Breaking News

Hasil Survei Terbaru

Survei Kompas: Media Arusutama Masih Jadi Sumber Informasi Tepercaya Masyarakat Pasca Tahun Politik

Slogan No Viral No Justice dimaknai, upaya mencapai rasa keadilan ditentukan oleh menyebar luas atau tidaknya suatu perkara.

Editor: Agustinus Sape
DOK. POS-KUPANG.COM
Ilustrasi. Artis Olivia Zalianti memegang koran Pos Kupang, salah satu media arusutama di NTT. 

POS-KUPANG.COM - Dalam beberapa tahun terakhir ini beredar jargon ”No Viral, No Justice”. Slogan ini dimaknai, upaya mencapai rasa keadilan ditentukan oleh menyebar luas atau tidaknya suatu perkara.

Fenomena miris itu sekaligus menggambarkan peran media massa, dalam berbagai bentuknya, di kondisi masyarakat saat ini. Pertanyaannya, sejauh mana media massa dapat mempertahankan marwahnya sebagai jembatan antara pemerintah dan masyarakat?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, pertama-tama perlu dipetakan konsumsi media massa di masyarakat. Hasil survei Litbang Kompas menemukan lebih dari setengah responden mengakses media sosial. Survei ini dilakukan pada 27 Mei-2 Juni 2024 secara wawancara tatap muka kepada 1.200 responden di 38 provinsi.

Sementara itu, satu dari tiga responden yang mengakses televisi. Sisanya secara berurutan, yakni situs berita daring (4,6 persen), surat kabar (0,5 persen), dan majalah (0,2 persen). Artinya, pamor media massa cetak berada di bawah media daring sebagai pilihan publik mengakses informasi, sama seperti hasil survei-survei sebelumnya.

Media cetak memang diprediksikan terus mengalami penurunan tiap tahunnya, seperti yang dilaporkan oleh PricewaterhouseCoopers (PwC) dengan analisis pasar media cetak di tingkat global.

Dalam data outlook dari 2018, PwC menilai pasar media cetak masih mendominasi hingga 2025 dibandingkan dengan media digital, tetapi terus mengalami penurunan. Kondisi kemudian berbalik dengan dominasi pasar media digital pada 2025, sementara pasar media cetak akan terus menurun.

Penurunan jumlah pembaca pada akhirnya mengakibatkan penurunan sirkulasi dan pendapatan iklan media cetak. Di Indonesia, orientasi masyarakat terhadap konsumsi media daring ini berimbas pada belasan media cetak Tanah Air yang berhenti terbit dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Para pelaku industri pers meyakini, industri media pada dasarnya tidak akan mati sebab kebutuhan masyarakat terhadap informasi akan tetap ada.

Transformasi digital menjadi hal mutlak untuk strategi adaptasi. Fenomena ini juga tergambarkan dari laporan We Are Social 2024 yang turut memotret kebiasaan masyarakat Indonesia dalam konsumsi media. Ditemukan bahwa 7 dari 10 situs teratas yang paling sering dikunjungi ada situs atau aplikasi media sosial, sementara 3 lainnya diikuti oleh situs berita daring.

Meski begitu, pada praktiknya industri pers yang mencoba melakukan transformasi digital juga memerlukan inovasi. Para pelaku media daring rintisan yang terus mengikuti isu viral, terlepas dari kualitas jurnalistiknya, turut tenggelam dalam lautan algoritma media sosial hingga akhirnya karam.

Media cetak atau perusahaan koran dapat dikatakan lebih beruntung masih memiliki kapital jenama dan sumber daya sehingga lebih siap mengarungi media sosial.

Viral dan kepercayaan publik

Modal jenama dan sumber daya pun masih belum cukup untuk mengarungi ganasnya samudra algoritma digital saat ini. Publik sebagai konsumen berita cenderung terbagi dalam dua kebiasaan, yakni yang sekadar ingin mengetahui isu terbaru atau terkini dan lainnya mencari secara spesifik informasi berita yang memang ingin diketahui.

Kedua, pola konsumsi berita atau informasi ini tentu berpengaruh pada pangsa pasar yang berbeda pula. Bagi konsumen yang sekadar mencari isu terbaru lebih banyak menghabiskan waktu di media sosial atau daring. Sementara konsumen yang lebih spesifik mencari informasi, menciptakan ceruk pasar (niche market) tersendiri yang jumlahnya tentu tidak sebesar yang sekadar ingin tahu.

Dengan begitu, media sosial menjadi arena pertarungan bagi media arustama mendapatkan atensi warganet dibandingkan dengan agen-agen informasi lainnya, seperti akun medsos rintisan dan para pemengaruh (influencers). Dalam pertarungan ini, kualitas informasi yang meliputi kredibilitas dan kelengkapan berita menjadi modal utama media arusutama atau arustama.

Hal ini berlaku juga bagi isu yang sedang viral diperbincangkan publik. Ada fenomena yang menggambarkan relasi mutualisme dalam menaikkan isu publik di antara akun media arustama dan influencers. Ada kalanya konten berita daring media arustama mengangkat isu yang dibahas pemengaruh, tetapi sering juga influencers mencatut tampilan berita atau tautan berita dari media arustama.

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved