Wawancara Eksklusif

Wawancara Eksklusif Koordinator MAKI, Boyamin Saiman: Harvey Moeis dan Helena Lim Hanya Kaki Tangan

Belakangan kasus dugaan korupsi tata niaga timah wilayah IUP PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022 ramai jadi pembicaraan di masyarakat.

Editor: Alfons Nedabang
wartakota.com
Boyamin Saiman 

Saya sebenarnya sudah membuat bagan yang perusahaan di Kalimantan maupun perusahaan di Bangka Belitung, ada rangkaian itu. Makanya saya kenapa minggu kemarin memberikan somasi terbuka kepada Kejagung, karena saya punya modal, punya tabungan, sehingga berani melakukan somasi terbuka.

Kalau Anda Kejaksaan Agung ini lemot atau tidak tuntas atau mengkrak, tunggu aja satu bulan, kemudian saya gugat praperadilan.

Apakah data sketsa itu Anda pakai sendiri atau anda notifikasikan juga kepada penyidik Kejaksaan Agung?

Ada sebagian, ada yang juga tidak. Karena tanpa harus saya kasih mereka (penyidik Kejaksaan Agung, red) pasti juga bisa dapat yang lebih banyak. Masa saya detektif partikelir aja punya, masa mereka dengan kewenangannya enggak punya. Tapi itu saya simpan. Nanti kalau itu tidak ter-note, ya, saya bukan di pengadilan, ketika gugatan praperadilan.

Jadi menurut Anda, jika data Anda tidak disampaikan kepada penyidik, mestinya penyidik juga punya, karena mereka memiliki kewenangan melebihi Anda, gitu kan?

Iya, seperti aliran uang misalnya tadi saya katakan 1,6 dan 30 miliar. Saya yakin itu penyidik akan lebih banyak yang didapatkan karena ada data saya angka 2 triliun yang itu belum bisa diidentifikasi ini mengalir ke mana karena saya mentok misalnya kan, enggak bisa melacak ke banknya misalnya begitu. Jadi mestinya mereka lebih canggih karena punya kewenangan.

Kemarin saya dengar mereka sudah melakukan blokir beberapa rekening, misalnya punyanya HM, mungkin juga istrinya HM, mungkin juga RBS yang perusahaannya juga sudah mulai diblokir, ya kita tunggu. Mungkin besok bisa jadi ada kejutan sebelum menjelang lebaran, nanti habis lebaran ada kejutan-kejutan yang lain.

Nampaknya kejaksaan Agung momentum empat tahun ini kan seperti pengen anu, apa, menunjukkan jati dirinya bahwa mereka bisa hebat di pemberantasan korupsi. Di sisi lain KPK seperti jadi penonton sekarang ini, seperti kambing congek, ha ha ha...

Jadi kebalik ya, dulu Kejaksaan Agung yang jadi penonton, sekarang KPK yang jadi penonton.

Dan bahkan juga dibersihkan oleh Polda Metro Jaya, urusan dugaan pemerasan Pak Firli. Kemarin ada isu pungli rutan, ada juga isu pemerasan oleh oknum jaksa katanya. Jadi babak belur kan KPK. Nah, kejaksaan sedang on fire, ya kita kawal. Kalau nanti lemot ya kita gugat, kan gitu itu aja.

Yang beredar di masyarakat, kerugian atau potensi kerugian negara dan potensi kerugian perekonomian negara itu disebut 271 triliun. Menurut Anda masuk akal enggak estimasi itu?

Ya masuk akal. Karena ini kan semua dihitung, misalnya hutan yang terbabat-terbabat, kemudian kan habis penambangan ada lubang, cekungan, kalau mengembalikan ke sediakala, menimbun tanah habis berapa, kemudian mengasih pupuk berapa menjadi seperti sediakala, misalnya seperti itu. Terus ada sungai yang rusak, ada ikan yang rusak juga, pencemaran lingkungan dan kemudian fungsi ekonomi orang lain tidak bisa bertani lagi, ya semuanya kan ada hitungannya, itu oleh ahlinya dari dosen IPB untuk menghitung semua itu.

Jadi masuk akal aja. Kan kemarin ada item-item-nya berapa berapa triliun sehingga dijumlahkan menjadi 271 triliun. Jadi, sebenarnya ini anggaran negara kalau memulihkan keadaan seperti sediakala, kira-kira gitu, loh.

Jadi bukan kemudian apakah benar-benar senilai itu nantinya, ya tergantung. Tapi kalau negara mau memulihkan keadaan seperti sediakala kira-kira dihabiskan biaya sampai sebesar itu. Mengembalikan Pulau Bangka dan Pulau Belitung menjadi seperti dulu sebelum ada bukaan penambangan liar atau yang penambangan legal tapi ilegal. Ini gambarannya. Tapi kesannya jadi bombastis kerugiannya jadi 271 triliun.

Jadi apakah kerugiannya nanti sebesar itu? Kemarin misalnya dalam kasus kebun sawitnya Surya Darmadi, kan dari hitungan 78 triliun kan juga tidak diakui oleh pengadilan, yang diakui hanya 2 triliun misalnya, karena itu kan menyangkut hutan segala macam yang hilang atau menghutankan kembali berapa.

Tapi proses kerugian perekonomian negara ini kan memang masih belum diterima secara umum oleh penegak hukum kita, jadi meskipun undang-undang memang merugikan kerugian negara. (tribun network/ham/dod)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved