Berita Lembata
Kronologi Penetapan Tersangka Kasus Korupsi Pengadaan Kapal Pinisi 'Aku Lembata'
Ketiga tersangka tersebut yakni MF selaku penjabat pembuat komitmen (PPK), PB sebagai pengguna anggaran dan kontraktor CV Fajar Indah Pratama Makasar,
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Eflin Rote
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, RICKO WAWO
POS-KUPANG.COM, LEWOLEBA - Kejaksaan Negeri / Kejari Lembata akhirnya menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan kapal pinisi 'Aku Lembata' pada Kamis, 27 Oktober 2022.
Ketiga tersangka tersebut yakni MF selaku penjabat pembuat komitmen (PPK), PB sebagai pengguna anggaran dan kontraktor CV Fajar Indah Pratama Makasar, HAM.
Kepala Kejaksaan Negeri Lembata Azrijal kepada awak media di Kantor Kejari Lembata, Kamis, 27 Oktober 2022, menguraikan kronologi kasus yang menyita perhatian publik Lembata tersebut.
Baca juga: Kejari Lembata Tetapkan 3 Tersangka Kasus Korupsi Kapal Pinisi Aku Lembata
Pada Tahun 2019, Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Perhubungan Kabupaten Lembata mendapatkan alokasi DAK Afirmasi Transportasi dari Kemendes RI senilai Rp. 2.508.056.000,00.
Dalam kasus ini terdapat 3 (tiga) orang Pengguna Anggaran dengan inisial:
1. POT Tanggal 5 Juli 2019 s.d tanggal 10 Januari 2020;
2. PB Tanggal 11 Januari 2020 s.d tanggal 11 Maret 2021;
3. EM bulan April 2021 s.d tanggal Desember 2022;
4. MF sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK);
5. ALT sebagai Konsultan Perencana adalah PT. Media Spasial-Makasar.
6. H. AM sebagai Penyedia jasa (Kontraktor) adalah CV. Fajar Indah Pratama-Makasar.
7. FAG sebagai Konsultan Pengawas adalah CV. Multi Rekayasa-Makasar.
Kata Azrijal, pengadaan kapal tersebut dilakukan pada tanggal 05 Juli 2019 – 1 Desember 2019. Namun pekerjaan tersebut tidak dapat diselesaikan tepat waktu. PPK bersama penyedia bersepakat melakukan addendum sebanyak 4 kali yang terdiri dari addendum penambahan waktu dan perubahan tahun anggaran hingga akhirnya pekerjaan tersebut diserahterimakan tanggal 12 Maret 2020 tanpa disertai dengan dokumen-dokumen kelengkapan kapal (surat Ijin tersebut merupakan pekerjaan finishing dan menjadi bagian dari kontrak yang harus diselesaikan oleh penyedia), serta dokumen dan uji berlayar, surat ukur, gros akta.
"Dan keterlambatan pekerjaan tersebut PPK hanya mengenakan denda keterlambatan kerja selama 21 (dua puluh satu) hari yang dihitung setelah tanggal 19 februari 2020 sebesar Rp.52.413.900,00- (lima puluh dua juta empat ratus tiga belas ribu sembilan ratus rupiah) yang diperhitungkan pada saat pembayaran 90 persen," paparnya.
Baca juga: LSM Barakat di Lembata Minta Kewenangan Pengelolaan Kawasan Laut Dikembalikan ke Pemkab
Selanjutnya serah terima akhir pekerjaan (FHO) pada tanggal 23 November 2021, dan pembayaran yang dilakukan 90 persen senilai Rp.2.121.515.000, dan sisa sebesar Rp.374.385.000 yang terdiri dari 10 % untuk fisik pekerjaan dan 5 % Jaminan Retensi.
Kepala Seksi Intelejen Kejaksaan Negeri Lembata, Teddy Valentino, menuturkan, pada tahap penyidikan telah diperiksa sebanyak 33 orang saksi, 6 orang ahli, dan menyita beberapa dokumen terkait pengadaan Kapal Rakyat (DAK) Transportasi pada Dinas PUPRP Kabupaten Lembata Tahun 2019.
Ditemukan beberapa item-item pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak dan berdasarkan penghitungan kerugian Negara oleh Akuntan Publik terdapat kerugian keuangan Negara senilai Rp.700.595.100,00 (Tujuh Ratus Juta Lima Ratus Sembilan Puluh Lima Ribu Seratus Rupiah).
Dua orang tersangka yakni PB dan MF langsung ditahan sebagai tersangka di ruang tahanan Polres Lembata usai sebelumnya diperiksa sebagai saksi. Sementara itu, HAM saat ini sedang menjalani hukuman pidana di Lapas Kelas 1 Makassar untuk kasus lainnya. (*)
Ikuti berita POS-KUPANG.com di GOOGLE NEWS