Pegiat HAM Muda di NTT Klaim Setiap Orang Berhak untuk Berekspresi
BELASAN pemuda pemudi yang tergabung dalam empat grup, pesona, pantang, equal dan setara, bersemangat mengikuti berbagai kompetisi
Penulis: OMDSMY Novemy Leo | Editor: OMDSMY Novemy Leo
POS-KUPANG.COM, KUPANG - BELASAN pemuda pemudi yang tergabung dalam empat grup, pesona, pantang, setara dan equal, bersemangat mengikuti berbagai kompetisi untuk memenangkan sejumlah permainan yang disiapkan oleh panitia dalam Training Pegiat HAM di NTT, Kamis (9/6), di Sotis Hotel Kuang.
Dengan strategi masing-maisng, setiap kelompok memperkenalkan diri dan melakukan yel-yel yang dirancang dengan unik dan menarik.
Ada yang menyampaikannya melalui nyanyian, ada yang hanya meneriakan yel yel sambil berdiri tegak, namun ada juga bingung mau melakukan apa saat berada di depan panggung, hingga mereka harus mundur kembali untuk merancang ulang strateginya.
Kompetisi lainnya bagaimana setiap kelompok menjawab empat pertanyaan sesuai isu yang diberikan mengenai kebutuhan masyarakat, kondisi yang ada saat ini dan apa yang mesti dilakukan untuk memperoleh kebutuhan dimaksud dan pihak mana yang mesti berperan untuk mewujudkan kebutuhan itu.
Peserta training juga diajak bermain peran sebagai masyarakat, disabilitas, pemerintah, orang kaya dan politisi. Setiap orang diberi kesempatan untuk merebut permen yang ada dalam meja pejabat pemerintah, orang kaya dan politisi.
Hasilnya, pemerintah, orang kaya dan politisi yang paling cepat dan banyak mengambil permen itu dibandingkan masyarakat sebab memiliki akses yang lebih mudah.

Permen itu merupakan gambaran hak dan kebutuhan dasar masyarakat yang mestinya bisa bisa dibagai rata dan dirasakan secara adil oleh masyarakat.
Diakhir permainan, mereka diminta merancang sistem yang baik agar setiap permen atau kebutuhan dan hak masyarakat itu bisa diperoleh setiap orang secara adil dan merata.
Kegiatan ini adalah bagian dari traning pegiat HAM yang diselenggarakan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat berkolaborasi dengan LBH APIK NTT, Lantang Kupang dan Fakultas Eknomi dan Hukum Universitas Aryasatya Deo Muri di Kota Kupang.
Direktris LBH APIK NTT, Ansy Rihi Dara SH, dalam sambutannya menjelaskan, HAM memberikan garansi bahwa setiap manusia terlahir sebagai insan yang bebas dan memiliki hak yang patut dilindungi oleh Negara.
Namun fakta menunjukan bahwa masih banyak terjadi kasus pelanggaran HAM yang dialami oleh beberapa kelompok rentan dan minoritas.
Seperti kelompok Keberagaman Seksual dan Gender, Perempuan, Anak, Kelompok Difabel, Orang dengan HIV AIDS (ODHIV), dan kelompok adat, dan agama minoritas di Indonesia dan lainnya masih banyak terjadi.
"Deretan Pelanggaran HAM ini menjadi pemicu urgensi pemerintah dalam memenuhi tugas dan tanggung jawab negara sesuai konstitusi untuk memberikan perlindungan, pemenuhan hak, pemajuan dan penegakan hukum," kata Ansy.

Bermula dari upaya pemerintah untuk melakukan perlindungan dan keinginan mencapai pemenuhan hak kelompok rentan, setiap pihak telah melakukan advokasi dalam pemenuhan HAM, namun masih dihadapkan pada tantangan di lapangan.
Seperti terdapat regulasi yang diskriminatif yang dikeluarkan oleh pemerintah, dan belum meratanya informasi tentang bantuan dan perlindungan yang sebenarnya dapat diakses oleh kelompok rentan dan minoritas ini.
Serta masalah kemiskinan yang juga menjadi akar dari beragam bentuk kekerasan. Melihat hal ini, demikian Ansy, maka tiap pihak perlu mendorong terbentuknya kota Ramah Hak Asasi Manusia dipandang sebagai hal yang penting untuk di inisiasi dan bagaimana perlindungan hukum yang dapat diberikan oleh negara.
Adelaide Ratu Kore SH MIR MIL mengatakan, target training ini adalah para aktivis muda dari berbagai sektor baik Lembaga Swadaya Masyarakat, Mahasiwa, pemuda pejuang HAM.

Ketua Pelangi Kota Karang, Dhalang menjelaskan, tujuan training adalah untuk memperkuat perspektif para aktivis muda ini dalam melakukan usaha perjuangan hukum dan HAM yang dapat dirasakan semua pihak terkhususnya kelompok rentan dan marginal.
"Tujuan lain, untuk memberikan ilmu dan skill serta srategi advokasi hukum dan HAM bagi para aktivis muda. Ketiga, mencetak calon aktivis hukum dan hak asasi manusia di Kota Kupang yang dapatmemberikan pertolongan pertama pada kelompok rentan dan minoritas yang mendapatkan kekerasan," kata Dhalang.

Para peserta mendapatkan materi dan berdiskusi tentang Hukum dan HAM, Gender, Minoritas dan Kelompok Rentan dan Materi quo vadis HAM dan urgensi Perda Kota Ramah HAM di Kota Kupang serta Materi teknik analisis dan pendampingan kasus kekerasan terhadap kelompok rentan dan minoritas yang dibawakan oleh Dhalang dan Adelaide.
Materi advokasi dan bantuan hukum bagi kelompok rentan dan minoritas dari Direktris LBH APIK NTT, Ansy Rihi Dara, SH.
Serta materi litigasi strategis dan pendampingan lapangan bagi kelompok rentan dari Dekan FH Universitas Arya Satya Deo Muri, E Nita Juwita SH MH, yang juga adalah Ketua LBH Surya.
Pantauan Pos Kupang, dalam diskusi empat kelompok itu mereka membahas berbagai isu tentang kebutuhan kelompok rentan.
Grup pantang mengungkapkan, setiap orang membutuhkan rasa aman untuk berekspresi, rasa nyaman untuk menggunakan fasilitas publik, dan bebas dari diskriminasi dan stigma.
Namun kenyataannya, saat ini rasa aman dan rasa nyaman untuk berkespresi dan mengguakan fasilitas publik itu belum terealisasikan.

"Teman-teman kelompok minoritas di sekeliling kita belum bebas dari diskriminsasi dan stigma. Langkah yang mesti dilakukan yakni perbanyak diskusi untuk menumbuhkan kesadaran dan kepedulian untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk itu perlu melibatkan semua pihak seperti pemeirntah, tokoh masyarakat, pemuka agama dan pemangku kepentingan," kata Anges Ataupah.
Andra Fiani dari Grup Setara mengatakan, pada tataran masyarakat kelompok rentan menignginkan masyarakat bisa menerima segala keberagaman yang ada. Karena diskrtiminasi dan stigma masih ada di masyarakat.
"Hal ini terjadi karena masyarakat belum bisa menerima keberagaman yang ada. Oleh karena itu. Kondisi saat ini, Pemerintah melalui kebijakannya belum mengakomodir kebutuhan kaum rentan, masih ada aturan yang belum menjawab kebutuhan kelompok rentan. Maka perlu membuat kebijaka yang ramah bagi kelompok rentan," kata Andra.

Langkah yang akan dibuat yakni melakukan sosialisasi di masyarakat tentang keberagaman dan hak-hak mereka sebagai manusia, menyuarakan hak dan harapan kaum rentan yang dilupakan ke pemerintah.
"Kami merasa merubah sistem akan sulit, dan butuh jangka waktu yang panjang. Tapi jika mayoritas dan minoritas di masyarakat sudah bersatu dengan satu pemahaman maka cukup mudah untuk mendesak pemerintah mengeluarkan kebijakan," kata Andra.
Karena akhirnya tidak ada lagi minoritas dan mayoritas yang dilihat pemerintah. Untuk itu perlu ada sinergis antara pemeirntah, LSM, komunitas, akademisi.
Joy dari grup equal mengatakan, kelompok minoritas butuh kehidupan tanpa stigma dan diskriminasi dan Negara dapat menjalankan kewajibannya dalam menjaga, melindungi, menghargai hak asasi manusia setiap warga negara tanpa terkecuali.
Namun kenyataan, saat ini belum tercapai karena masih banyak stigma dan diskriminasi yang terjadi bahkan hal itu juga sering dilakukan oleh Negara.
Langkah yang harus dibuat adalah advokasi agar terjadi perubahan yang ideal dan setara.

"Yang kita libatkan untuk perubahan itu adalah jaringan baik isntansi pemerintah, komuitas, tokoh agama dan lainnya," kata Jho.
Ema Lakapu dari Grup Pesona melihat kebutuhan kelompok perwakub atau persatuan waria kupang. Perwakub menginginkan adanya pengakuan dari masyarakat tentang keberadaan mereka dalam lingkungan masyarakat.
"Karena di beberapa tempat, mereka masih tidak dianggap bahkan masih mendapatkan perlakuan diskriminasi, kurangnya lapangan kerja bagi teman waria, padahal pekerjaan adalah hal penting untuk mereka," kata Ema.

Karena itu langkah yang harus dilakukan yakni memberikan pemahaman dan edukasi ke masyarakat tentang pentingnya hidup toleran dan pemeirntah pun wajib menyediakan lapangan kerja untuk perwakup.
"Untuk itu, semua pihak yakni pemerintah dan masyarakat perlu bersama-sama untuk bisa mewujudkan kebutuhan perwakub dimaksud," kata Ema. (novemy Leo)