Renungan Katolik

Renungan Harian Katolik Selasa 7 Desember 2021: SUKA CITA HATI BAPA

Kita memaknai bahwa kita ini adalah anak-anak Bapa di sorga dan kita adalah anak-anak yang hilang. Tak ada yang terkecuali. Dengan alasan apa saja. De

Editor: Gordy Donofan
Foto Pribadi
RD. Fransiskus Aliandu 

Renungan Harian Katolik Selasa 7 Desember 2021: SUKA CITA HATI BAPA (Matius 18:12-14)

Oleh: RD. Fransiskus Aliandu

POS-KUPANG.COM - Perumpamaan singkat tentang dicari dan ditemukan domba yang hilang, lalu ada kegembiraan besar yang menyusulnya, ditutup Yesus dengan penegasan yang bermakna mendalam:

"Demikian juga Bapamu yang di sorga tidak menghendaki supaya seorang pun dari anak-anak ini hilang" (Mat 18:14).

Kita memaknai bahwa kita ini adalah anak-anak Bapa di sorga dan kita adalah anak-anak yang hilang. Tak ada yang terkecuali. Dengan alasan apa saja. Dengan cara apa pun.

Meski begitu, perumpamaan ini pada dasarnya adalah "perumpamaan tentang Kasih sang Bapa". Perumpamaan yang harus ditafsirkan sepanjang sejarah sebagai penggambaran kasih Allah yang penuh kerahiman.

Tak boleh ada keraguan sedikit pun tentang hati sang Bapa. Bahwa Bapa tidak menghendaki supaya kita hilang.

Sebagai Bapa, satu-satunya kuasa yang dituntutnya adalah kuasa untuk berbelas kasih. Kuasa itu muncul dengan membiarkan dosa-dosa kita menembus hati-Nya.

Tak ada nafsu, keserakahan, kenakalan, kebejatan, kemarahan, iri hati, kecemburuan, atau dendam yang tidak menyebabkan kesedihan yang luar biasa dalam hati-Nya. Kesedihan itu begitu dalam karena hati-Nya begitu suci dan murni.

Dari kedalaman batin di mana cinta merengkuh segala kesedihan kita, sang Bapa keluar mencari kita anak-anak-Nya. Mata-Nya, telinga-Nya, kaki-Nya, tangan-Nya, pancaran batin-Nya, hanya mencari untuk menemukan kita.

Dia bukan bapa yang hanya tinggal diam di rumah, atau sibuk dengan pekerjaan atau hobinya, dan hanya berharap kita akan kembali.

Dia tidak hanya duduk dan mengharapkan kita datang kepada-Nya dan bersimpuh di kaki-Nya untuk mohon pengampunan atas tindakan dan perbuatan kita yang keliru dan berjanji untuk berlaku lebih baik. Dia tidak menaruh minat pada permohonan maaf dan janji kita untuk mengubah diri.

Dia tidak memperdulikan harga diri dan martabat-Nya dengan pergi mencari kita. Dia justru meninggalkan rumah dan berusaha menemukan kita di mana pun dan membawa kita kembali.

Dengan demikian, perumpamaan itu menyatakan dengan jelas bahwa bukan kita yang mencari Allah, tetapi Allah yang mencari kita. Bukan kita yang memilih Allah, melainkan Allah yang memilih kita.

Sebelum seorang manusia pun menentukan sesuatu atas diri kita, Allah telah "menenun aku di dalam kandungan ibuku". Allah mengasihi kita sebelum seorang manusia pun dapat menunjukkan kasih kepada kita. Dia mengasihi kita dengan "cinta pertama", cinta tanpa batas dan tidak bersyarat.

Olehnya, pertanyaan pokok untuk permenungan pribadi adalah bukan "bagaimana saya menemukan Allah", melainkan "bagaimana saya membiarkan diri ditemukan oleh Allah".

Segaris lurus, bukan "bagaimana saya mencintai Allah", tetapi "bagaimana saya membiarkan diri dicintai oleh Allah".

Barangkali selama ini kita bergulat untuk mencari dan menemukan Bapa, mengenal dan mencintai Bapa. Kita berusaha keras dengan beragam jalan dan cara. Berdoa, melayani, membaca Kitab Suci. Juga dengan berjuang menghindari dan melepaskan diri dari godaan. Walau sering gagal dan gagal. Tapi kita terus mencoba dan berjuang keras.

Sangat boleh jadi selama ini pun kita tak memberi kesempatan bagi Bapa untuk menemukan kita. Kita justru lebih terbuka dan tertarik untuk mendapatkan perhatian, penghargaan, dan pengakuan dari dunia, sehingga kita berada dalam posisi menyembunyikan diri, menjauhkan diri, menghilang dari Bapa.

Bisa saja kita merasa diri kecil dan tak berguna. Kita memandang diri begitu rendah dan tak lagi bernilai. Kita menganggap diri sebagai anak yang tak lagi dikehendaki.

Kini tiba waktunya bagi kita untuk membuka diri bagi Bapa. Kita menyadari dan memandang diri sebagai yang hilang dan membiarkan Bapa menemukan kita. Akan ada kegembiraan di hati Bapa bila Ia menemukan kita kembali.

Bukankah sesuatu yang baik jika kita menambah kegembiraan Bapa dengan membiarkan Dia menemukan kita dan membawa kita pulang ke rumah dan merayakan kepulangan diri kita bersama para malaikat dan para kudus di surga?

Bukankah merupakan sesuatu yang indah membuat Bapa tersenyum dengan memberi kesempatan kepada Dia untuk menemukan kita dan menghamburkan cinta-Nya untuk kita?

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved