Tips Sehat
Hipertensi, The Silent Killer
Hipertensi atau dikenal juga dengan istilah tekanan darah tinggi adalah penyakit yang paling sering dijumpai di masyarakat Indonesia.
POS-KUPANG.COM - Hipertensi atau dikenal juga dengan istilah tekanan darah tinggi adalah penyakit yang paling sering dijumpai di masyarakat Indonesia.
Hipertensi sering disebut sebagai pembunuh diam-diam atau the silent killer karena umumnya tidak menimbulkan gejala yang jelas pada penderitanya, tetapi berisiko menyebabkan masalah serius pada pembuluh darah dan organ penting tubuh, seperti jantung, otak, mata, ginjal, dan organ tubuh lainnya jika tidak ditangani dalam jangka panjang.
Data Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) menunjukkan, jumlah orang dewasa dengan hipertensi meningkat dari 594 juta pada 1975 menjadi 1,13 miliar di tahun 2015. Dua per tiga kasus terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (LMIC).
Menurut Riskesdas dalam (Kemenkes RI, 2021) prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 34,1 persen, mengalami peningkatan dibandingkan prevalensi hipertensi pada Riskesdas Tahun 2013 sebesar 25,8 % .
Menurut European Society of Cardiology (ESC)/European Society of Hypertension (ESH) tahun 2018, Seseorang dikatakan Hipertensi apabila tekanan darah sistolik sebesar 140mmHg dan tekanan darah diastolik 90mmHg dan diukur dalam keadaan tenang dan cukup istirahat.
Penyebab terjadinya hipertensi bisa bermacam-macam dan bisa juga tidak diketahui.. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi bisa dibedakan menjadi hipertensi primer dan sekunder.
Hipertensi primer adalah jenis darah tinggi yang penyebabnya tidak diketahui dengan pasti dan biasanya berkembang perlahan dalam waktu bertahun-tahun. Hipertensi primer merupakan jenis darah tinggi yang paling sering ditemukan.
Baca juga: Kenali Gejala Penyakit Hipertensi atau Darah Tinggi, Jantung Berdebar Hingga Pengelihatan Kabur
Sementara itu, hipertensi sekunder adalah jenis tekanan darah tinggi yang disebabkan oleh berbagai kondisi atau penyakit lain, dan bisa terjadi secara mendadak, termasuk pada anak-anak.
Kondisi atau penyakit yang bisa menyebabkan hipertensi sekunder antara lain: penyakit ginjal, hipertiroidisme, penyakit jantung bawaan, kelainan bawaan pada pembuluh darah, penyalahgunaan NAPZA, penggunaan obat-obatan tertentu seperti dekongestan, pil kb, atau kortikosteroid, dan kecanduan alcohol.
Hipertensi juga bisa dipicu oleh emosi. Contoh yang paling sering ditemukan adalah white coat hypertension, yaitu hipertensi yang disebabkan oleh rasa takut atau cemas saat menjalani tes kesehatan.
Hipertensi ini hanya terjadi saat pemeriksaan di klinik atau rumah sakit oleh dokter, perawat, atau tenaga kesehatan, dan akan kembali normal ketika pasien di rumah.
Sering kali hipertensi tidak menimbulkan gejala, maka karena itu hipertensi sering disebut “The Silent Killer”.
Karena biasanya penderita hipertensi tidak menyadari bahwa tensinya sudah tinggi dan sudah mengalami komplikasi. Gejala yang ditimbulkan seperti:
- mual muntah
- sakit kepala
- mimisan
- nyeri dada
- gangguan penglihatan
- telinga berdenging
- gangguan irama jantung
- kencing berdarah
Baca juga: Diabetes dan Hipertensi Bisa Picu Penyakit Ginjal Kronis, Simak Penjelasan
Banyak faktor pemicu atau resiko terjadinya hipertensi pada masyarakat. Salah satu contohnya merubah pola gaya hidup yang tidak baik. Perubahan pola gaya hidup ini seperti:
- mengurangi konsumsi makanan yg tinggi garam
- mengkonsumsi makanan yang sehat seperti buah-buahan dan sayur-sayuran
- Membatasi konsumsi gula, garam, dan lemak dalam makanan sehari-hari
- Mengurangi konsumsi minuman berkafein
- berhenti merokok
- berhenti konsumsi alkohol
- diet untuk mengurangi obesitas
- meningkatkan aktivitas fisik
- mengurangi stress
Pencegahan dan pengelolaan hipertensi sangat penting untuk menghindari komplikasi yang lebih serius seperti serangan jantung (penyakit jantung koroner), stroke (kerusakan otak), kerusakan ginjal (gagal ginjal), atau kerusakan organ lainnya. Maka untuk itu hipertensi perlu dikontrol rutin untuk meminimalisir komplikasi tersebut.
Terapi pengobatan dapat dilakukan dengan meresepkan obat untuk menurunkan tekanan darah jika perubahan gaya hidup tidak cukup efektif membantu.
Ada baiknya obat rutin yang sudah diresepkan dokter diminum secara teratur untuk membantu kerja organ tubuh dalam menurunkan tekanan darah.
Pemantauan rutin juga dilakukan bahkan jika masyarakat dalam keadaan merasa sehat. Hal ini penting untuk memantau kemajuan dan memastikan bahwa pengobatan berjalan dengan baik.
Para penderita hipertensi juga perlu rutin kontrol ke puskemas atau ke dokter penyakit dalam terdekat.
Masyarakat tidak perlu takut untuk mengkonsumsi obat-obatan hipertensi karena para dokter sudah meresepkan obat hipertensi sesuai dengan kebutuhan pasien masing-masing. (ditulis oleh: dr. Grace T. Marthalina Sitanggang)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.