Berita Kota Kupang Hari Ini
Monumen Sonbai Jadi Taman Gemerlap, Hiasi Wajah Kota Kupang di Malam Hari
Perubahan Monumen Sonbai menjadi taman gemerlap diakui oleh masyarakat telah menjadi wajah baru Kota Kupang
Penulis: Ray Rebon | Editor: Edi Hayong
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ray Rebon
POS-KUPANG.COM, KUPANG--Taman Sonbai di Jalan protokol Urip Sumoharjo Kota Kupang yang dipugar oleh Pemerintah Kota Kupang beberapa waktu terakhir telah menjadi spot menarik bagi kaum milenial maupun masyarakat umum untuk mengabadikan gambar.
Kunjungan masyarakat, wisatawan dan termasuk kaum milenial Kota Kupang yang tidak sedikit setiap malamnya itu juga membuat ladang ekonomi baru bagi para fotografer keliling. Setiap malamnya terdapat puluhan fotografer mangkal di Taman Sonbai.
Perubahan Monumen Sonbai menjadi taman gemerlap diakui oleh masyarakat telah menjadi wajah baru Kota Kupang.
Kendati demikian masyarakat Kota Kupang yang berkunjung ke taman tersebut juga mengaku tidak mengetahui siapa Raja Sonbai III.
Beberapa masyarakat yang ditemui Pos-Kupang,Com di Taman Sonbai selama beberapa kesempatan tersebut juga turut menyampaikan pentingnya literasi atau media yang dapat mengenalkan riwayat hidup dan perjuangan sosok Raja Sobe Sonbai III kepada pengunjung di Taman Sonbai.
Baca juga: Taman Nostalgia Jadi Rumah Rekreasi Bagi Warga Kota Kupang
Yetri misalnya, mahasiswi semester XI di salah satu Universitas di Kota Kupang ini mengungkapkan keinginan untuk hal tersebut.
Yetri bahkan yakin tidak hanya dirinya saja yang tidak mengetahui riwayat perjuangan Raja Sobe Sonbai III tetapi dominan masyarakat Kota Kupang tidak mengetahui hal serupa.
"Mungkin menurut beta perlu ada ditambah kilasan-kilasan sejarah tentang Sonbai, soalnya seperti beta yang kurang mengerti sejarah. Jangankan yang tinggal di Kupang, yang rumah dekat sini juga beta rasa belum tahu betul tentang ini," kata dia.
Ia menilai hal tersebut untuk mengedukasi masyarakat dan juga membantu wisatawan untuk mengenal Raja Sobe Sonbai III dari nilai-nilai historis yang ada.
Selain hal itu, warga Kelurahan Penfui Kupang ini mengaku bahwa memang perubahan Taman Sonbai memberikan dampak positif bagi masyarakat.
Baca juga: Wali Kota Kupang Tawar Pengusaha Kolaborasi Bangun Taman
"Bagus, sudah ada penataan ruang kota yang baru. Ada anak muda yang bisa cari uang dengan foto-foto tapi baiknya sediakan tempat parkir supaya jangan menghalangi lalu lintas," jelasnya
Hal senada diungkapkan Yeni Lagawuri. Wanita yang tinggal di bilangan Oeba ini bahkan mendatangi Taman Sonbai saat itu dengan berjalan kaki bersama beberapa temannya.
Ia mengaku tidak dapat mengetahui cerita lengkap mengenai Sobe Sonbai III usai berfoto ria bersama-sama teman-temannya di Taman Sonbai.
Praktisi Sejarah dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Zakaria yang pernah diwawancarai rupanya telah mengkuatirkan kondisi tersebut.
"Terus terang perjuangan dari Sobe Sonbai III ini tidak diketahui oleh milenial sekarang. Jangankan anak muda, orang tua pun tidak tahu karena orang NTT tidak belajar sejarahnya sendiri," kata dia.
Baca juga: Wali Kota Kupang Jefri Sebut PT Sasando Bakal Kelola Taman Wisata Kuliner
Ia menilai hal ini dipengaruhi juga oleh kurikulum pendidikan di Indonesia selama ini monoton mengangkat sejarah dari daerah-daerah lain seperti Jawa dan Sumatera dibandingkan sejarah lokal NTT.
Literatur mengenai tokoh-tokoh sejarah lokal NTT juga masih kurang ditulis dan diterbitkan kepada khayalak padahal banyak penelitian sejarah yang sudah dilakukan sejak lama di NTT.
Beberapa hal ini menyebabkan tenaga pendidik di NTT tidak paham benar soal sejarah daerahnya sendiri dan lebih paham sejarah-sejarah pahlawan dari luar.
Untuk itu, ia berharap Taman Sonbai dapat lebih interaktif menggunakan media literasi dan edukasi kepada publik yang berkunjung ke taman tersebut. Tidak saja menjadi spot wisata tetapi masyarakat akan mendapatkan pengetahuan sejarah.
"Patung itu hanya simbol tetapi ada cerita seperti relief atau semacam ada alat atau orang yang menceritakan hal ini, entah apa, sehingga anak-anak yang mengunjungi tempat itu tahu cerita dibalik perjuangan Sobe Sonbai III," kata dia.
Baca juga: Jokowi Resmikan Tiga Lokasi Wisata Kuliner dan Taman, Terkesan Pembangunan Kota Kupang
Zakaria juga menjelaskan riwayat perjuangan Sobe Sonbai III yang merupakan Raja Oenam di Pulau Timor dan diabadikan menjadi monumen yang kini dapat ditemui di Taman Sonbai.
Raja Sobe Sonbai III, jelasnya, melakukan perlawanan keras terhadap kolonialisme Belanda hingga dirinya meninggal dan dikuburkan di sekitar Benteng Concordia Kupang. Tetapi pihak Belanda letak pasti makam Sobe Sonbai III dan tidak diketahui sampai sekarang.
"Sobe Sonbai III tidak sudi wilayahnya diambil oleh Belanda yang mencaplok wilayah kerajaan, termasuk Kauniki, pada masa Raja Sonbai sebelumnya berdasarkan perjanjian Paravicini tahun 1756," ungkapnya.
Paravicini adalah kontrak dagang yang ditandatangani oleh semua raja yang berada di Pulau Timor dengan VOC.
Kontrak itu berisi persetujuan memberikan daerah 6 pal (zes palen gabied) atau luas daerah dengan jarak 9 kilometer ke darat mulai dari Tanjung Oesinas sampai dengan Tanjung Sulamu untuk pemerintah Belanda.
Baca juga: Potret Aktivitas Petugas Kebersihan Pertamanan di Kota Kupang
"Wilayah Oepaha mengitari Pantai Barat Pulau Timor terus ke arah Utara kupangp tarus Baubau, Pariti hingga perbatasan Timor Leste yang merupakan Kerajaan Ambenu saat itu. Daerah zes palen gabied yaitu daerah enam pal dihitung dari garis pantai ketika air surut," jelas dia.
Ia menyebut zes palen gabied adalah daerah yang tidak boleh ditempati oleh orang Timor dan harus dikosongkan enam pal atau kurang lebih 9 kilometer dari pantai.
Masyarakat Rote kemudian ditempatkan Belanda di wilayah zes palen gabied tersebut sebagai perisai terhadap serangan dari masyarakat Timor yang dipimpin Sonbai III. Menurutnya, ini bagian dari politik pecah belah yang dilakukan pihak Belanda saat itu.
Pada tahun 1903 Sobe Sonbai III melakukan penyerangan melawan Belanda sehingga terjadi Perang Bipolo. Kemenangan diraih oleh Sobe Sonbai III dan karenanya memancing Belanda membuat serangan balasan terhadap Sobe Sonbai III. Serangan satu malam itu juga menyebabkan Desa Nunkurus terbakar.
"Paginya sudah ada 85 mayat tanpa kepala," kata dia.
Baca juga: Kebersihan Taman Wisata Kuliner di Kelapa Lima Perlu Dijaga
Belanda geram akan hal tersebut sehingga mengerahkan kekuatan besar menggunakan tentara angkatan darat dan juga alat tempur angkatan laut dari wilayah pantai.
"Sonbai bertahan mati-matian di bawah komando para Meo (panglima) seperti Meo Toto Smaut yang hebat. Jadi tidak gampang Belanda menembus pertahanan Sobe Sonbai III," lanjut Zakaria.
Belanda akhirnya masuk ke wilayah pedalaman Pulau Timor pada saat kekalahan Sobe Sonbai III di tahun 1905. Belanda juga membuat markas di wilayah Kapan, yang saat itu juga merupakan bagian dari Kerajaan Oenam, berkat kemenangan mereka atas Sobe Sonbai III.
"Mulai itu baru Belanda masuk sampai di pedalaman Pulau Timor. Sebelum itu mereka sama sekali tidak berani karena dihadang Sobe Sonbai III," jelasnya.(*)