkan barang dagangannya, salah satunya mengubah modus operandi.

Para pelaku berupaya mengelabui petugas untuk mengedarkan narkoba, salah satunya dengan mengemas narkoba dalam produk makanan, seperti teh hijau dari China, kaleng susu, permen, kopi, keripik pisang, keramik, dan masih banyak lainnya.

Pola peredaran narkoba dengan cara mengirim barang yang disamarkan ini menjadi tren sejak aparat hukum gencar memburu keberadaan clandestine laboratory di Tanah Air. Modus mengedarkan narkoba dengan membangun laboratorium narkoba rahasia ini sudah marak sejak awal tahun 2000-an. Namun, seiring gencarnya penindakan, pelaku mengubah modus dengan pengiriman narkoba siap edar.

Akan tetapi, seiring berjalan waktu, modus lama kembali digunakan pelaku dengan cara berbeda, yakni membuat clandestine laboratory di Indonesia, lalu mengirim bahan-bahan kimia dari luar negeri untuk membuat prekursor narkoba di Tanah Air sebagai bahan baku sabu dan ekstasi.

Namun, modus ini pun terendus oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dari operasi di pelabuhan dan bandara, aparat mencurigai adanya kiriman bahan-bahan kimia dalam jumlah banyak dan rutin. Oleh karena itu, Ditjen Bea Cukai minta Polri menelusuri ke mana bahan-bahan kimia itu dikirimkan kepada penerimanya. Dari situ, juga ditelusuri siapa pemesan dan pengiriman bahan kimia tersebut.

Terkait modus baru ini, kata Brigjen Pol. Mukti Juharsa, Polri telah mengantisipasi lewat kerja sama dengan Imigrasi dan Ditjen Bea dan Cukai.

Polri juga berkoordinasi dengan Kepolisian China untuk mencegah pengiriman bahan-bahan kimia mencurigakan dari negeri Tirai Bambu itu masuk ke Indonesia lewat cara ilegal. Hasil koordinasi tersebut, Kepolisian China meminta daftar bahan-bahan kimia tersebut.

Sejauh ini, China sudah melarang 24 produksi baru bahan kimia untuk diekspor. (oleh laily rahmawaty/antara)

 

Grafis Polri Perangi Narkoba
Badan Narkotika Nasional (BNN) terus memerangi penyalahgunaan narkoba di kalangan generasi muda dan memberantas peredaran zat terlarang tersebut lewat aksi pencegahan dan penindakan.

 


Waspadai Lab Narkoba Rahasia

DIREKTORAT Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri mewaspadai keberadaan laboratorium narkoba rahasia di Indonesia melalui penguatan kerja sama dengan lembaga-lembaga terkait untuk melakukan deteksi dini dan penegakan hukum.

Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Polisi Mukti Juharsa di konfirmasi di Jakarta, Kamis, mengatakan selama tahun 2024 sudah ada lima pengungkapan laboratorium narkoba rahasia di Indonesia.

"Untuk pengungkapan oleh jajaran Bareskrim sepanjang 2024 ini ada lima wilayah ya, Semarang, Sunter Jakarta Utara, Bali, Sumatera Utara, dan Malang, Jawa Timur," kata Mukti.

Menurut dia, keberadaan laboratorium narkoba rahasia ini merupakan modus lama yang digunakan lagi para pelaku kejahatan narkoba untuk terus bisa memasarkan barang dagangannya.

Jenderal polisi bintang satu itu menjelaskan pada era tahun 2000-an, para bandar narkoba menggunakan modus mendirikan atau membuat laboratorium narkoba rahasia untuk memproduksi narkoba jenis sabu-sabu dan ekstasi di Tanah Air.

"Awal tahun 2000-an, di mana laboratorium narkoba rahasia itu menjamur," katanya.

Modus ini akhirnya terbaca aparat penegak hukum, baik kepolisian, Bea Cukai, maupun Imigrasi, yang melakukan penegakan hukum secara masif.

Puncaknya pada tahun 2005, Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono datang meninjau pabrik ekstasi dan sabu-sabu terbesar di Jalan Cikande, Kabupaten Serang, Banten, yang berhasil diungkap.

Mantan Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya itu mengatakan keberadaan laboratorium narkoba rahasia ini menjadi tren pada era 2.000-an, baik itu memproduksi ekstasi maupun sabu-sabu dengan cara mengirimkan prekusor narkoba.

Namun, seiring berjalannya waktu, berangsur hilang dengan maraknya penegakan hukum yang dilakukan aparat kepolisian.

"Lambat laun era itu hilang. Modus itu hilang karena sudah terendus oleh aparat kepolisian," katanya.

Setelah modus pembentukan clandestine laboratory terendus, kata Mukti, pelaku tindak pidana narkoba mengubah modus dengan pola pengiriman barang narkoba ke Indonesia melalui jalur laut, lewat pelabuhan tikus.

"Mereka kirim narkoba dalam bentuk siap edar dari Aceh, Riau, Batam, Jambi, nanti ujungnya di Lampung, penyeberangan antara Pulau Sumatera dan Jawa. Di Kalimantan pun demikian, dari Entikong sampai Kaltara, yaitu di Sebatik," ujarnya.

Kabareskrim Komisaris Jenderal Polisi Wahyu Widada (kiri) dan Kapolda Jatim Irjen Pol Imam Sugianto (kanan) menunjukkan pil ekstasi siap edar saat ungkap kasus laboratorium gelap narkoba di Jalan Bukit Barisan, Klojen, Malang, Jawa Timur, Rabu 3 Juli 2024.
Kabareskrim Komisaris Jenderal Polisi Wahyu Widada (kiri) dan Kapolda Jatim Irjen Pol Imam Sugianto (kanan) menunjukkan pil ekstasi siap edar saat ungkap kasus laboratorium gelap narkoba di Jalan Bukit Barisan, Klojen, Malang, Jawa Timur, Rabu 3 Juli 2024. (ANTARA FOTO/ARI BOWO SUCIPTO)

Lagi-lagi modus pengiriman sudah terbaca aparat penegak hukum, banyak tangkapan dilakukan, termasuk jaringan internasional milik gembong narkoba Fredy Pratama yang banyak memasukkan narkoba ke Indonesia.

Saat ini jaringannya di wilayah timur dan barat sudah terbongkar. Total sudah 60 orang lebih tersangka jaringan Fredy Pratama yang ditangkap.

"Karena modus pengiriman ini juga sudah terbaca oleh kami, jadi para bandar ini pakai modus baru lagi, kembali ke awal tahu. 2000-an, cuma caranya berbeda. Mereka mengirimkan bahan-bahan kimia, bukan prekursor narkoba lagi," ujar Mukti.

Modus inilah yang kini marak digunakan para pelaku narkoba sehingga jajaran Polri bersama aparat penegak hukum lainnya melakukan langkah-langkah antisipasi agar keberadaan laboratorium narkoba rahasia ini bisa diungkap.

Mukti menyebut penindakan terhadap laboratorium narkoba ini sudah banyak dilakukan jajaran Polri, baik di tingkat Bareskrim Polri maupun polda.

Seperti pengungkapan laboratorium narkoba rahasia di Semarang, Jawa Tengah, ada tiga pabrik narkoba yang digerebek pada April 2024. Laboratorium itu memproduksi sabu-sabu dan happy water.

Masih pada April, Bareskrim Polri menggerebek pabrik narkoba milik jaringan Fredy Pratama yang mampu memproduksi ekstasi mencapai 300 ribu butir per bulan.

Selanjutnya pada Mei, Bareskrim menggerebek laboratorium narkoba rahasia di wilayah Bali, yang dikendalikan dua warga negara asing asal Ukraina.

Pertengahan Juni, Bareskrim kembali menggerebek keberadaan laboratorium narkoba yang dijalankan pasangan suami istri di Sumatera Utara, mampu memproduksi 314 ribu butir ekstasi per bulan.

Kasus terbaru, tujuh hari lalu diungkap penggerebekan pabrik narkoba terbesar se-Indonesia di daerah Malang yang memproduksi ganja sintetis. Barang bukti yang diamankan 1,2 ton ganja sintetis siap edar dan bahan baku setara 2 ton yang siap diproduksi.

Kesamaan dari laboratorium narkoba yang berhasil dibongkar ini menjadikan rumah tinggal maupun rumah toko disewa untuk memproduksi narkoba. Clandestine laboratory umumnya merupakan istilah merujuk pada aktivitas individu atau sekelompok orang memproduksi narkoba secara cepat dan murah. (antara)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lain di GOOGLE NEWS

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved