Berita NTT
Pakar Nilai Mutasi Lingkup Pemprov NTT Tidak Melanggar UU Pilkada
tempat atau jabatan yang disebut "lahan basah". Namun, dari dari sisi hukum, semua OPD semua itu berstatus sama atau selevel.
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Rosalina Woso
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Pakar Hukum Tata Negara Dr. John Tuba Helan menilai mutasi pejabat tinggi pratama lingkup Pemprov NTT tidak melanggar undang-undang Pilkada.
Dalam undang-undang Pilkada nomor 1 tahun 2015 yang diubah ke UU nomor 10 tahun 2016 hanya melarang para kepala daerah defenitif ataupun petahana alias yang saat ini sedang menjabat maupun akan maju kembali.
"Kalau dari segi hukum khususnya UU Pilkada, itu yang dilarang itu (kepala daerah) petahana, incumbent," kata John Tuba Helan, Rabu 27 Maret 2024.
Petahana dilarang melakukan mutasi para pejabat setidaknya enam bulan sebelum penetapan calon berlangsung. Kasus di NTT, saat ini jabatan Gubernur diisi oleh seorang Penjabat.
Baca juga: Kolaborasi Persani NTT, Mutiara Timor dan Plan Indonesia Bangun Kesadaran Siswa Kelolah Sampah
Artinya, kata dia, seorang Penjabat tidak akan terkena aturan atau UU Pilkada yang memuat pelarangan mutasi. Sehingga, proses yang dilakukan Penjabat Gubernur NTT sudah sesuai ketentuan.
"Apa yang dilakukan Penjabat Gubernur saat ini sudah tepat," kata pengajar Hukum Undana Kupang ini.
Sisi lain, John Tuba Helan juga menyebut pengisian jabatan atau rotasi itu lumrah dilakukan agar tidak terjadi kevakuman dalam penyelenggaraan birokasi.
Apalagi, sebut dia, jika proses yang dilewati sudah memenuhi perizinan dan koordinasi dari Kementerian Dalam Negeri maupun Kemen PAN-RB. Baginya, mutasi sekarang itu hal normal.
Menurut dia, Penjabat Kepala Daerah termasuk Gubernur NTT diperbolehkan melakukan mutasi selama mendapat izin dari Menteri Dalam Negeri.
"Kalau tidak salah, pada dasarnya, mutasi itu tidak boleh dilakukan kecuali mendapat persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri, saya kira apa yang dilakukan sudah dilalui. Sehingga menurut saya tidak melanggar UU," ujarnya.
John Tuba Helan juga melihat, mutasi itu sering dianggap ada tempat atau jabatan yang disebut "lahan basah". Namun, dari dari sisi hukum, semua OPD semua itu berstatus sama atau selevel.
Sehingga ketika ada pergeseran dari satu jabatan ke jabatan lain dengan status ASN yang sama, merupakan hal wajar. Sekalipun ada persepsi diluar dari itu, baginya itu tidak masalah.
"Jadi silahkan saja orang menilai," kata dia.
Dia berkata, jabatan seperti staf ahli yang sering disebut sebagai tempat "pembuangan" dari sebuah mutasi jabatan, sebetulnya punya kompetensi lebih. Sebab, selain eselon yang sama, juga staf ahli punya akses lebih ke pimpinan.
"Staf ahli itu punya posisi penting karena dia berikan masukan ke pimpinan untuk membuat kebijakan. Tapi saya lihat kenyataan, orang anggap staf ahli itu tempat pembuangan, tong sampah," ujar dia. (fan)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.