Lipsus
LPA NTT Minta Kasek SMAN 9 Kupang Tak Keluarkan Siswa Aniaya Guru di Sekolah
LPA NTT minta Kepala Sekolah SMAN 9 Kupang tidak mengeluarkan RJD, siswa aniaya guru di kelas dan bisa memperhatikan hak anak
Penulis: OMDSMY Novemy Leo | Editor: OMDSMY Novemy Leo
POS-KUPANG.COM, KUPANG - LPA NTT dan DPRD NTT berharap Kepala Sekolah SMAN 9 Kupang tidak mengeluarkan anak pelaku penganiayaan terhadap gurunya itu.
Kasus Siswa Aniaya Guru itu terjadi beberapa hari lalu di SMAN 9 Kupang. RJD (17) menganiaya gurunya, Maria Theresia di dalam kelas.
Kasus Siswa Aniaya Guru itu mendapat respon dari Ketua Lembaga Perlindungan Anak atau Ketua LPA NTT, Veronika Ata, SH, MH kepada Pos Kupang, Kamis (22/9).
Menurut Ketua LPA NTT Tory, begitu Veronika Ata biasa disapa, karakter anak masa kini menjadi tantangan. Karena berhadapan dengan perubahan jaman dan era digitalisasi yang tentu butuh perhatian semua pihak.
Demikian diungkapkan Ketua LPA NTT Tory, saat dimintai tanggapannya terkait kasus siswa SMAN 9 Kupang, RDJ melakukan penganiayaan terhadap gurunya, Maria Theresia.
Menurut Ketua LPA NTT Tory, apa yang terjadi di SMAN 9 Kupang patut disesali dan semoga kedepannya hal seperti itu tidak terulang lagi.
Ketua LPA NTT Tory mengatakan, salah satu cara untuk mengantisipasi peristiwa tersebut butuh pendidikan karakter sejak dini dan pengasuhan postif.
Misalnya ketika anak melakukan kesalahan, orang tua atau guru membangun dialog yang baik dengan anak, bukan mencela, mengancam anak bahkan memukul. Perlu informasikan mana yang salah, mana yang benar.
"Satu tantangan lain, kebanyakan orang tua atau guru ketika melihat anak berprestasi, kurang dihargai. Dianggap biasa. Padahal, ketika kita mengapresiasi anak, dia akan berjiwa besar dan belajar untuk menghargai orang lain," kata Ketua LPA NTT Tory, Kamis (22/9).

Terkait kasus pemukulan murid terhadap guru, merupakan sebuah tindakan pelanggaran atau perbuatan tidak terpuji.
"Kita menghargai hak anak, namun menolak semua bentuk kekerasan, baik murid terhadap guru, maupun sebaliknya guru terhadap murid ataupun kekerasan yang dilakukan oleh orang dewasa lainnya," tegas Ketua LPA NTT Tory.
Menurut Ketua LPA NTT Tory, anak mempunyai hak, namun anak juga memiliki kewajiban. Sesuai pasal 19 UU no. 35/ tahun 2014 tentang Perlindungan anak.
Setiap anak berkewajiban untuk menghormati orang tua, wali, dan guru. Kemudian mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman; mencintai tanah air, bangsa, dan negara.
Juga menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya dan melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.
Bagi Ketua LPA NTT Tory, pihak sekolah tidak boleh serta merta mengeluarkan anak. Sebab perlu ditempuh tahapan-tahapan pembinaan.
Apabila sudah proses hukum, sambil menjalani proses hukum, anak perlu diberi kesempatan untuk refleksikan diri dan menyelesaikan sekolah apalagi saat ini kelas 12- tahap akhir SMA.
"Saya membaca di berita bahwa anak tsb sering berulah dalam kelas. Karena itu perlu dicari tahu latar belakang anak, mengapa demikian. Dia juga perlu dikonseling karena perjalanan kehidupan anak dalam meraih masa depan masih panjang," kata Ketua LPA NTT Tory.
Tory mengatakan, Orang tua perlu berkomunikasi dengan anak secara baik. Bukan berarti mendukung perbuatan negatif anak, tapi perlu bicara dan beri pemahaman. Anak sedang dalam tumbuh kembang, terkadang membuat masalah.
"Orang tua perlu hadapi dengan tenang. Tentu dalam kondisi seperti ini, anak pasti merasa bersalah. Karena itu perlu dukungan psikologis dan penguatan dalam menghadapi persoalan ini," kata Ketua LPA NTT Tory.
Lebih lanjut Ketua LPA NTT Tory, menjelaskan terkait hak anak ketika dalam proses pidana, dimana hal itu diatur dalam UU no. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Pasal 27 atau (1) menyebutkan, dalam melakukan penyidikan terhadap perkara Anak, Penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan.
Ayat 2 Dalam hal dianggap perlu, Penyidik dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, psikolog, psikiater, tokoh agama, Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan tenaga ahli lainnya.
Hak anak ketika proses peradilan pidana, berdasarkan pasal 3 UU Sistem Peradilan Pidana anak.

Ketua LPA NTT Tory mengatakan, agar kasus ini tidak terjadi lagi di sekolah maka perlu membangun kesepakatan bersama dengan murid, menginformasikan resiko-resiko bila terjadi peristiwa serupa.
"Evaluasi bagi sekolah yakni Penerapan tata tertib perlu memperhatikan unsur dialogis, bukan secara sepihak. Tidak boleh menerapkan hukuman mengeluarkan anak sebelum mendapatkan kekuatan hukum yang tetap. Perlu mendengar suara anak atau informasi versi anak, sebelum menghakimi," kata Ketua LPA NTT Tory.
Sedangkan evaluasi bagi orangtua yakni perlu memberi perhatian dan kasih sayang kepada anak. Tidak membiarkan anak mencari situasi nyaman sendiri . Orang tua juga perlu berkomunikasi dengan anak dan mendengarkan anak.
"Harapan saya agar Anak-anak harus saling menghargai satu dengan lainnya terutama menghargai dan menghormati guru sebagai orang tua di sekolah. Patuh terhadap tata tertib sekolah. Bila ada hal yang tidak sesuai, perlu bicara dengan wali kelas atau guru BP," kata Ketua LPA NTT Tory.
DPRD NTT Kecam Tindakan Penganiayaan
Di tempat berbeda, DPRD NTT mengecam penganiayaan yang dilakukan siswa RJD terhadap gurunya, Maria Theresia. Meski demikian DPRD tetap berharap agar hak-hak pendidikan RJD sebagai pelaku penganiayaan guru itu tetap mendapat perhatikan. Kecaman DPRD ini terungkap dalam rapat paripurna DPRD, Rabu (21/9).
Ditemui usai sidang, anggota komisi V DPRD NTT, Kristien Samiyati Pati, menginginkan agar adanya pembinaan terhadap siswa yang bersangkutan.
"Kejadian ini kami sangat mengutuk. Kejadian ini harus menjadi perhatian dari kita semua termasuk dari pemerintah," sebut Kristien Samiyati Pati, Kamis (22/9).

Kristien Samiyati Pati berujar kalau kejadian ini agar tidak dianggap persoalan biasa. Apalagi kejadian semacam ini bukan saja terjadi kali ini.
Insiden itu tentu tidak boleh dilakukan pembiaran. Ia sendiri mengaku belum mengikuti detail letak kasus memicu terjadinya penganiayaan itu.
Terlepas dari itu, DPRD memberi kecaman atas kejadian tersebut. Samiyati berharap agar adanya penyelesaian secara baik melalui dinas teknis.
"Kita minta ke dinas terkait agar langsung ke tempat kejadian. Kita harap tidak ada ini, harus ada efek jera juga dari pihak sekolah," tegas Kristien Samiyati Pati.
Dengan penindakan dari pihak sekolah, kata dia, maka oknum siswa itu bisa mendapat pembinaan dan tidak lagi mengulangi kesalahannya. Bahkan, perlu dilakukan pernyataan tertulis oleh siswa yang bersangkutan.
Sisi lain, Kristien Samiyati Pati tidak menginginkan agar siswa itu dikeluarkan dari sekolah. Dia beralasan, apapun persoalan mesti diselesaikan dengan baik tanpa harus mengorbankan hak pendidikan siswa.
Dia mendorong, guru bimbingan konseling (BK) yang ada di sekolah-sekolah bisa dioptimalkan agar kasus semacam ini tidak lagi terjadi.
Disamping itu, orang tua juga wajib memberi pembinaan bagi anak didiknya di rumah ketika jam belajar telah selesai.
Anggota DPRD lainnya, Leo Lelo, justru menginginkan agar siswa yang melakukan penganiayaan terhadap guru, bisa dikeluarkan dari sekolah. Leo Lelo menegaskan, siswa nakal seperti itu tidak boleh dibiarkan.

"Siswa tidak boleh seperti itu. Kalau memang mau dikeluarkan, keluarkan saja. Itu sudah tidak benar ini," kata Leo Lelo dihadapan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, Linus Lusi, Rabu (21/9) kemarin saat sidang paripurna DPRD NTT.
* Sekolah Kembalikan Siswa Pelaku Penganiyaan ke Orang Tua
PASCA pasca peristiwa penganiayaan tersebut, Pada Kamis (22/9) Maria Theresia sakit dan belum kembali mengajar di sekolah. Sedangkan hari itu para siswa lansgung diberikan pendampingan psikologis oleh sekolah.
Kepala Sekolah SMAN 9 Kupang, Adelgina Nortintje Liu mengatakan, hari Kamis digelar rapat antara Kasek SMAN 9 dan para Guru bersama pengurus Komite Sekolah. Rapat internal kepala sekolah dan guru SMAN 9 Kupang bersama Komite Sekolah membahas kasus penganiayaan RJD terhadap Guru Sosiologi, Maria Theresia (53).
Rapat tersebut juga membahas nasib dari siswa RJD yang dikembalikan ke keluarganya. Terhadap siswa bersangkutan tersebut dikembalikan kepada orangtuanya dan pihak sekolah tidak memberikan rekomendasi apapun terhadap siswa tersebut.
Menurut Adelgina Nortintje Liu, rapat itu dilaksanakan usai Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan mendatangi langsung sekolah tersebut, dan mengambil apel pagi bersama semua pelajar dan guru, sekaligus memberikan imbauan dan motivasi serta penegasan bagi pelajar dan guru di sekolah tersebut.

Suasana lingkungan sekolah cukup kondusif, dan tampak para siswa-siswi berada di dalam maupun luar kelas, bahkan ada pula yang berbelanja jajanan di sekitar sekolah.
Adelgina Nortintje Liu mengatakan, siswa RJD melanggar tata-tertib sekolah berupa melakukan kekerasan terhadap orang dewasa dalam hal ini guru di lingkungan sekolah, bahkan siswa tersebut tidak memperhatikan materi pelajaran yang diberikan oleh guru.
Terkait pelanggaran tersebut, RJD mendapat skor 200, sedangkan ketentuan tata-tertib sekolah, jika skor pelanggaran mencapai 100 maka siswa bersangkutan akan dikeluarkan dari sekolah.
"RJD mendapat skor lebih dari 200 sehingga pihak sekolah tidak memberikan toleransi, dan keputusan rapat bersama komite sekolah, resmi mengeluarkan anak dari sekolah dan mengembalikannya kepada orangtua tanpa memberikan rekomendasi apapun," tegas Adelgina Nortintje Liu.
Terkait hasil keputusan rapat lainnya berupa guru Maria Theresia tetap mengajar seperti biasa dan mengasuh mata pelajaran Sosiologi.
Pihak sekolah juga memberikan penguatan kepada para pelajar karena psikologi terganggu pasca kejadian penganiayaan tersebut sekaligus menjaga agar situasi sekolah tetap aman dan kondusif.
Pada Kamis, demikian Adelgina Nortintje Liu, Maria meminta izin kepada kepada pihak sekolah untuk beristirahat selama beberapa hari dan sekaligus melakukan pemeriksaan pada mata bagian kanannya yang sakit.
Sebagai bentuk solidaritas para guru akan menyempatkan waktu untuk mengunjungi Maria agar memberikan dukungan moril dalam menghadapi proses hukum yang sedang berjalan.

Terhadap masalah penganiayaan siswa terhadap guru, pihak sekolah menyerahkan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan pertimbangan pelaku berstatus anak.
Namun apabila korban mau melanjutkan proses hukum, maka pihak sekolah siap memberikan dukungan moril kepada korban sebagai guru serta pelaku sebagai pelajar yang telah dikeluarkan tanpa rekomendasi oleh pihak sekolah.
Sedangkan bagi para siswa, kata Adelgina Adelgina Nortintje Liu, khususnya di lokasi kejadian, Kelas XII IPS 2, Kepala Sekolah, para guru bersama Komite Sekolah telah memberikan penguatan secara psikologis karena kondisinya terganggu pasca kejadian penganiayaan yang terjadi saat pelajaran Sosiologi.
Adelgina Nortintje Liu juga meminta kepada para pelajar agar menjadikan kasus tersebut sebagai bahan refleksi dan pembelajaran agar tidak melanggar tata-tertib sekolah.
Pihaknya juga mengimbau para siswa agar tidak takut berhadapan dengan guru dan tetap mengutamakan saling menghormati dan menghargai antara guru dan murid.
"Jaga etika dan perilaku selama berada di lingkungan sekolah, tahu hak dan kewajiban, serta menjaga situasi tetap aman dan kondusif," ujarnya.
Komite Sekolah Beri Dukungan
Ketua Komite SMAN 9 Kupang, Petrus Nifu SH mengatakan mendukung proses hukum dalam kasus tersebut, Petrus berharap mendapat solusi terbaik dalam menyelesaikan masalah penganiayaan siswa terhadap guru.
Petrus Nifu menjelaskan kehadirannya disekolah untuk membahas kejadian penganiayaan dimaksud dan keputusan sudah diambil, bahwa siswa RJD dikeluarkan dari sekolah tanpa mendapat rekomendasi apapun, serta anak tersebut dikembalikan pada orangtuanya.
Petrus Nifu meminta kepada pihak sekolah jika kedepannya ada kejadian penganiayaan atau kejadian yang melanggar aturan sekolah, maka segera menginformasikan kepada komite agar dapat mengambil tindakan dan solusi bersama.

Dengan demikian, pihak komite bisa mengambil tindakan untuk mediasi untuk menyelesaikannya secara kekeluargaan. Akan tetapi karena kasus tersebut sudah dilaporkan dan menjadi ranah kepolisian, sehingga Komite mendukung proses hukum.
"Berharap mendapat solusi terbaik dalam menyelesaikan masalah penganiayaan siswa terhadap guru," kata Petrus Nifu .
Terhadap keputusan sekolah mengeluarkan siswa RJD, maka itu kewenangan sekolah untuk menegakkan peraturan dan tata tertib sekolah termasuk mengembalikan siswa kepada orangtuanya.
Pihaknya berharap sekolah memberikan peserta didik bimbingan dan arahan yang humanis, serta para guru mengontrol diri dan emosi sehingga kasus kekerasan terhadap guru maupun siswa tidak terulang kembali dan semua pihak bersama menjaga situasi tetap aman dan kondusif.
Dinas PK Evaluasi Pembalajaran di Kelas
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT, Linus Lusi bakal melakukan evaluasi pembelajaran secara total di kelas pasca seorang Siswa SMAN 9 Kupang melakukan penganiayaan terhadap gurunya, Maria Theresia di dalam kelas.
Linus Lusi menilai kasus siswa menganiaya guru mencerminkan sebuah ironi dalam pendidikan karakter yang terjadi pada semua lembaga pendidikan termasuk SMAN 9 Kupang.
Linus Lusi sangat prihatin terhadap situasi kejadian penganiayaan di dalam kelas yang menjadi tontonan publik terutama pelajar yang sementara belajar di dalam kelas saat kejadian penganiayaan tersebut.
Mengantisipasi kejadian serupa, Pihak dinas meminta Kepsek dan para guru melakukan evaluasi pembelajaran secara total kemudian segera melaporkan hasilnua kepada pihak Dinas Pendidikan.

Demi menegakkan disiplin, dirinya selaku Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaaj NTT melaksanakan apel bersama pada guru dan siswa.
Dalam apel tersebut, pihaknya menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada ibu guru Maria Theresia dan keluarga atas kejadian penganiayaan yang dilakukan oleh dari siswa RJB.
"Kami atas nama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT meminta maaf secara terbuka kepada ibu guru Maria Theresia, suami, anak-anak dan keluarga besar atas perilaku dari anak siswa kami RJD yang sangat melukai dan mencederai harkat dan martabat keluarga serta dunia pendidikan," pinta Linus Lusi, Kamis (22/9).
Pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT akan bersilaturahmi secara tradisi budaya dan kekeluargaan menjenguk ibu Maria Theresia di kediamannya sebagai bentuk dukungan moril terhadap kondisi yang dialami oleh korban.
* Proses Hukum Siswa Penganiaya
PENYIDIK Unit Reskrim Polsek Kelapa Lima terus memproses hukum kasus siswa menganiaya guru SMAN 9 Kupang tetap berlanjut meskipun pelakunya berstatus anak usia 17 tahun.
Pasalnya pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya yang telah dilakukannnya memukuli gurunya hingga berdarah.
Pihak kepolisian juga melakukan pemeriksaan keterangan terhadap sejumlah saksi bahkan mendatangi sekolah untuk mengambil rekaman CCTV saat kejadian penganiayaan tersebut.

Kapolresta Kupang Kota, Kombes Pol Rishian Krisna Budhiaswanto menjelaskan keterangan dari korban dan beberapa saksi, penganiayaan terjadi karena ada reaksi spontan dari siswa yang mendapat pukulan dari guru.
Kejadian penganiayaan itu ketika guru bernama Maria Theresia menegur pelaku yang bercerita saat jam pelajaran.
Namun pelaku tidak mengindahkannya dan asyik bercerita dengan teman sebangku saat jam pelajaran berlangsung, maka korban menghampiri pelaku lalu menjitak pelaku dengan spidol di bagian kepala.
"Kemudian pelaku secara spontan menangkis dan membalas dengan pukulan hingga membuat hidung sang guru berdarah," kata Rishian Krisna Budhiaswanto, Kamis (22/9).
Akibat pemukulan ini, sang guru langsung membuat laporan Polisi di Polsek Kelapa Lima di dampingi oleh beberapa guru SMA Negeri 9 Kupang.
Kasua Siswa Aniaya Guru ini sedang ditangani di Polsek Kelapa Lima. Para saksi masih dimintai keterangannya. (vel/cr14/fan)