Vatikan

Cerita Deni Iskandar Bertemu Paus Fransiskus, Sempat Dikhawatirkan Masuk Katolik: Kita Ini Islam

Sebelum ke Roma Italia, ibunya sempat khawatir kalau-kalau dia bisa tergiur untuk masuk Katolik sebab tempat ke mana dia hendak pergi semua Katolik.

|
Editor: Agustinus Sape
POS-KUPANG.COM/HO
Deni Iskandar bersama ibunya Iyot sekembali mengikuti program studi agama di Roma, Italia. 

Ketika ada kesempatan untuk mandiri, pada tahun 2001, Iyot menggadaikan tanah keluarganya untuk dapat membeli kios kecil sederahana di Tanah Abang.

Keputusan ini sangat mengkhawatirkan keluarga kandungnya, khawatir jika tanah itu akan terbang selamanya. Namun single parent ini tidak mau menyerah dengan nasib.

Kios kecil dan sederhana itu digunakan untuk jualan kopi serta nasi. Ia berjualan kopi 24 jam full. Ia dibantu saudaranya. Selama 21 tahun, ia menjual kopi dari harga mulai Rp 2.000 per gelas hingga Rp Rp 3.000. Harga yang normal untuk di pasar Tanah Abang.

Hebatnya, meski kerja 24 jam, ia tidak lupa menenuaikan kewajiban agamanya. Alhasil, hasil kerja kerasnya selama tiga tahun mampu menebus tanah keluarga yang digadaikan seharga 15 gram emas pada waktu itu.

Iyot tidak mau bermain-main dengan hidupnya. Dirinya hanya ingin anaknya berpendidikan dan menjadi pegawai negeri.

Meski berkekurangan secara materi, Iyot menolak uang sebesar Rp 350.000 pemberian anaknya, Deni Iskandar yang nekat putus sekolah dan memilih jadi kernet truk.

“Uang itu dilempar oleh emak di depan saya. Emak tidak mau terima uang hasil jerih payah saya. Beliau menghendaki saya bisa meraih pendidikan tinggi. Itu terjadi tahun 2011,” ujar Deni Iskandar sambil mengenang kisah tersebut.

Selama berjualan di Tanah Abang, Iyot telah menyaksikan pasar terbesar di Jakarta itu dilalap si jago merah sebanyak tiga kali. Kerasnya kehidupan dan kemiskinan sudah menjadi makanan sehari-hari bagi keluarga Iyot. Ia dan anak-anaknya dapat hidup karena tekad bajanya.

Ia menyadari arti kemiskinan dan anak-anaknya dididik untuk tidak malu dengan kemiskinan. Baju baru bagi keluarga hanya ada pada waktu datangnya Hari Raya Idul Fitri.

Mimpi Iyot adalah, dirinya ingin buah hatinya bisa belajar setinggi mungkin dan menjadi pegawai negeri. Itu saja dan sangat sederhana !

"Saya sangat tahu bagaimana perjuangan emak saya sebagai tulang punggung keluarga. Beliau tidak mau anak-anaknya mengalami kepahitan hidup seperti dirinya. Emak sudah mengalami naik turunnya gelas di dapur kopinya dari yang hanya 2 gelas per hari hingga 200 gelas satu hari satu malam. Sangat mudah dihitung berapa perolehan seharinya. Tetapi hari tidaklah selalu bersahabat dengan emak dan rezeki selalu ada takarannya. Namun banting tulang emak menjadi daya dorong yang tiada hentinya bagi saya,” ujar Deni Iskandar, yang selama satu tahun yakni 2015-2016, membantu ibunya untuk jualan kopi dari pukul 21.00 – 04.00.

Deni tahu betapa perjuangan ibunya merupakan cinta tak berujung sepanjang masa. Deni juga menyadari bahwa cinta luar biasa emaknya tidak mungkin terbalaskan.

Namun anak tetaplah anak. Deni ingin juga menunjukkan cintanya kepada sang emak. Ketika mendapatkan uang saku saat di Roma, sebagian uang sakunya disisihkan dan dikirimkan ke emaknya di Indonesia.

Dan, alhamdulilah… uang itu tidak dilemparkan lagi oleh emaknya seperti dulu kala. Hidup adalah anugerah….

Menangis

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved