Renungan Katolik

Renungan Katolik Selasa 7 Desember 2021, Gembala Berhati Domba

Perumpamaan tentang domba yang hilang dan gembala yang baik menjadi narasi favorit banyak kalangan.

Editor: Gordy Donofan
Foto Pribadi
Pater Steph Tupeng Witin SVD 

Gembala Berhati Domba (Mat 18: 12-14 )

Oleh: Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD

POS-KUPANG.COM - Perumpamaan tentang domba yang hilang dan gembala yang baik menjadi narasi favorit banyak kalangan.

Penginjil menceritakan seorang gembala domba yang memiliki seratus ekor domba. Pada suatu hari salah seekor dombanya hilang. Gembala pasti tahu ada domba yang hilang karena ia memiliki relasi mendalam dengan mereka.

Ia mengenal domba-Nya satu per satu.  Domba-domba pun mengenal Dia. Mereka sangat hafal suara-Nya. Kedekatan relasi menghadirkan pandangan bahwa semua domba sangat berharga di mata gembala.

Masuk akal ketika ia meninggalkan domba yang lain di pegunungan dan mencari seekor yang tersesat. Ketika gembala tersebut menemukan seekor domba yang hilang, kegembiraannya atas seekor domba itu lebih dari sembilan puluh sembilan ekor domba yang tidak sesat.

Domba merupakan binatang yang sangat sering dijumpai di dalam Alkitab sejak zaman sebelum Daud, gembala domba yang menjadi raja Israel (Mazmur 23). Domba adalah binatang yang sangat lugu yang tidak mampu mencari makan dan minum sendiri tanpa tuntunan gembalanya.

Apalagi melindungi dirinya. Domba merupakan lambang dari manusia. Domba yang sesat atau hilang melambangkan manusia yang berdosa atau kehilangan kemuliaan Allah.

Sedangkan domba yang tidak sesat melambangkan orang yang benar, yaitu mereka yang telah percaya kepada Yesus, bertobat dari dosanya, dan kembali ke jalan yang benar. Setiap orang Kristen dilambangkan dengan seekor domba.

Gembala domba, pada sisi lain adalah orang yang berjuang untuk mencukupi kebutuhan domba-domba-Nya, melindungi mereka dari serangan binatang buas, mengobati mereka yang terluka, dan menuntun mereka ke mana-mana. Sang Gembala Agung menunjuk pada sosok Yesus, dan gelar “Gembala Manusia” diteruskan hingga kini untuk menyebut para pemimpin rohani dan duniawi yang diserahi tanggung jawab oleh Tuhan dan publik untuk menuntut kawanan (rakyat).

Dalam Injil Lukas, perumpamaan tentang domba yang hilang dikemukakan Yesus sebagai tanggapan terhadap orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang bersungut-sungut melihat diri-Nya terlalu dekat dengan para pendosa (Luk 15:3-7).

Dalam Injil Matius, konteks perumpamaan ini berbeda. Di sini perumpamaan tentang domba yang hilang dikisahkan Yesus dalam rangka diskusi dengan para murid perihal siapa yang terbesar dalam Kerajaan Surga (LBI: 2018).

Fakta sangat menakjubkan dalam perumpamaan domba yang hilang adalah bahwa meskipun yang hilang cuma satu, si pemilik pasti akan mencarinya sekuat tenaga, tidak peduli bahwa sebenarnya ia masih mempunyai sembilan puluh sembilan ekor domba.

Mengapa demikian? Satu ekor domba bagi orang lain mungkin tidak signifikan, tetapi baginya domba itu tetaplah milik yang sangat berharga. Predikat “berharga” ini terkait erat dengan keberadaan “domba” sebagai ciptaan Tuhan yang harus dijaga kehidupan dan dirawat keberlanjutannya.

Predikat “berharga” ini meruntuhkan klaim ekonomi yang sering dipakai oleh orang-orang ekonomi untuk mengkalkulasi nilai ekonomis satu ekor domba yang hilang dibandingkan dengan nilai ekonomis dari 99 ekor domba yang tidak tersesat.

Ada yang mengkritik bahwa dengan mencari seekor domba yang hilang, si pemilik berarti melalaikan dan mengabaikan keberadaan sembilan puluh sembilan ekor domba yang lain.

Kalau kawanan sembilan puluh sembilan ekor domba itu kemudian bubar, berkeliaran ke mana-mana, apa dia tidak semakin rugi? Kritik ini kiranya dipandang dari perspektif yang kurang  tepat. Dalam suatu perumpamaan, detail-detail semacam itu kadang tidak perlu diperhatikan.

Fokus cerita adalah domba yang tersesat dan sikap si pemilik terhadap domba itu. Tentang nasib domba-domba yang lain, kita tidak perlu gelisah. Mereka baik-baik saja.

Bagaimana kita memaknai kebaikan Tuhan yang terungkap dalam kisah domba yang hilang dan Gembala yang baik? Kita juga tidak perlu gelisah kalau diremehkan orang lain.

Tantangan duniawi tidak akan abadi. Kita mesti sedikit sabar dan tenang menghadapinya. Doa adalah kekuatan yang bisa menghadirkan banyak kemungkinan solutif.

Melalui doa, kita akan “bertemu” Tuhan. Perumpamaan tentang domba yang hilang menghadirkan kebijaksanaan bahwa Tuhan tidak pernah bersikap seperti itu.

Setiap orang berharga di mata-Nya. Tidak ada yang manusia dianggap remeh. Tidak ada manusia yang diabaikan. Tuhan tahu dan mengenal kita dengan mendalam. Kita adalah utama di mata Tuhan. Kita bukanlah sekadar nomor atau tambahan yang tidak penting.

Di hadapan Tuhan, kita bagaikan rumput liar dan kering yang tidak berharga. Tapi Tuhan mencintai kita dengan utuh dan murni.

Kita pun dalam kehidupan sehari-hari diajak untuk tidak pernah meremehkan, merendahkan, atau menganggap sepele seseorang.  Terutama orang yang tidak berada, tidak berkuasa, dan tidak berdaya. Mengapa demikian? Karena segala tindakan duniawi akan berdampak pada kehidupan abadi nanti. Hidup di dunia dengan segala romantikanya adalah investasi hidup yang kekal.

 “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat. 25:40). Mari kita bersyukur kepada Tuhan atas kasih-Nya yang murni bagi diri dan hidup kita. Kita punya sosok Gembala yang berhati kita, domba-domba-Nya.

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved