Wawancara Eksklusif

Marthen Dira Tome: Saya Melihat Panasnya Sabu dan NTT sebagai Anugerah

Marthen mengungkapkan, panasnya alam Sabu Raijua serta Nusa Tenggara Timur (NTT) pada umumnya harus dilihat sebagai anugerah. Bukan bencana.

Penulis: Michaella Uzurasi | Editor: Dion DB Putra
POS KUPANG/MICHAELLA UZURASI
Marthen Dira Tome (kanan) saat diwawancarai editor Pos Kupang, Frans Krowin, Jumat (29/12/2023). 

Kami dipenjara selama enam tahun lebih di Surabaya. Saya tidak melakukan seperti yang dituduhkan walaupun keputusan hukum inkrah menyatakan bahwa kami korupsi di situ.

Mestinya publik NTT mengerti prosesnya tapi karena persidangan terjadi di Surabaya maka orang tidak mengerti apa yang terjadi. Waktu itu kami, para lawyer minta supaya sidang di Kupang karena locusnya di sini tetapi mereka tidak mau karena takut keamanan.

Kita bisa hadirkan ribuan masyarakat yang merupakan penyelenggara PLS waktu itu, yang melaksanakan dan mengelola keuangan.

Mereka bisa bersaksi apakah ada uang yang saya sentuh, masuk kantong saya atau tidak. Itu dulu. Oke, tidak apa-apa sudah terjadi tapi saya secara psikologi tenang-tenang saja karena saya tidak pernah melakukan itu.

Kira-kira apa yang dipetik dari kondisi di Lapas?

Banyak. Paling kurang perenungan terjadi. Di tempat itu kita banyak belajar. Belajar tentang bagaimana membuat pupuk, kegiatan pertanian, peternakan, macam-macam.

Banyak pengalaman yang kita terima dari situ. Memang hak-hak kita yang lain untuk berkarya sebagaimana orang bebas di luar tidak bisa kita lakukan tetapi pembinaan rohani dan lain-lain tetap jalan.

Setelah bebas berada di luar, apa yang anda lakukan saat ini?

Setelah menjalani hukuman di sana, saya harus kembali ke daerah, ke tengah-tengah keluarga. Saya merasa bahwa kalau saya tinggal diam begitu saja, sama dengan potensi dibiarkan tidur dan saya tidak bisa bikin apa-apa.

Sementara menurut saya ada potensi besar di dalam diri saya yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan banyak orang.

Apalagi pada masa lalu, ketika saya mengalami proses hukum itu, ada jabatan yang saya emban sebagai seorang bupati. Tidak hanya itu, tapi di penghujung saya sementara sosialisasi ingin bertarung menjadi calon gubernur.

Sekitar tahun berapa?

Tahun 2015-2016. Kemudian saya kembali, terngiang dalam telinga dan ingatan bahwa sebenarnya ada janji-janji yang saya sampaikan pada saat kami berkampanye di Sabu dan juga janji-janji pada masyarakat ketika saya sosialisasi sebagai calon gubernur.

Janji itu yang memanggil saya untuk kembali karena janji ini tidak boleh menjadi utang terus, ini harus dibayar.

Ketika saya kembali ke Sabu ternyata semua program yang kita lakukan di Sabu itu ternyata tidak dilakukan. Tambak garam yang begitu bagus, sudah ada 120-an hektar dibiarkan terbengkalai.

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved