Opini

Cerita Korupsi yang Tak Pernah Usai 

Kerugian negara yang diakibatkan 444 kasus korupsi sepanjang tahun 2020 adalah sebesar Rp18,6 triliun.

Editor: Agustinus Sape
DOK POS-KUPANG.COM
Ilustrasi korupsi 

Cerita Korupsi yang Tak Pernah Usai 

Oleh: Arnoldus Nggorong

POS-KUPANG.COM - Di tengah gegap gempitanya Presiden Joko Widodo mengumandangkan ‘revolusi mental’, hampir setiap hari baik media cetak maupun media elektronik, pun media online dan media sosial, tak pernah absen menyajikan berita tentang kasus korupsi.

Bahkan di kala pandemi Covid-19 masih terus menggempur Indonesia, korupsi masih juga merajalela. Tidak tanggung-tanggung dana bansos Covid-19 pun ditilep (tempo.co 24/8/2021). Di sana diberitakan pula nilai uang yang dikorup oleh para pelaku.

Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW) (detiknews.com 15/8/2021), kerugian negara yang diakibatkan 444 kasus korupsi sepanjang tahun 2020 adalah sebesar Rp18,6 triliun.

Sementara dalam tahun 2019, ICW (antaranews.com 18/2/2020) mengungkapkan, besaran kerugian negara yang ditimbulkan 271 kasus korupsi sekitar Rp8,4 triliun.

Jika diakumulasi jumlahnya menjadi Rp 27 triliun hanya dalam 2 tahun.  Bukankah jumlah tersebut merupakan angka yang fantastik.

Andai saja jumlah uang dari hasil korupsi itu dihitung sejak lahirnya KPK (atau bahkan jauh sebelumnya) hingga saat ini, boleh jadi uang tersebut sudah bisa dimanfaatkan untuk menangani persoalan infrastruktur dan sarana prasarana di bidang pendidikan dan kesehatan serta transportasi yang masih jauh dari harapan terlebih di daerah-daerah 3T (Tertinggal, Terluar, dan Terdepan).

Bisa jadi juga Indonesia tidak terus bertengger di posisi sebagai negara berkembang, tetapi sudah beranjak menjadi negara maju setara dengan Jepang, AS, Jerman, Kanada dan Prancis misalnya.

Sebab jika bercermin dari pengalaman Jepang dan Jerman dalam Perang Dunia II, misalnya, dapat dilihat bagaimana Jepang dan Jerman, yang luluh lantak akibat perang tersebut, bisa meramu puing-puing kehancuran itu, lalu mengubahnya sehingga menjadi Negara yang maju.

Jepang hancur berkeping-keping disebabkan oleh bom atom yang dijatuhkan di dua kota yakni Hirosima dan Nagasaki, yang memaksa Kaisar Hirohito menyerah tanpa syarat kepada sekutu.

Demikian juga dengan Jerman yang porak-poranda lantaran perang yang sama, terlebih lagi pengalaman bersama diktator otoriter Hitler yang menyebabkan trauma bagi rakyat Jerman.

Akan tetapi Jepang dan Jerman menanggapi pengalaman pahitnya dengan cara yang berbeda dengan Indonesia. Jepang dan Jerman dikenal dengan budaya kerja keras dan kerja cerdas. Mereka berjuang dan memfokuskan perhatiannya pada upaya memperbaiki negaranya dari keterpurukan akibat perang.

Berbeda dengan Indonesia yang meski telah menyatakan kemerdekaannya pada 1945, namun masih ‘merasa nyaman’ (baca: bercokol) di posisi sebagai Negara berkembang. Pertanyaannya, mengapa demikian? Salah satu akar persoalannya adalah korupsi.

Halaman
1234
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    berita POPULER

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved