Squad Rojong Bacerita Toleransi, Suka Duka Berteman Beda Agama
Mungkin sebagian orang Manggarai ketika membaca kata Rojong akan langsung mengetahui apa arti Rojong.
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Mungkin sebagian orang Manggarai ketika membaca kata Rojong akan langsung mengetahui apa arti Rojong.
Adakah yang tahu arti kata Rojong? Sekelompok mahasiswa-mahasiswi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Nusa Cendana Kupang, menggunakan kata Rojong sebagai Nama dari komunitasnya.
Mereka adalah mahasiswa baru pada tahun 2018 silam. Kata Rojong memiliki makna tersendiri bagi mereka. Bermula dari kebiasaan mereka sepulang kuliah, mereka selalu berkumpul di bawah pohon gamal. Pohon gamal itu punya banyak terdapat ulat bulu. Kita tahu bahwa ulat bulu itu ketika mengenai kulit tubuh kita maka kulit kita akan terasa gatal.
Di bawah pohon Gamal itu, kelompok mahasiswa itu sering bercerita dan berdiskusi tentang apa saja. Sesekali mereka bercanda dan kata gatal sering sekali diucapkan dari mulut mereka. Setelah beberapa kali bertemu akhirnya mereka sepakat untuk menggunakan nama Gatal untuk menamai grup mereka.
Namun karena kata gatal yang dianggap kurang baik maka mereka mengganti nama Gatal itu kata Rojong. Rjong dalam Bahasa Manggarai artinya Gatal. Sejak saat itu, kata Rojong menjadi nama squad mereka.
Awalnya, squad Rojong hanya terdiri dari 5 orang mahasiswi. Tetapi kemudian tiga orang laki-laki bergabung sehingga Squad Rojong menjadi 8 orang. Kedelapan anggota Squad Rojong itu berbeda latar belakang agama, suku dan bahasa.
Pepi dan Putri beragama Katolik, berasal dari Kabupaten Manggarai. Aty si gadis Kota Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) beragama Kristen Protestan. Risa, nona (gadis) Kota Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) yang beragama Katolik.
Dua orang lainnya berasal dari Kota Larantuka, Kabupaten Flores Timur, yakni Erlan yang beragama Katolik dan Indah yang beragama Islam. Adjie adalah nyong (Pria) Kota Alor beragama Islam sedangkan Dedi si nyong Kupang beragama Kristen Protestan. Itulah Squad Rojong.
"Awal kenal cuma sama Putri karena dia teman Sekolah Menengah Pertama (SMP), terus ketemu Indah. Kita bertiga pernah satu kelompok kerja tugas mata kuliah saat masih kuliah dulu dan sering sama-sama," cerita Pepi mengenang awal kedekatan mereka.
Pepi mengatakan, mereka mulai sering bersama saat Risa dan Aty mengajak mereka bertiga yakni Pepi, Putri dan Indah berkumpul ke kosnya Risa. Karena Pepi dan Putri malas pulang ke kos mereka masing-masing.
Pepi dan Putri enu molas (enu sapaan untuk perempuan Manggarai dan molas artinya cantik) asal Manggarai memang berkenalan semenjak SMP dan bertemu Indah saat berkuliah. Sedangkan Risa dan Aty awalnya berteman karena berasal dari daerah yang sama yakni Timor.
Itu tadi cerita para gadis, tentu kisah anggota squad yang laki-laki juga tak jauh berbeda.
Dari latar belakang suku, agama, ras yang berbeda, mereka bisa akrab, saling menghargai dan menghormati perbedaan yang ada.
Nilai toleransi, saling menghargai perbedaan masing-masing selalu terbangun dalam hubungan persahabatan Squad Rojong.
"Biasa mereka menemai saya saat berdoa ke Gua Bunda Maria setiap saya berulang tahun. Walaupun dong (mereka) tidak ikut berdoa karena bukan beragama Katolik, namun mereka ikut kesana dan menunggu saya selesai berdoa," kata Risa, dihubungi Kompak via WhatsApp,.... hari (tanggal/bulan/tahun).
Indah juga merasakan hal yang sama terkait nilai toleransi diantara mereka. "Diantara kami ada Adjie dan Indah yang Muslim dan kami selalu mengerti saat mau berkumpul tapi sata itu adalah sholat maka kami memberi mereka kesempatan mereka menjalankan ibadahnya. Kalau makan-makam kami akan pergi ke tempat yang tak menjajikan makanan yang pantang dimakan oleh teman Muslim," cerita Putri yang kini berada di Manggarai.
Pada hari besar keagamaan, mereka juga saling mengucapkan selamat dan mengujungi satau sama lainnya terhadap teman yang bberbeda agama dan keyakinan.
"Cerita toleransi yang paling sa (saya) suka itu dari sososk Indah. Dia satu-satunya yang bergama Muslim, tapi dia tetap nyaman bersama kami. Bahkan dia pernah ikut kami ke acara syukuran Tahbisan Imamat. Dia juga pernah ikut kami ke gereja pas nikahannya Valdo," ungkap Pepi dengan aksen khas Manggarai.
Pepi mengisahkan, dalam pertemuan mereka itu, banyak hal yang dihabas mulai dari perkuliahan, sosial, agama, bahasa dan adar istiadat serta hal lainnya. Mereka saling berbagai pengetahuan dan sharing tentang berbagai hal. Karena itu, meskipun belum pernah pergi ke daerah masing-masing, tetapi mereka saling mengetahui adat istiadat kebiasaan daerah masing-masing.
"Kami selalu omong (bicara) kalo (Kalau) nanti tinggalnya su (sudah) jauh-jauhan harus saling kunjung," lanjut Pepi.
Apakah mereka pernah konflik? Pepi mengatakan, hal itu tentu wajar dalam pertemanan karena mereka punya pandangan, pemikiran, karakter dan perbedaan lainnya. Karena itu tentu terjadi kesalahpahaman satu sama lainnya.
Namun, konflik itu selalu bisa diatasi karena selalu ada penengah diantara mereka. Dan biasanya dari konflik itu mereka akhirnya lebih memahami satu sama lainnya.
"Ada yang marah, beda pendapat, tapi akhirnya nanti hubungannya baik lagi. Karena biasanya kalo baku (saling) marah pasti tidak lama akan baik lagi," jelas Pepi.
Menurut Pepi, pertengkaran dan masalah yang terjadi itu merupakan bumbu-bumbu dalam sebuah hubungan pertemanan dan hal ini jutsru akhirnya semakin mempererat hubungan mereka. Sebab dengan demikian mereka bisa lebih mengenal satu sama lainnya.
"Berteman beda agama dan beda suku itu bisa buat pola pikir kami lebih luas dan rasa menghargai perbedaan bisa tumbuh lebih besar," kata perempuan asal Soe ini.
Mendengar hubungan pertemanan Squad Rojong itu, Ketua Komunitas Peace Maker (KOMPAK) Kupang, Charningsi Bunga, bangga dan salut. Karena dengan kondisi itu teman-teman muda dalam kelompok di kampus itu menunjukkan bahwa lingkungan pergaulan kelompok itu bisa tercipta meskipun ada perbedaan diantara mereka.
Seperti adanya perbedaan agama, suku, ras, karakter dan sebagainya. "Hubungan pertemanan yang langgeng dengan adanya berbedaan suku, agama itu merupakan hal yang luar biasa, yang ditunjukkan oleh Squad Rojong," kata Ningsih.
Menurut Ningsih, KOMPAK memiliki Spirit dari Kupang untuk Indonesia Damai sehingga segala bentuk praktek-praktek baik dari Kupang itu harus dikampanyekan. Hal apa yang ditunjukkan oleh Squad Rojong menjadi bagian dari cerita baik yang dilakukan orang muda sehingga mesti didukung dan diteruskan ke wilayah lainnya.
Lanjut Ningsih, dengan berada dalam kelompok yang berbeda itu akan bisa membuat mereka semakin saling memahami dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Hal itu menunjukan bahwa ada pengetahuan, ada keterampilan, ada kecakapan hidup yang sudah dibangun.
Dan dengan demikian bisa membentuk generasi yang baik. Hal ini perlu terus dibina dan dijadikan contoh yang baik kepada orang lain.
"Saya kira teman-teman muda di Squad Rojong ini sudah mengaplikasikan nilai nilai dari setiap ajaran mereka. Tentunya di setiap ajaran agama mengajarkan tentang Kasih," kata Ningsih.
Nilai itu adalah untuk saling menghargai sesama. Sesama ini tidak harus berdasarkan homogenitas agama atau suku tertentu.
"Jadi nilai kasih, nilai kerukunan, nilai saling membantu antar manusia dan nilai kecakapan hidup saya kira itu yang perlu digaris bawahi," ungkap perempuan berambut lurus ini.
Ningsih, berharap dari contoh nilai pertemanan Squad Rojong itu, bisa terus tumbuh dan membentuk kelompok lintas keberagaman, untuk mendukung kehidupan keberagaman. Teman-teman muda lah yang akan menjadi imun dalam kehidupan masyarakat ketika ada isu bentrokan, ujaran kebencian terkait diskriminasi atau stigma terhadap kelompok agama atau suku tertentu.
"Ketika teman-teman ada dalam kelompok kelompok lintas agama ataupun suku, maka teman-teman sudah ikut membangun ketangguhan, sudah membangun pencegahan terhadap konflik latar belakang agama atau suku itu sendiri. Jadi nilai itu harus didokumentasikan dan dibagikan untuk pembelajaran atau menjadi pembanding bagi informasi-informasi negatif atau informasi yang ingin memecah bela kerukunan di Nusa Tenggara Timur bahkan di Indonesia," kata Ningsih. (kompak.Ana Watahila)
