Parodi Situasi
Parodi Situasi Minggu, 10 Oktober 2021: Peraih Medali Emas PON XX Papua
Parodi Situasi Hari Minggu, 10 Oktober 2021: Peraih Medali Emas PON XX Papua NTT
POS-KUPANG.COM- Peraih medali emas PON XX Papua 2021 ini bangga bukan main. Betapa tidak bangga. Sebelum pesawat yang ditumpanginya landing di lanud, dia sudah melihat barisan penari penjemput menunggu di sepanjang tepi bagian kiri bandara. Dia tidak percaya bahwa itu kenyataan bukan mimpi.
***
Pesawat landing dengan sedikit ayunan angin.Dia disambut di kaki peswawat, langsung diarahkan menuju area penjemputan. Satu kalungan bunga, satu kalungan bunga lagi, lagi, dan lagi ditambah kalung kain tenun bermacam-macam motif dari berbagai wilayah di kampung halamannya Nusa Tenggara Timur.
Lehernya sampai sedikit menunduk dan tampak tersorong ke depan karena beratnya karangan bunga dan selendang. Ditambah lagi dengan salam seribu tangan para pejemput diperkuat dengan cium pipi kiri dan cium pipi kanan, membuat lehernya jadi benar-benar tersorong ke depan. Dia jadi tertatih-tatih saat berjalan menuju mobil yang sudah disiapkan.
"Hei!" pundaknya ditepuk dengan keras. "Jaki! Kenapa kamu jalan tertatih-tatih seperti balita belajar berjalan. Ada apa?" tanya Rara keheranan.
"Aduh, karangan bunga dan selendang berat sekali," jawab Jaki sambil menggerak-gerakkan lehernya.
"Karangan bunga dari mana? Selendang dari mana?" tanya Rara lagi. "Kenapa? Ada apa?"
"Dapat medali emas PON XX Papua!" jawab Jaki dalam posisi leher tersorong.
"Hei, Jaki! Sadar! Sadarlah, jangan mengkhayal!" Rara menepuk jidat Jaki biar sadar sesadar-sadarnya. "Kapan kamu pernah jadi atlet? Kapan kamu ikut PON di Papua?"
***
Rupanya Jaki asyik mengkhayal sampai lupa kenyataan. Lehernya sampai sakit dengan sendirinya akibat kelamaan tersorong. Wah, rupanya khayalan tidak selamanya sama dengan kenyataan.
"Kamu itu bukan Susanti Ndapataka!" kata Nona Mia akhirnya.
"Atlet NTT peraih medali emas dari cabang olahraga muaythai kelas 60 kilogram putri dalam PON XX Papua baru-baru ini! Kalau kamu Susanti atau siapa pun peraih medali baru kamu boleh disambut dengan gegap gembita!"
"Lagi pula kamu siapa Jaki?" Rara terkekeh. "Jangan mengkkhayal! Lihat itu leher masih tersorong tidak karuan."
Dengan bantuan ketiga temannya, leher Jaki pun dipijat, didorong kembali ke posisi semula yaitu berdiri tepat di atas leher. Kakinya pun dipijat sehingga tidak tertatih-tatih lagi tetapi berjalan normal sebagaimana biasanya. Jaki pun sadar bahwa dia tidak boleh mengkhayal seperti itu lagi.
"Mimpi itu perlu! Bermimpilah menjadi peraih emas di setiap event olahraga. Bermimpi dapat medali emas di ASEAN Games, SEA Games, Piala Dunia, sampai Olimpiade. Taruh mimpumu di langit dan wujudkan mimpi menjadi kenyataan. Siapa takut?"
"Tetapi jangan mimpi menjadi Susanti yang dapat medali emas, jika kamu malas olahraga dan jadi atlet tingkat kabupaten pun belum pernah!" sambung Benza.
***
"Kalau sudah besar nanti saya mau jadi atlet lompat tinggi saja," kata Jaki lagi.
"Apakah sekarang kamu masih kecil?" Rara tertawa.
"Kaki sudah babuluh, dada babuluh, anggap diri masih kecil," Nona Mia pun tertawa.
Rupanya Jaki belum sadar benar dari khayalannya. Dia terlalu berharap atlet peraih medali dijemput, diarak keliling kota, disambut dengan meriah. Hal yang menurut pendapat Jaki, Rara, Nona Mia, dan Benza perlu. Ya, sebagai salah satu bentuk lain dari harapan dan cita-cita masyarakat yang tercapai di tengah keterpurukan akibat covid 19. Hibur hati di tengah gelisah bencana pandemi yang belum selesai, sekolah tatap muka yang baru saja dimulai, serta PPKM yang terus menurun statusnya.
"Ya, seperti kesegaran yang diberikan peraih medali emas olimpiade dari cabang buluh tangkis, Greysia Polii dan Apriyani Rahayu beberapa waktu yang lalu," kata Benza. "Ada rasa terhibur, rasa bahagia yang terungkap bersama dengan keberhasilan kedua srikandi Indonesia itu."
"NTT juga perlu hiburan dengan rasa bangga seperti itu!" sambung Rara.
"Hiburan dan rasa bangga yang memberi motivasi kepada anak-anak dan generasi muda bahwa mereka pun bisa menyumbangkan emas untuk NTT, untuk Indonesia, untuk Asia Tenggara, untuk ASIA, dan untuk dunia!" kata Nona Mia.
"Ada semangat untuk menjadi pelatih juga," kata Rara.
"Bagaimana menurut pendapatmu Jaki?"
***
Waduh! Keempat sekawan terkejut bukan main-main. Jaki kembali ke posisi semula. Lehernya tertekuk ke depan dan tampak tersorong akibat sedang memikul beban berat. Dia berjalan tertatih-tatih seperti balita baru belajar berjalan. Sungguh! Jaki tidak hanya bermimpi tetapi juga mengigau. "Sadarlah Jaki." kata ketiga sahabatnya. (*)