Berita TTS Hari Ini

Di NTT, Kabupaten TTS Tertinggi Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

Berdasarkan Data Sistem Informasi Online (SIMPONI) Tahun 2022, dari Januari hingga Maret, Kabupaten TTS tercatat sebagai Kabupaten dengan angka kasus

Editor: Ferry Ndoen
Pos Kupang.com/ Adrianus Dini
Kabid PPA, Dinas P3A Kabupaten TTS, Andy Kalumbang 

Laporan Reporter Pos-Kupang.com, Adrianus Dini (cr12) 

POS-KUPANG.COM, SOE - Berdasarkan Data Sistem Informasi Online (SIMPONI) Tahun 2022, dari Januari hingga Maret, Kabupaten TTS tercatat sebagai Kabupaten dengan angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tertinggi di NTT. 

Mayoritas kasus yang terjadi merupakan kasus persetubuhan anak yang dilakukan oleh orang dekat korban.

Kepala Dinas P3A Kabupaten TTS, Linda Fobia yang dikonfirmasi melalui Kabid PPA, Andy Kalumbang menjelaskan, data SIMPONI dikelola oleh Dinas P3A dan Yayasan Sanggar Suara Perempuan (SSP) berdasarkan laporan yang masuk ke masing-masing lembaga. Per Maret, Kabupaten TTS tertinggi dengan mencatat 57 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Diikuti Kota Kupang 53 kasus dan kabupaten Kupang 24 kasus.

"Kita TTS Tertinggi di NTT untuk angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang didominasi kasus persetubuhan anak," ucap Andy, Sabtu 2 April 2022.

Selain kasus persetubuhan anak, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di antaranya, kasus pencabulan anak, KDRT, penganiayaan, pengeroyokan anak, percobaan pemerkosaan dan ingkar janji menikah.

Setiap laporan yang masuk ke Dinas P3A dikatakan Andy, langsung ditindaklanjuti dengan melakukan pendampingan dan fasilitasi korban untuk mendapatkan pelayanan kesehatan serta pendampingan untuk proses hukum.

Baca juga: Liga 1: Bursa Transfer Pemain, Rahmat Irianto Gabung Serdadu Tridatu Bali United

"Kita mendampingi korban hingga inkrah pengadilan. Kita juga menyediakan rumah aman, makanan dan biaya transportasi untuk korban selama proses hukum," ujar Andy.

Terkait tantangan dalam melakukan pendampingan Andy mengatakan, kultur masyarakat yang masih malu dan takut jika berurusan dengan hukum terkait kasus ini menjadi tantangan tersendiri. 

"Kebanyakan korban memilih diam dan menyelesaikan persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak secara adat atau kekeluargaan. Korban juga takut jika nantinya dikucilkan oleh lingkungan tempat tinggal jika masalah tersebut dibawa ke ranah hukum," terangnya.

Oleh karena itu, peran serta semua pihak, masyarakat, gereja dan lembaga pendidikan sangat penting dalam memberikan semangat kepada korban agar berani dan kuat melewati proses hukum. 

Baca juga: BREAKING NEWS: Kantor Dispenduk Malaka Disegel Tuan Tanah, Begini Suasanannya

"Kita berharap masyarakat, gereja dan lembaga pendidikan harus menjadi penyemangat untuk korban. Karena korban kekerasan terhadap perempuan dan anak khususnya persetubuhan anak, pencabulan dan percobaan pemerkosa biasanya mengalami trauma psikis," tutupnya. (Cr12)

Kabid PPA, Dinas P3A Kabupaten TTS, Andy Kalumbang
Kabid PPA, Dinas P3A Kabupaten TTS, Andy Kalumbang (Pos Kupang.com/ Adrianus Dini)
Sumber: Pos Kupang
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved