Timor Leste

Pemilihan Presiden Timor Leste Memanas, Ramos Horta Akan Mencalonkan Diri

Ramos-Horta adalah presiden Timor Leste antara 2007 dan 2012. Sebelumnya, ia menjabat sebagai perdana menteri antara 2006 dan 2007.

Editor: Agustinus Sape
FOTO: AFP
Dr Ramos-Horta (tengah) adalah presiden Timor Leste antara 2007 dan 2012; dan menjabat sebagai perdana menteri antara tahun 2006 dan 2007. Dia bakal mencalonkan diri lagi pada Pilpres Timor Leste yang akan berlangsung 19 Maret 2022. 

Pemilihan Presiden Timor Leste Memanas, Ramos Horta Akan Mencalonkan Diri

POS-KUPANG.COM, DILI - Tokoh kemerdekaan Timor Leste dan peraih Nobel Perdamaian, Jose Ramos-Horta, akan mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilihan presiden yang akan diadakan pada Maret 2022, kata partai politik yang mendukung pencalonannya, Senin 24 Januari 2022.

Kongres Nasional Rekonstruksi Timor Leste (CRNT), sebuah partai yang dipimpin oleh mantan presiden Xanana Gusmao, memberikan dukungannya di balik ambisi presiden baru berusia 72 tahun itu pada konferensinya pada hari Minggu 23 Januari 2022.

"Kami yakin Ramos-Horta akan memenangkan pemilihan umum, bukan karena siapa Ramos-Horta sebagai figur tetapi karena dukungan dari rakyat," kata anggota partai CNRT, Fransisco Dos Santos, kepada Reuters.

Ramos-Horta adalah presiden Timor Leste antara 2007 dan 2012. Sebelumnya, ia menjabat sebagai perdana menteri antara 2006 dan 2007.

Baca juga: Alumnus Undana Kupang Masuk Bursa Calon Presiden Timor Leste

Sebuah bekas jajahan Portugis, negara setengah pulau, yang juga dikenal sebagai Timor Timur, memperoleh kemerdekaan penuh dari Indonesia pada tahun 2002 setelah hampir 24 tahun berkuasa.

Tapi negara demokrasi termuda di Asia telah menghadapi serangan kekerasan. Dalam beberapa tahun terakhir telah berjuang dengan ketidakstabilan politik yang telah menghambat upaya untuk mengurangi kemiskinan, memberantas korupsi dan mengembangkan sumber daya energi yang kaya.

Donald Greenlees, seorang penulis buku tentang perjuangan kemerdekaan Timor Leste, mengatakan tawaran Ramos-Horta merupakan indikasi dari "generasi gerilya" pemimpin bangsa yang tidak dapat melepaskan diri.

"Timor Leste sayangnya menderita ketidakmampuan untuk melanjutkan generasi dalam hal kepemimpinan politik dan itu tragis bagi masa depan negara," kata Greenlees, yang merupakan rekan tamu di Pusat Studi Strategis dan Pertahanan di Universitas Nasional Australia.

"Jika Timor Lorosa'e ingin memodernisasi dan memasuki abad ke-21 dengan benar, maka dibutuhkan orang-orang muda dengan ide-ide segar."

Baca juga: Pilpres Timor Leste 2022, Francisco Guterres Tak Ingin Lepas Jabatan Presiden

Pemilihan, yang dijadwalkan pada 19 Maret 2022, akan menampilkan Ramos-Horta melawan mantan pejuang perlawanan dan Presiden petahana Francisco "Lu-Olo" Guterres yang didukung oleh partai Fretilin, Wakil Perdana Menteri Armanda Berta dos Santos, dan mantan imam Katolik Martinho Germano da Silva Gusmao.

Namun, tanpa dukungan dari partai politik utama lainnya, Ramos-Horta adalah "kandidat luar", kata Damien Kingsbury, pakar Timor Leste dan profesor emeritus di Universitas Deakin Australia.

Profil Ramos-Horta

Dr. José Manuel Ramos-Horta lahir 26 Desember 1949. Dialah Presiden Timor Leste kedua sejak merdeka dari Indonesia, mulai menjabat pada 20 Mei 2007.

Sebelumnya ia menjabat sebagai Perdana Menteri Timor Leste (8 Juli 2006 - 20 Mei 2007) dan Menteri Luar Negeri Timor Leste sejak kemerdekaannya pada 2002 hingga mengundurkan diri pada tahun 2006, setelah sebelumnya menjadi juru bicara bagi perlawanan Timor Leste di pengasingan selama pendudukan Indonesia antara 1975 dan 1999.

Ia mendapat Penghargaan Perdamaian Nobel tahun 1996. 

Horta berdarah mestiço, dilahirkan di Dili, yang kini menjadi ibu kota Timor Leste, oleh ibu orang Timor dan bapak orang Portugis yang diasingkan ke Timor Portugis oleh diktator Salazar.

Dia dididik di sebuah misi Katolik di desa kecil di Soibada, yang belakangan dipilih oleh Fretilin sebagai markas besarnya setelah invasi Indonesia.

Dari sebelas saudaranya, empat terbunuh oleh militer Indonesia.

Baca juga: Mengenal Timor Leste, Dari Sejarah Bumi Lorosae, Bahasa, Tempat Unik Hingga Sistem Pemerintahan

Horta sangat aktif terlibat dalam pengembangan kesadaran berpolitik di Timor Portugis yang menyebabkannya diasingkan selama dua tahun pada 1970-1971 ke Afrika Timur Portugis.

Ini adalah sebuah tradisi keluarga karena kakeknya juga pernah diasingkan, dari Portugal ke pulau Azores, kemudian ke Cape Verde, Guinea Portugis dan akhirnya ke Timor Portugis.

Horta adalah seorang moderat di kalangan kepemimpinan nasionalis Timor yang sedang muncul. Ia diangkat menjadi Menteri Luar Negeri dari pemerintahan Republik Demokratis Timor Leste yang diproklamasikan oleh partai-partai pro-kemerdekaan pada November 1975.

Ketika diangkat menjadi menteri, Ramos Horta baru berusia 25 tahun.

Ia meninggalkan Timor Leste tiga hari sebelum pasukan-pasukan Indonesia menyerang, untuk memohon pembelaan bagi kasus Timor di depan PBB.

Ramos Horta tiba di New York untuk berpidato di depan Dewan Keamanan PBB dan mendesak mereka untuk mengambil tindakan terhadap militer Indonesia yang melakukan pembantaian atas lebih dari 200.000 orang Timor Timur selama 1976 dan 1981.

José Ramos Horta adalah Wakil Tetap Fretilin untuk PBB selama 10 tahun berikutnya.

Sistem pemerintahan

Katolik, menjadi sentral dari budaya dan identitas umat manusia di Timor Leste, terutama selama masa pendudukan Indonesia.

Mengambil data dari learnreligions, jumlah umat Katolik yang dibaptis meningkat tiga kali lipat, dari 30 persen pada tahun 1975, menjadi lebih dari 90 persen pada tahun 1990-an.

Setelah Indonesia melepaskan invasinya pada Timor Leste, pada tahun 2002, negara ini menjadi negara berdaulat pertama di abad ke-21 dan negara mayoritas Katolik kedua di Asia Tenggara, setelah Filipina.

Namun, sebuah keuskupan di Timor Leste secara resmi telah menangguhkan tugas imamat seorang pastor yang akan mencalonkan diri sebagai presiden tahun 2022.

Uskup Baucau, Mgr Dom Basílio do Nascimento, mengumumkan hal tersebut dalam sebuah surat yang dikeluarkan pada tanggal 30 Agustus 2021 lalu.

Dalam suratnya dijelaskan bahwa Uskup Mgr Dom Basílio do Nascimento telah menghentikan semua layanan sakramental imam diosesan Pastor Martinho Germano da Silva Gusmao (Pastor Gusmao).

Keputusan itu dikeluarkan oleh Uskup setelah Pastor Gusmao menyatakan "sudah lama merenung, mendengarkan, berdoa, dan memutuskan hidup dan tugasnya sebagai imam Gereja Katolik dengan ‘kesadaran yang bersih dan tenang'."

Uskup Basílio do Nascimento mengatakan bahwa imam (Pastor Gusmao) mengajukan surat pengunduran diri kepadanya pada 25 Januari 2020 dan surat kepada Sri Paus Fransiskus pada 4 Februari 2021, untuk melepaskan status imamatnya.

“Menanggapi kehendak dan keputusan Pastor Martinho Germano da Silva Gusmao, uskup Baucau menangguhkan layanan sakramentalnya pada 20 Agustus 2021,” kata surat prelatus itu.

Melansir ucanews, Uskup Basílio do Nascimento tidak menjelaskan secara rinci alasan pengunduran diri imam (Pastor Gusmao), yang juga dosen di Yayasan Katolik Instituto Superior de Filosofia e de Theologia (ISFIT), Dom Jaime Garcia Goularat di Fatumeta, Kota Dili, Timor Leste.

Namun, di sebelumnya, Pastor Gusmao pernah mengakui bawah pengunduran dirinya dari Imam itu terkait dengan niatnya untuk terlibat dalam urusan sosial politik negara, termasuk rencananya untuk mencalonkan dirinya dalam pemilihan presiden tahun depan (2022).

Pastor Gusmao mengatakan bahwa dia merasa harus mundur dari tugas imamatnya, karena dia ingin berbicara lebih bebas tentang politik, ‘tanpa dibebani oleh aturan yang diberlakukan oleh Gereja’.

"Meski Gereja Katolik tidak melarang, apalagi membungkam, bila imam berbicara tentang politik, selalu ada orang yang dibicarakan, dan politisi tertentu, akan mempertanyakannya," katanya lagi.

Tetapi ketika mencalonkan diri untuk jabatan publik, maka Gereja melarang para imam mencari jabatan yang melibatkan pelaksanaan kekuasaan sipil.

Pastor Gusmao mengatakan bahwa dia akan mencalonkan diri sebagai calon independen tetapi didukung oleh beberapa partai politik.

Dia juga mengatakan ingin mencalonkan diri karena Timor Leste menghadapi situasi darurat yang diperparah oleh pandemi Covid-19.

“Selama ini karya saya menulis dan menjadi pembicara di berbagai forum nasional dan internasional. Semua yang saya diskusikan menjadi kenyataan, tetapi solusi yang saya tawarkan dibuang, jadi saya merasa harus bertindak sekarang," katanya.

“Kita harus memastikan bahwa kita di negara kita sendiri, bukan provinsi luar negeri Portugal, juga bukan provinsi ke-27 Indonesia (lagi), apalagi negara boneka Australia. Kita harus menggunakan otak kita sendiri untuk berpikir serta tangan dan kaki kita sendiri untuk bekerja demi kelangsungan masa depan negara Timor Leste,” pungkasnya.

Sejumlah Nama Akan Mencalonkan Diri

Dalam pemberitaan Poskupang (Grup Tribun Medan) yang dilansir dari independente.tl pada 20 Juli 2021 menampilkan sebuah foto yang memperlihatkan warga Timor Leste berbondong-bondong mendaftarkan diri menjadi peserta Pilpres pada tahun 2022.

Media itu memperkirakan, pada Pilpres tahun depan jumlah pemilih bakal melonjak tanjam dibanding pemilu sebelumnya pada tahun 2017.

Menurut Sekretaris Administrasi Teknis Pemilihan (STAE - semacam KPU) Timor Leste, sebanyak 835.003 warga telah mendaftar untuk memberikan suaranya pada Pilpres Timor Leste tahun 2022.

Presiden Timor Leste hasil Pilpres 2017, Francisco Guterres akan mengakhiri jabatannya pada 20 Mei 2022.

Armanda Berta do Santos

Selain Gusmao, salah satu nama yang kini beredar sebagai calon presiden Timor Leste adalah Armanda Berta do Santos, wakil perdana menteri Timor Leste saat ini.

Armanda Berta dos Santos lahir di Maloa, Ainaro, Timor Leste, 11 Oktober 1974.

Ia adalah seorang politikus Timor Leste. Ia juga ketua partai politik Kmanek Haburas Unidade Nasional Timor Oan (KHUNTO).

Ia adalah anggota paling senior dari dua Wakil Perdana Menteri petahana, yang menjabat sejak Mei 2020 di bawah Pemerintahan Konstitusional Timor Leste VIII pimpinan Taur Matan Ruak.

Ia juga menjadi Menteri Solidaritas Sosial dan Inklusi petahana, yang menjabat sejak pemerintahan tersebut dibentuk pada Juni 2018.

Namun, pakar hukum dari partai Kmanek Halibur Unidade Timoroan (KHUNTO) mengklarifikasi belum resmi mencalonkan Armanda Berta do Santos sebagai calon Presiden Republik Demokratik Timor Leste 2022-2027.

Pakar Hukum Partai KHUNTO, Ismael Lopes menjelaskan, pernyataan dari Partai KHUNTO Armanda Berta pada 4 Juli 2021 merupakan pernyataan kepada para pendukungnya bahwa Ia siap mencalonkan diri sebagai Presiden Republik 2022-2027.

“Partai KHUNTO belum secara resmi menominasikan Armanda Berta sebagai Presiden RDTL, tapi pernyataan itu dibuat untuk partai militan. Dia hanya menyatakan secara internal pada peresmian markas partai KHUNTO. Ini bukan pernyataan publik, kita bisa mengatakan ini adalah pernyataan publik jika dia telah mendaftarkan dirinya di partai KHUNTO di CNE sebagai Calon Presiden,” kata Ismael di Kediaman Pimpinan Partai KHUNTO Manleu, Sabtu 17 Juli 2021.

Ditambahkannya, Partai KHUNTO belum melakukan pra-kampanye seperti yang dikatakan politisi dan pakar hukum lainnya, pemberian kaos dan atribut KHUNTO hanya untuk merayakan peresmian markas KHUNTO.

Di tempat yang sama, seperti partai-partai KHUNTO lainnya, Arnaldo da Costa Lopes menjelaskan tidak menerima pernyataan dari berbagai politisi dan pakar hukum lainnya yang menyatakan pencalonan Armanda Berta melanggar dan tidak sesuai karena masih menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri dan Menteri Solidaritas dan Inklusivitas Sosial.

“Kami ingin menjelaskan bahwa kami tidak setuju dengan informasi tersebut karena saat ini calon presiden 2022-2027 belum dipilih, dan tidak sah secara hukum,” kata Arnaldo.

Dari Undang-Undang Dasar RDTL pasal 78 tentang Larangan Rangkap Jabatan, dinyatakan bahwa Presiden Republik tidak boleh menjalankan jabatan atau fungsi publik lainnya di tingkat nasional dan dalam hal apa pun tidak boleh menjalankan tugas. fungsi pribadi.

Ditegaskan Arnaldo, untuk resmi menjadi calon, Armanda harus mengikuti undang-undang 7/2006 pasal 16 tentang tempat dan batas waktu pengajuan, katanya, pencalonan itu diajukan di hadapan Ketua Mahkamah Agung, dalam waktu 20 hari sejak tanggal dikeluarkannya keputusan terhitung sejak tanggal pemilihan.

“Kalau dia sudah terpilih jadi presiden maka dia tidak cocok, dia tidak bisa dilakukan oleh pemerintahan lain, tapi kalau sudah dimuat di Jurnal Republik maka dia sah,” jelasnya.

Menurutnya, tidak ada pasal yang melarang pembatasan dirinya mencalonkan diri sebagai calon Presiden RDTL yang dikatakan tentang Kelayakan pasal 75 UU No. 7/2006 tentang Pemilihan Presiden Republik, Perubahan Atas Undang-Undang No. 5/2007, Perubahan Kedua atas UU no. 8/2011, Perubahan Ketiga atas UU No.2/2012, Perubahan Keempat Atas UU No.7/2012.

Sistem Pemerintahan Timor Leste, Ada Presiden dan Perdana Menteri

Sejak merdeka dari Indonesia tahun 2002 lalu, Timor Leste membentuk sistem pemerintahan mereka sendiri.

Mengusung nama negara Republik Demokratik Timor Leste, bentuk negara republik dengan mengedepankan demokrasi pun dipilih Timor Leste sebagai cara bernegara.

Kepala pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri Timor Leste, sedangkan kepala negara adalah Presiden. Sistem pemerintahannya adalah semi-presidensial.

Dikutip dari Poskupang (Grup Tribun Medan), Timor Leste memiliki sistem multi partai, kekuatan eksekutif dipegang presiden dan pemerintah.

Sementara kekuatan legislatif dipegang oleh pemerintah dan Parlemen Nasional. Ada komisi yudisial yang merupakan pihak eksekutif yang mandiri.

Konstitusi Timor Leste mirip dengan Portugal, meskipun presiden kurang kuat daripada zaman Portugis dahulu.

Sampai saat ini negara itu masih tetap menuju membangun administrasinya dan institusi pemerintahan.

Unit Intelijen Ekonomi menilai Timor Leste sebagai "demokrasi tidak sempurna" tahun 2019.

Kepala negara Timor Leste adalah presiden, yang dipilih secara langsung dengan pemilu untuk jangka waktu 5 tahun, dan yang kekuatan eksekutifnya dibatasi oleh konstitusi. Namun presiden mampu memveto legislatif, tapi aksinya dapat dihentikan oleh parlemen.

Setelah pemilu, presiden menunjuk perdana menteri dan kemudian memilih wakil perdana menterinya. Biasanya dari pemimpin partai mayoritas atau koalisi mayoritas.

Sebagai kepala pemerintahan perdana menteri mengepalai kabinet.

Saat ini presiden Timor Leste adalah Fransisco Guterres dari partai Fretilin. Ia menjabat sejak 20 Mei 2017.

Sementara itu perdana menteri Timor Leste adalah Taur Matan Ruak dari partai PLP. Ia menjabat sejak 22 Juni 2018. Kini telah mengajukan surat pengunduran diri. Tetapi tetap menjabat sampai mendapat persetujuan dari Presiden Fransisco Guterres. Roda pemerintahannya pun kini ditangani oleh wakilnya, Armanda Berta do Santos.

Dikutip dari dw.com, ada koalisi enam partai di Timor Leste sepakat membentuk pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Kay Rala Xanana Gusmao.

Kesepakatan tersebut kabarnya telah disampaikan kepada Presiden Francisco Guterres Lu Olo lewat sebuah surat, tutur jurubicara koalisi pada hari Selasa (10/3/2021).

Xanana yang kini berusia 73 tahun mengaku telah membentuk koalisi baru yang menguasai 34 dari 65 kursi di parlemen. Presiden pertama Timor Leste itu juga mengklaim mandat untuk menduduki kursi perdana menteri.

"Koalisi ini harus menawarkan diri sebagai alternatif untuk mengakhiri jalan buntu politik," kara jurubicara koalisi, Antonio da Conceicao kepada kantor berita Reuters.

Timor Leste belakangan mengalami gejolak politik sejak jatuhnya koalisi pemerintahan Perdana Menteri Taur Matan Ruak. Pada Februari 2021 dia mengundurkan diri menyusul kegagalan pemerintah meloloskan rancangan anggaran negara untuk tahun 2020.

Keretakan koalisi ditandai oleh mundurnya partai terbesar, Kongres Nasional untuk Rekonstruksi Timor (CNRT) yang menggariskan nasib pemerintah di Dili. Gusmao yang memimpin CNRT memerintahkan kadernya untuk mengambil sikap abstain pada saat pengambilan suara.

Da Conceicao mengatakan keputusan mengusulkan Xanana Gusmao sebagai perdana menteri baru datang dari Presiden Guterres sendiri. Meski demikian perselisihan sempat mewarnai keduanya ketika Guterres menolak sejumlah usulan nama menteri yang diajukan Gusmao, lantaran dugaan korupsi.

Gejolak politik berkepanjangan di Dili sejauh ini dianggap bertanggung jawab menghambat pembangunan di Timor Leste. Korupsi yang merajalela juga mempersulit tugas pemerintah mengurangi angka kemiskinan.

Saat ini pertumbuhan ekonomi berada di bawah ekspektasi pasar. Namun jika tahun lalu Timor Leste mencatat pertumbuhan sebesar 3,9%, untuk 2020 Bank Dunia memprediksi peningkatan signifikan di kisaran 4,6%. Kebergantungan yang besar terhadap sektor minyak dan gas yang menyumbang 60% pada devisa negara dinilai membebani laju investasi.

Sejumlah lembaga ekonomi, termasuk Bank Dunia, berulangkali menyarankan agar pemerintah Timor serius mendorong diversifikasi sumber devisa dengan mengembangkan sektor nonmigas.

Namun saat ini pemerintah justru fokus mengembangkan tiga kawasan industri di pesisir selatan untuk memperkuat industri minyak dan gas. Rencana tersebut antara lain melibatkan pembangunan pusat industri petrokimia, kilang pengolahan dan perluasan proyek pengeboran gas di ladang Greater Sunrise senilai 50 miliar dollar AS.

Dimensi raksasa proyek Tasi Mane memaksa pemerintah mengulurkan tangan kepada investor Cina. Saat ini perusahaan konstruksi milik pemerintah Cina sudah memegang kontrak pembangunan terminal alih muat gas di Beaco. Perusahaan Cina juga ikut mengerjakan beragam proyek infrastruktur seperti pembangunan jalan nasional.

Bahkan, Timor-Leste pada Sabtu (5/6/2021) juga menerima sejumlah jarum suntik dan vaksin Sinovac Covid-19 yang disumbangkan oleh China.

Seperti dilaporkan Xinhua, upacara serah terima vaksin diselenggarakan di bandara Internasional Dili.

Wakil Perdana Menteri Timor-Leste Armanda Berta dos Santos, Duta Besar China untuk Timor-Leste Xiao Jianguo, Perwakilan Program Pangan Dunia (WFP) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Timor-Leste dan pejabat lainnya dari pemerintah Timor-Leste menghadiri upacara serah terima tersebut.

Dewan Legislatif

Parlemen Nasional Timor Leste memiliki 65 anggota terpilih yang dipilih oleh perwakilan proporsional untuk jangka waktu lima tahun.

Jumlah kursi dapat bervariasi dari minimal 52 sampai maksimal 65, meski memiliki 88 anggota selama masa jabatan pertamanya yang juga berlangsung selama enam tahun, dari 2001 hingga 2007.

Hal ini karena konstitusi menetapkan jika 88 anggota Majelis Konstitusi akan menjadi parlemen pertama setelah konstitusi mulai berlaku tahun 2002. Konstitusi Timor Leste mencontoh Konstitusi Portugal.

Sementara itu Mahkamah Agung memiliki satu hakim yang ditunjuk oleh Parlemen Nasional dan sisanya ditunjuk oleh Dewan Tinggi Kehakiman. Seperti disebutkan dalam sumber tahun 2010, negara tersebut sedang dalam proses mengembangkan sistem hukum yang mencakup pengacara praktik swasta

Sumber: straitstimes.com/wikipedia

Berita Timor Leste lainnya

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved