Berita Kota Kupang Hari Ini
Sosok Transpuan, Dena Rachman Bagikan Kisahnya di Acara Podcast Pos Kupang
ada ekspresi gender, manifestasi dari pengalaman gender yang diekspresikan lewat ekspresi penampilan
Penulis: Michaella Uzurasi | Editor: Edi Hayong
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Michaella Uzurasi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Mantan artis cilik, Dena Rachman membagikan sekelumit kisahnya sebagai seorang transpuan di Podcast Pos Kupang, Sabtu 9 April 2022. Podcast ini dipandu oleh Host Koordinator Liputan Pos Kupang, Novemy Leo.
Dena mengungkapkan ini merupakan kali pertama baginya menginjakkan kaki di wilayah Indonesia Timur dan sudah berada di Kupang selama dua hari.
Terkait keputusan dia menjadi seorang transpuan, penyanyi cilik tahun 1990-an ini menjelaskan, setiap manusia punya pengalaman gender yang berbeda - beda dan dialami masing - masing personal yang namanya identitas gender.
Selain itu ada ekspresi gender, manifestasi dari pengalaman gender yang diekspresikan lewat ekspresi penampilan dan lain sebagainya.
"Mungkin kalau aku pribadi, aku tuh dari kecil emang udah menjalani hidup itu sebagai aku aja. Kita dulu kalau lagi SD kan kita nggak punya pelajaran soal gender atau seksualitas bahkan pelajaran soal tubuh jadi ya main biasa, maksudnya biasa aja nggak ada kepikiran kayak gimana - gimana. Nggak mungkin ada anak kecil yang gue mau jadi gini ya kan," kata Dena.
Dia mengisahkan, tahun 1990 - an Dena sudah menjadi artis cilik, penyanyi dan memiliki program TV anak - anak, bermain sinetron dan iklan. Dia adalah tipikal yang senang tampil.
"Aku bukan orang yang senang main boneka aku nggak girly gitu sama sekali tapi emang darah seni itu kental di darah aku karena papa juga orang seni," ungkap Dena.
"Aku dulu sukanya main peran. Zaman dulu itu main supermarket - supermarket an senang tampil senang nari senang nyanyi gitu senang bergaya - gaya di depan cermin dan lain sebagainya tapi nggak ada kepikiran gue ini trans atau gimana," lanjutnya.
Seiring berjalannya waktu dan proses pendewasaan yang dilalui di masa SMP dan SMA, Dena sudah mulai bersosialisasi dengan teman - temannya. Dia mulai merasa ada sesuatu yang berbeda dari dirinya.
"Dulu di zaman sekolah itu sudah ada peraturan, dibedakan menurut gender yang binary gitu. Terus ada atribut - atribut tertentu maksudnya kalau anak laki itu mainnya bola, kalau anak perempuan itu mainnya karet main ini gitu," ujarnya.
Dena sejak dulu tidak menyukai permainan anak lelaki seperti sepak bola.
"Tidak nyaman seperti anak laki - laki pada saat itu yang kayaknya orang - orang harus begitu," jelasnya.
Ketika duduk di bangku SMP, Dena kebanyakan berteman dengan perempuan tanpa berpikiran apa - apa. Saat itu, salah satu temannya menanyakan ada sesuatu yang ditutupi oleh Dena.
Dia mengakui sempat berpura - pura menjaga image karena figurnya yang sudah tampil di publik sehingga ada image yang harus dia jaga.
"Society bilang kayak gini jadi aku harus kayak gini tapi ternyata teman aku itu bilang keknya lo nggak jujur deh. Kenapa Akhirnya aku memberanikan diri untuk iya nih sebenarnya aku nggak nyaman kayak gitu. Aku tuh sepertinya lebih nyaman kayak gini," ujarnya.
Keesokan harinya, setelah dia mengungkapkan dirinya yang sebenarnya, Dena menjadi lebih santai dan menjadi diri sendiri mulai dari perilaku dan gestur seperti apa adanya dia. Dena berteman dengan siapa saja baik perempuan maupun laki laki.
Saat duduk di bangku SMA Dena tidak lagi menutupi dirinya yang sebenarnya. Meski demikian dia mengakui tidak pernah merasakan bully secara langsung hanya sebatas dikerjain saat masih menjalani masa orientasi sebagai siswa baru.
Dena juga disukai karena selalu total ketika diminta mengerjakan segala sesuatu.
"Yang tadinya mau ngerjain jadinya sayang sampai sekarang aku lumayan dekat sama senior - senior aku," ujarnya.
Secara akademis Dena cukup pandai sehingga tidak jarang diminta tolong bahkan dia pernah memberikan jawaban saat sedang mengikuti ujian.
Waktu itu dia menjadi diri sendiri tanpa tahu seperti apa seharusnya namun dia belajar untuk memahami dirinya bukan sebagai laki - laki.
"Kalau kita belajar, I'm not like that jadi aku berproses waktu itu bergumul bolak balik sama diri sendiri ini apa sih, salah nggak, kayak gitu," kata dia.
Ketika sedang bergumul dengan diri sendiri, Dena mengakui sangat tidak mudah untuk berbicara secara terbuka kepada kedua orang tuanya. .
Sebelum terbuka dengan orang tua Dena merasa seperti selalu ada dinding yang membuat komunikasi tidak lancar dan jujur.
"Ada sesuatu hal yang aku tutupin, ada sesuatu hal juga yang mereka tuh nggak berani untuk ngomong secara langsung atau nanya. Jadi mereka juga mungkin waktu itu masih proses. Mereka juga pasti bisa melihat anaknya," ujar Dena.
"Apalagi waktu SMA kalau terima rapor aku tuh nggak pernah jelek. Orang tua kalau datang ke sekolah selalu senang karena ada ranking gitu," lanjutnya.
Dena juga mengungkapkan salah satu alasan untuk bersyukur adalah menghargai apa yang sudah dia kerjakan selama yang ternyata berbuah bagi orang lain.(uzu)