Opini
Opini : Meningkatkan Disipilin Guru Melalui Penerapan Reward dan Punishment di SMPS PGRI Larantuka
Penerapan reward dan punishment dapat meningkat disiplin guru hadir didalam kelas pada kegiatan belajar mengajar di SMPS PGRI Larantuka.
Upaya Meningkatkan Disiplin Guru Dalam Kehadiran Mengajar Di Kelas Melalui Penerapan Reward Dan Punishment Di SMPS PGRI Larantuka Kabupaten Flores Timur
Oleh : Dra. Appolonia MGW Lein
(Kepala Sekolah SMPS PGRI Larantuka Kabupaten Flores Timur)
Abstrak
Peningkatan mutu pembelajaran disekolah sangat tergantung dari beberapa faktor antara lain adalah penerapan budaya sekolah. Budaya sekolah merupakan hal yang positif yang harus dipertahankan dan dilaksanakan oleh semua warga sekolah tanpa merasa terpaksa.
Budaya sekolah yang harus dipertahankan salah satunya adalah masalah kedisiplinan, termasuk disiplin para guru dalam kehadiran di kelas pada proses belajar mengajar. Untuk meningkatkan disiplin para guru dapat diupayakan melalui bermacam-macam cara.
Dalam Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) ini, dicobakan tindakan berupa penerapan Reward and Punishment untuk para guru di SMPS PGRI Larantuka Kabupaten Flores Timur Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, karena dari hasil penelitian dan analisa data, ternyata pada siklus kedua, kedisiplinan guru dalam kehadiran dikelas pada proses belajar mengajar meningkat dan memenuhi indikator yang telah ditetapkan sebesar 60 persen.
Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa setelah diadakan penerapan tindakan berupa reward dan punishment, guru yang terlambat lebih dari 15 menit adalah tidak ada dan guru yang terlambat 10 sampai dengan 15 menit sebanyak 4 orang kurang dari 10 menit sebanyak 10 orang guru. Kata Kunci : Disiplin Guru, Reward and Punishment
Pendahuluan
Usaha meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, di mana pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, dan ketrampilan.
Keberhasilan siswa dalam pembelajaran serta peningkatan mutu sekolah tidak hanya menjadi tanggung jawab kepala sekolah saja, akan tetapi menjadi tanggung jawab bersama antara, guru, orang tua atau masyarakat serta pemerintah. Salah satu faktor yang juga mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran dan mutu adalah faktor guru. Guru yang mempunyai kompetensi yang baik tentunya akan sangat mendukung keberhasilan proses pembelajaran.
Dalam bidang pendidikan, yang dimaksud dengan mutu memiliki pengertian sesuai dengan makna yang terkandung dalam siklus pembelajaran. Secara ringkas dapat disebutkan beberapa kata kunci pengertian mutu, yaitu: sesuai standar (fitness to standard), sesuai penggunaan pasar/pelanggan (fitness to use), sesuai perkembangan kebutuhan (fitness to latent requirements), dan sesuai lingkungan global (fitness to global environmental requirements).
Garvin seperti dikutip Gaspersz mendefinisikan delapan dimensi yang dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik suatu mutu, yaitu: (1) kinerja (performance), (2) feature, (3) kehandalan (reliability), (4) konfirmasi (conformance), (5) durability, (6) kompetensi pelayanan (servitability), (7) estetika (aestetics), dan (8) kualitas yang dipersepsikan pelanggan yang bersifat subjektif.
Fakta dilapangan yang sering kita jumpai di sekolah adalah kurangnya disiplin guru, terutama masalah disiplin guru masuk kedalam kelas pada saat kegiatan pembelajaran dikelas. Kinerja guru menjadi salah satu unsur dalam upaya peningkatan mutu sekolah. Kinerja guru meliputi kedisiplinan guru dan etos kerja. Apabila kedisiplinan telah menjadi budaya sekolah, maka arah pencapaian peningkatan mutu sekolah akan tercapai.
Budaya sekolah adalah nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personil sekolah.
Beberapa manfaat yang bisa diambil dari upaya pengembangan budaya sekolah, diantaranya : (1) menjamin kualitas kerja yang lebih baik; (2) membuka seluruh jaringan komunikasi dari segala jenis dan level baik komunikasi vertikal maupun horisontal; (3) lebih terbuka dan transparan; (4) menciptakan kebersamaan dan rasa saling memiliki yang tinggi; (4) meningkatkan solidaritas dan rasa kekeluargaan; (5) jika menemukan kesalahan akan segera dapat diperbaiki; dan (6) dapat beradaptasi dengan baik terhadap perkembangan IPTEK.
Selain beberapa manfaat di atas, manfaat lain bagi individu (pribadi) dan kelompok adalah : (1) meningkatkan kepuasan kerja; (2) pergaulan lebih akrab; (3) disiplin meningkat; (4) pengawasan fungsional bisa lebih ringan; (5) muncul keinginan untuk selalu ingin berbuat proaktif; (6) belajar dan berprestasi terus serta; dan (7) selalu ingin memberikan yang terbaik bagi sekolah, keluarga, orang lain dan diri sendiri.
Upaya pengembangan budaya sekolah seyogyanya mengacu kepada beberapa prinsip berikut ini: (1) berfokus pada visi, misi dan tujuan sekolah; (2) Penciptaan komunikasi formal dan informal; (3) novatif dan bersedia mengambil resiko; (4) memiliki strategi yang jelas; (5) berorientasi kinerja; (6) sistem evaluasi yang jelas; (7) memiliki komitmen yang kuat; (8) keputusan berdasarkan konsensus; (9) sistem imbalan yang jelas; (10) evaluasi diri.
Selain mengacu kepada sejumlah prinsip di atas, upaya pengembangan budaya sekolah juga seyogyanya berpegang pada asas-asas berikut ini: (1) kerjasama tim (team work) untuk mencapai tujuan; (2) kemampuan yang merujuk pada kemampuan untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawab pada tingkat kelas atau sekolah; (3) keinginan merujuk pada kemauan atau kerelaan untuk melakukan tugas dan tanggung jawab untuk memberikan kepuasan terhadap siswa dan masyarakat; (4) kegembiraan (happiness) yakni nilai yang harus dimiliki oleh seluruh personil sekolah yang akan berimplikasi pada lingkungan dan iklim sekolah yang ramah dan menumbuhkan perasaan puas, nyaman, bahagia dan bangga sebagai bagian dari personil sekolah; (5) hormat (respect) yakni nilai yang memperlihatkan penghargaan kepada siapa saja baik dalam lingkungan sekolah maupun dengan stakeholders pendidikan lainnya; (6) jujur (honesty) merupakan nilai yang paling mendasar dalam lingkungan sekolah, baik kejujuran pada diri sendiri maupun kejujuran kepada orang lain; (7) disiplin (discipline) merupakan suatu bentuk ketaatan pada peraturan dan sanksi yang berlaku dalam lingkungan sekolah; (8) empati (empathy) adalah kemampuan menempatkan diri atau dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain namun tidak ikut larut dalam perasaan itu. (9) pengetahuan dan kesopanan para personil sekolah yang disertai dengan kemampuan untuk memperoleh kepercayaan dari siapa saja akan memberikan kesan yang meyakinkan bagi orang lain.
Penerapan disiplin warga sekolah, khususnya disiplin guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar sangat berkit kepada kinerja guru itu sendiri. Kinerja atau prestasi kerja guru dalam mengemban tugas keprofesionalan seperti mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi merupakan aspek utama dalam meningkatkan kecerdasan siswa yang membawa pada peningkatan mutu pendidikan yang diselenggarakan.
Apabila disiplin guru telah dilaksanakan dengan baik dan kinerja guru juga baik, serta didukung oleh faktor-faktor lain yang mendukung maka akan tercipta kondisi sekolah yang kondusif yang pada akhirnya tujuan sekolah untuk menjadi sekolah yang bermutu akan dapat tercapai. Disiplin adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.
Disiplin merupakan salah satu fungsi manajemen sumber daya manusia yang penting dan merupakan kunci terwujudnya tujuan, karena tanpa adanya disiplin maka sulit mewujudkan tujuan yang maksimal (Sedarmayanti, 221:10). Disiplin itu sendiri diartikan sebagai kesediaan seseorang yang timbul dengan kesadaran sendiri untuk mengikuti peraturan-peratuan yang berlaku dalam organisasi.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil telah diatur secara jelas bahwa kewajiban yang harus ditaati oleh setiap pegawai negeri sipil merupakan bentuk disiplin yang ditanamkan kepada setiap pegawai negeri sipil.
Pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi tingkat kedisplinan karyawan suatu organisasi di antaranya ialah : (1) tujuan dan kemampuan, (2) teladan pimpinan, (3) balas jasa (gaji dan kesejahteraan), (4) keadilan, (5) waskat (pengawasan melekat), (6) sanksi hukuman, (7) ketegasan, dan (8) hubungan kemanusiaan (Hasibuan, 1997:213). Disiplin kerja, pada dasarnya dapat diartikan sebagai bentuk ketaatan dari perilaku seseorang dalam mematuhi ketentuan-ketentuan ataupun peraturan-peraturan tertentu yang berkaitan dengan pekerjaan, dan diberlakukan dalam suatu organisasi atau perusahaan (Subekti D., 1995).
Dilihat dari sisi manajemen, terjadinya disiplin kerja itu akan melibatkan dua kegiatan pendisiplinan :
1) Preventif, pada pokoknya, dalam kegiatan ini bertujuan untuk mendorong disiplin diri di antara para karyawan, agar mengikuti berbagai standar atau aturan. Sehingga penyelewengan kerja dapat dicegah.
2) Korektif, kegiatan yang ditujukan untuk menangani pelanggaran terhadap aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut (Heldjrachman dkk, 1990).
Perlu disadari bahwa untuk menciptakan disiplin kerja dalam organisasi/perusahaan dibutuhkan adanya : (a) Tata tertib/ peraturan yang jelas; (b) Penjabaran tugas dari wewenang yang cukup jelas; (c) Tata kerja yang sederhana, dan mudah diketahui oleh setiap anggota dalam organisasi. Dalam upaya penerapan kedisiplinan guru pada kehadiran dikelas dalam kegiatan belajar mengajar, bisa ditempuh dengan beberapa upaya.
Adapun upaya dalam meningkatkan disiplin guru adalah sebagai berikut: (a) sekolah memiliki sistem pengendalian ketertiban yang dikelola dengan baik, (b) adanya keteladanan disiplin dalam sikap dan prilaku dimulai dari pimpinan sekolah, (c) mewajibkan guru untuk mengisi agenda kelas dan mengisi buku absen yang diedarkan oleh petugas piket, (d) pada awal masuk sekolah kepala sekolah bersama guru membuat kesepakatan tentang aturan kedisiplinan, (e) memperkecil kesempatan guru untuk ijin meninggalkan kelas, dan (f) setiap rapat pembinaan diumumkan frekuensi pelanggaran terendah. Dengan strategi tersebut diatas kultur disiplin guru dalam kegiatan pembelajaran bisa terpelihara dengan baik, suasana lingkungan belajar aman dan terkendali sehingga siswa bisa mencapai prestasi belajar yang optimal.
Terdapat banyak sekolah yang mutunya rendah baik ditinjau dari nilai-nilai siswa maupun kinerja personal sekolah. Hali ini disebabkan masih belum jelasnya peraturan sehingga tidak mudah diaplikasikan, atau buruknya pengawalan penerapan peraturan itu. Dalam hal ini pelaksanaan yang kurang konsisten dari semua pihak berkaitan dengan penerapan kedisiplinan dari semua personil sekolah terkhusus dalam hal ini yakni para guru. Kadang guru tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam kelas, sehingga pengajaran yang dilakukan apa adanya dan terkesan menghabiskan waktu mengajar saja.
Banyak hal yang harus dilakukan dan ditangani dalam ranah pendidikan di sekolah, namun yang dilakukan hanya belajar dan mengajar saja untuk mengurangi beban tugas yang ada. Selama ini yang terjadi di beberapa sekolah adalah seringnya kelas kosong saat jam belajar. Hal ini dikarenakan guru tidak masuk kelas dan tanpa ada tugas yang harus dikerjakan siswa. Ketidak masukan guru itu bisa saja karena kepentingan dinas atau yang lain yang menjadi alas an ketidakhadiran karena bagi guru, ketidakhadiran dalam mengajar sesuai jadwal terkadang merupakan suatu hal yang tidak terhindarkan, mengingat suatu kali mereka mempunyai keperluan yang mendadak dalam waktu yang sama sehingga tidak mengajar. Namun hal demikian menjadi tidak wajar jika ketidak hadiran atau keterlambatan mengajar dikelas selalu dan sering terjadi.
Penerapan disiplin dapat ditegakan melalui pemberian reward dan punishment. Reward dan punishment merupakan dua bentuk metode dalam memotivasi seseorang untuk melakukan kebaikan dan meningkatkan prestasinya. Reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan. Dalam konsep manajemen, reward merupakan salah satu alat untuk peningkatan motivasi para pegawai. Sementara punishment diartikan sebagai hukuman atau sanksi.
Jika reward merupakan bentuk reinforcement yang positif, maka punishment sebagai bentuk reinforcement yang negatif, tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Tujuan dari metode ini adalah menimbulkan rasa tidak senang pada seseorang supaya mereka jangan membuat sesuatu yang jahat. Jadi, hukuman yang dilakukan mesti bersifat pedagogies, yaitu untuk memperbaiki dan mendidik ke arah yang lebih baik.
Penerapan reward dan punishment dalam dunia pendidikan dapat diterapkan sepanjang hal tersebut tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Penerapan reward dan punishment juga tidak hanya diterapkan kepada siswa yang berprestasi atau yang melanggar tata-tertib, tetapi juga dapat diterapkan kepada guru-guru agar mereka berdisiplin dalam mengajar untuk memenuhi tugas mereka memberikan pelajaran kepada siswanya. Dalam konteks pembelajaran di kelas yang berkaitan dengan kedisiplinan guru dalam melaksanakan tugas, penerapan metode reward dan punishment juga dapat meningkatkan motivasi guru untuk hadir tepat waktu pada kegiatan pembelajaran didalam kelas.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMPS PGRI Larantuka yang beralamat di Kabupaten Flores Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitian Tindakan Sekolah ini dilakukan mulai tanggal 10 Januari sampai 22 Januari 2022 dalam dua siklus. Subjek penelitian adalah guru-guru di SMPS PGRI Larantuka sejumlah 14 orang guru, terdiri atas 3 orang guru PNS, dan 11 orang guru Non PNS.
Siklus dalam penelitian ini terdiri dari beberapa langkah meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, pengumpulan data sekunder (dokumen-dokumen), dan observasi. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian tindakan sekolah ini adalah skala penilaian, lembar observasi, dan angket.
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif yang bersumber dari data primer maupun empiris.
Melalui analisa data ini, dapat diketahui ada tidaknya peningkatan kedisiplinan guru dalam kehadiran dikelas melalui pemberian reward dan punishment yang merupakan fokus dari penelitian tindakan sekolah ini. Indikator keberhasilan penerapan tindakan ini penulis tetapkan sebesar 65 persen, artinya tindakan ini dinyatakan berhasil bila 65 persen guru tidak terlambat masuk kelas dalam proses pembelajaran.
Hasil Penelitian
Siklus I, pada perencanaan terdapat langkah-langkah kegiatan penyelesaian masalah yakni melakukan sosialisasi kepada para guru mengenai penelitian yang akan dilaksanakan, serta menyampaikan tujuan dari penerapan tindakan yang dilakukan oleh penulis. Kepada para guru disampaikan mengenai penerapan Reward dan Punishment yang akan diterapkan dalam penelitian ini.
Pada siklus pertama ini, akan dipampang/ditempel diruang guru, maupun diruang TU, peringkat nama-nama guru yang paling rendah tingkat keterlambatan masuk kelasnya sampai yang paling tinggi tingkat keterlambatannya. Indikator keberhasilan penerapan tindakan ini penulis tetapkan sebesar 65 persen , artinya tindakan ini dinyatakan berhasil bila 65 persen guru tidak terlambat masuk kelas dalam proses pembelajaran.
Pelaksanaan dalam siklus I ini dilaksanakan melalui beberapa kegiatan, antara lain : (a) Menyebarkan lembar pengamatan kepada setiap ketua kelas sebanyak 5 set, sesuai dengan banyaknya jumlah rombongan belajar di SMPS PGRI Larantuka. Dalam lembar pengamatan itu, telah dibuat daftar guru yang mengajar dikelas itu setiap jam dan diberi kolom jam masuk kelas serta jam keluar kelas; (b) Berkoordinasi dengan petugas piket harian yakni dua yang tidak mempunyai jam mengajar pada hari itu dan satu orang dari tata usaha.
Petugas piket akan mengedarkan daftar hadir guru dikelas yang telah dibuat agar dapat melihat tingkat kehadiran guru disetiap kelas dan disetiap pergantian jam pelajaran. Guru yang terlambat lebih dari 15 menit, dianggap tidak hadir dan diberi tanda silang; (c) Setelah selesai jam pelajaran, dilakukan rekapitulasi dari hasil pengamatan, baik dari guru piket , dari siswa maupun dari penulis; (d) Kegiatan tersebut dilakukan terus setiap hari kepada setiap guru selama satu minggu (satu siklus). Pengamatan dan evaluasi meliputi kehadiran guru dikelas, tingkat keterlambatan guru masuk kelas dan waktu meninggalkan kelas setelah selesai pelajaran.
Data-data yang diperoleh peneliti pada pelaksanaan penelitian tindakan sekolah untuk meningkatkan kedisiplinan guru melalui pemberian reward dan punishment dapat dilihat dari hasil yang dipeoleh pada siklus I dalam tabel di bawah ini :
Tabel 1.1 Rekapitulasi Tingkat Keterlambatan Guru pada Kehadiran di Kelas Siklus I
Waktu Keterlambatan/Jumlah/Prosentase
Kurang dari 10 Menit 10 Menit s.d. 15 Menit Lebih dari 15 Menit
2 5 7
14,29 5,71 P %
Dari tabel di atas terlihat bahwa sebanyak 2 orang guru terlambat masuk kelas kurang dari 10 menit, 5 orang guru terlambat masuk kelas 10 menit sampai dengan 15 menit, dan 7 orang guru terlambat masuk kelas lebih dari 15 menit. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan pada grafik berikut.
Grafik 1.1 Tingkat Keterlambatan Guru pada Kehadiran di Kelas Siklus I
Dari data diatas dapat dilihat bahwa tingkat keterlambatan guru masuk kelas lebih dari 15 menit pada proses kegiatan belajar mengajar masih tinggi yaitu 7 orang atau 50 %. Berdasarkan indicator yang telah ditetapkan bahwa keberhasilan tindakan ini adalah 70 %, atau bila 70 % guru tidak terlambat lebih dari 10 menit. Pada siklus pertama ini guru yang tidak terlambat lebih dari 10 menit baru 14,29 %, jadi peneliti berkesimpulan harus diadakan penelitian atau tindakan lagi pada siklus berikutnya atau siklus kedua. Melihat hasil pada siklus I maka perlu penerapan Reward dan Punishment yang lebih tegas lagi daripada siklus pertama.
Siklus II dilakukan sesuai tahapan yang sama seperti pada siklus I. Pada perencanaan, peneliti merencanakan untuk mengumumkan hasil observasi mengenai tingkat keterlambatan guru masuk kelas dalam proses belajar mengajar, pada kegiatan upacara bendera hari Senin. Hal ini terlebih dahulu disosialisasikan kepada semua guru pada saat refleksi siklus pertama. Pada pelaksanaan hingga pengamatan dan evaluasi siklus II ini, dilakukan hal yang sama seperti pada siklus I.
Data yang diperoleh dari siklus II dapat dilihat pada tabel berikut .
Tabel 1.2 Rekapitulasi Tingkat Keterlambatan Guru pada Kehadiran di kelas Siklus II
Waktu Keterlambatan/Jumlah/Prosentase
Kurang dari 10 Menit 10 Menit s.d. 15 Menit Lebih dari 15 Menit
10 4 -
71,43 (,57 % -
Dari data diatas dapat dilihat bahwa tingkat keterlambatan guru dikelas pada proses pembelajaran diperoleh data, sebanyak 10 orang guru terlambat masuk kelas kurang dari 10 menit, 4 orang guru terlambat masuk kelas 10 menit sampai dengan 15 menit, dan tidak ada satu orang guru yang terlambat masuk kelas lebih dari 15 menit. Untuk lebih jelasnya, tingkat keterlambatan guru masuk kelas pada proses belajar mengajar pada siklus kedua ini dapat digambarkan pada grafik dibawah ini :
Grafik 1.2 Tingkat Keterlambatan Guru pada Kehadiran di kelas Siklus II
Dari hasil observasi pada siklus pertama dan siklus kedua dapat dilihat ada penurunan tingkat keterlambatan guru dikelas pada kegiatan belajar mengajar, atau terdapat peningkatan kehadiran guru dikelas. Ini menandakan bahawa semua guru sudah punya motivasi dari dalam diri untuk lebih disiplin masuk kelas dan punya motivasi dari dalam diri untuk maju. Terlihat dari siklus II ditemukan kesimpulan bahwa tindakan yang dilaksanakan pada siklus kedua dinyatakan berhasil, karena terdapat 71,43 % guru yang terlambat kurang dari 10 menit, atau melebihi target yang telah ditentukan sebesar 65 %.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis data, dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan reward dan punishment efektif untuk meningkatkan disiplin kehadiran guru dikelas pada kegiatan belajar mengajar.
Data yang diperoleh menunjukan bahwa setelah diadakan penerapan tindakan berupa reward dan punishment, guru yang terlambat lebih dari 15 menit adalah tidak ada dan guru yang terlambat 10 sampai dengan 15 menit sebanyak 4 orang kurang dari 10 menit sebanyak 10 orang guru.
Penerapan reward dan punishment dapat meningkat disiplin guru hadir didalam kelas pada kegiatan belajar mengajar di SMPS PGRI Larantuka. (*)
Referensi
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:Depdiknas