Tetap Teguh dalam kasih Tuhan

Mengawali khotbah ini saya ingin mengutip pengarang buku "Membangun sikap pemenang“, John Maxwel

Editor: Kanis Jehola
ISTIMEWA/POS-KUPANG.COM
Pdt. Dr. Mesakh A.P. Dethan, M.Th, MA, Dosen Pasca Sarjana Universitas Kristen Artha Wacana Kupang dalam kotbahnya, Minggu (31/10/2021) 

Oleh: Pdt. Dr. Mesakh A.P. Dethan, M.Th, MA

POS-KUPANG.COM- Mengawali khotbah ini saya ingin mengutip pengarang buku "Membangun sikap pemenang“, John Maxwel (hlm., 71) yang mengatakan begini:  "Arus kehidupan akan selalu mengejutkan kita, hingga kadang kita terlempar ke luar jalur dan mencegah kita mencapai tujuan. Cuaca yang tidak terduga dapat mengubah arah dan strategi kita. Teruslah menyesuaikan pemikiran kita, agar kita bisa hidup dengan benar“.

Bacaan hari kita menunjukkan bahwa Jemaat Filadelfia sedang berjalan di reel perjuangan iman yang benar, dan mereka sedang membangun sikap untuk menjadi pemenang (band. Wahyu 7:12) karena kesetiaan mereka kepada Yesus Kristus

. Inilah yang membuat Yohanes penulis kitab Wahyu memuji mereka. Demikian cuplikan khotbah teks kitab Wahyu 3:7-13 dari Pdt. Dr. Mesakh A.P. Dethan, M.Th, MA, Dosen Pasca Sarjana Universitas Kristen Artha Wacana Kupang dalam khotbahnya pada Kebaktian Perayaan Penutupan Bulan Keluarga, HUT GMIT ke 74, dan Peringatan Hari Reformasi ke 504 di gereja Efata Liliba, Klasis Kota Kupang Timur, yang dilayani  oleh Pdt. Diana Bunga Manafe, STh, hari Minggu   tanggal 31 Oktober 2021.

Berbeda dengan surat kepada gereja yang lain, Jemaat di Filadelfia ini tidak mendapatkan teguran yang keras, malah mereka mendapatkan pujian dan nasehat untuk terus mempertahankan iman mereka yang kuat kepada Kristus.  Jemaat ini menurut penulis kitab Wahyu mampu setia kepada Firman Tuhan dan senantiasa menaati.

Jemaat ini tidak mengalami tindakan penganiayaan dari pemerintah romawi, juga tidak ada persoalan ajaran sesat yang datang dari luar, tidak seperti yang dialami di jemaat Smirna misalnya yang mendapatkan masalah termasuk dari orang-orang Yahudi (ayat 9), dimana  jemaat Yahudi disebut sebagai sinagoge setan.

Si penulis memuji akan ketaatan iman mereka dan kesetiaan kepada Kristus dan FirmanNya, dan berdoa agar mereka luput atau terhindar dari pencobaan-pencobaan yang sedang melanda dunia pada waktu itu, seperti yang dialami oleh enam jemaat yang lainnya.

„Aku tahu bahwa kekuatanmu tidak seberapa, namun engkau menuruti firman-Ku dan engkau tidak menyangkal nama-Ku” (Wahyu 3: 8 b).

Jemaat ini menurut Yohanes, penulis kitab Wahyu, bukan jemaat yang hebat (kekuatanmu tidak seberapa) namun mereka dipuji karena menuruti Firman Tuhan Yesus Kristus dan tidak menyangkaliNya.

Untuk itulah Yesus sendiri yang menjamin mereka. Sehingga sebelumnya dalam ayat 7 di katakan: “7

"Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Filadelfia: Inilah firman dari Yang Kudus, Yang Benar, yang memegang kunci Daud; apabila Ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila Ia menutup, tidak ada yang dapat membuka”. Istilah Yang Kudus dan Yang benar menunjuk kepada Yesus Kristus.

Dua istilah ini dalam Wahyu 6:10 si penulis hubungkan dengan Tuhan Allah (10 Dan mereka berseru dengan suara nyaring, katanya: "Berapa lamakah lagi, ya Penguasa yang kudus dan benar, Engkau tidak menghakimi dan tidak membalaskan darah kami kepada mereka yang diam di bumi?").

Jadi pada Kristus ada jaminan untuk lolos dari pencobaan-pencobaan yang melanda dunia pada masa itu. Menurut si Penulis Yesus dan FirmanNya  adalah jaminan:

“ Karena engkau menuruti firman-Ku, untuk tekun menantikan Aku, maka Akupun akan melindungi engkau dari hari pencobaan yang akan datang atas seluruh dunia untuk mencobai mereka yang diam di bumi. ”

Bandingkan juga Wahyu 6:10-17 sebuah gambaran tentang situasi pencobaan yang sedang melanda dunia pada waktu itu, bukan hanya penganiayaan daripemerintah Romawi, atau ajaran sesat dari Jemaat Yahudi (Sinagoge Setan), atau bencana alam berupa gempa bumi dan kejadian alam yang mengerikan lainya.

Bencana dalam berbagai bentuk yang melanda dunia, dapat juga akan melanda jemaat Filadelfia. Namun bagi sipenulis hanya dengan kesetiaan kepada Tuhan, menaati Firmannya, jemaat di Filadelfia akan melewati masa-masa yang sulit tersebut.

Jemaat2 yang lain sudah mengalaminya cepat atau lambat mungkin juga akan dialami mereka di Filadelfia, untuk itu si penulis menasehati mereka untuk tetap setia kepada Kristus, demikian menurut pakar Perjanjian Baru tamatan Universitas Heidelberg Jerman ini mengatakan.

Menurut Mesakh Dethan walaupun situasi kita masa kini berbeda dengan jemaat di Filadelfia, namun situasi pandemi, badai seroja, bencana banjir dan longsor, berkembangnya aliran-aliran sesat yang merongrong ajaran gereja, nasehat si penulis kepada jemaat di Filadelfia ini juga cukup relevan bagi kita.

Apalagi si penulis kitab Wahyu dalam (Wahyu 3:13) mengatakan bahwa siapa yang bertelinga hendaknya ia mendengar. Artinya nasehat ini juga berlaku bagi kita sekarang ini juga, karena kita juga punya dua telinga.

“Coba cek jangan sampai ada yang telinganya sudah hilang satu, hahahaha”,tanyaakademisi UKAW dan mantan wartawan Pos Kupang pencetus rubrik berbahasa Kupang “Tapaleuk” ini yang mengundang tawa jemaat.

Menurut Mesakh Dethan hanya dengan setia kepada Firman Tuhan, setia kepada Alkitab, maka kita mampu melewati itu semua. Salah satu semboyan Luther yang terkenal adalah “Sola Scriptura”, hanya oleh alkitab.

Hanya dengan alkitab kita mendapatkan kekuatan, ketika berada dalam masa-masa yang sulit, dan sebagai pegangan bagi kita ketika menghadapi ajaran-ajaran sesat.

Mungkin ini bisa kita angkat ketika kita kembali merayakan Hut Reformasi ke 504 dan HUT GMIT ke 74. Untuk Penutupan Bulan Keluarga, mari kita jadikan keluarga kita masing2 sebagai rumah doa, orang tua dan anak-anak selalu menyempatkan diri untuk berdoa bersama dan membaca Firman Tuhan dalam ibadah-ibadah malam menjelang tidur.

Karena itulah kekuatan kita sebagai orang Kristen. Kalau kita terbiasa melatih pikiran kita untuk setia pada Tuhan, maka kita akan terbiasa. Karena pikiran yang mengarah Allah kepada adalah kunci bagi kita dalam menghadapi badai cobaan dan tantangan dunia ini.

Saya ingin menutup khotbah ini dengan mengutip cerita tentang seorang Petani di Amerika yang keledai yang disanyanginya jatuh ke dalam sumur tua. Cerita ini saya kutip dari John Maxwel.

“Suatu hari keledai tua sang petani terjatuh ke dalam sumur tua yang kering. Sang petani sangat sedih karena sangat sayang kepada keledai itu. Ia telah mencoba dengan berbagai cara untuk mengeluarkan sang keledai dari sumur, tetapi sia-sia.

Akhirnya setelah memutuskan bahwa usaha penyelematan itu mustahil, maka ia berniat untuk mengubur hidup-hidup keledai itu dalam sumur tua itu saja dengan menimbunnya dengan pasir.

Begitu ia menjatuhkan pasir dari truk ke dalam sumur itu, debu pasir berterbangan dan keledai itu bergerak dan menghentak-hentakan kaki dan melompat lompat dalam sumur.

Petani terus menjatuhkan pasir kedalam sumur, tetapi semakin banyak keledai justru makin melompat-lompat,  akhirnya sumur penuh dengan pasir dan keledai itu berdiri tegak diatas sumur, walau badan berdebu tetapi ia selamat.

Kadang badai dan cobaan hidup datang silih berganti menerpa hidup kita, kita jangan pasrah, tetapi kita harus berjuang (bergerak-gerak dan melompat) seperti keledai sang petani, dengan berjuang kita tidak mati terkubur, tetapi tetap berdiri tegak menjadi pemenang.

Seekor keledai saja hanya dengan mengadalkan naluri dan instink saja bisa lolos dari maut, apalagi kita manusia yang berakal budi dan beriman. Dengan jaminan FirmanNya,  dan kesetiaan kita kepada Kristus, kita juga harus memiliki keyakinan untuk muncul sebagai pemenang dalam gelombang cobaan hidup dan perjuangan kita di dunia ini! Kita harus tetap teguh dalam kasih Tuhan. Amin

Demikian Pendeta dan Akademisi UKAW ini menutup khotbahnya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved