Timor Leste

Eurico Guterres Jawab Kontroversi Bintang Jasa yang Diterimanya: Pemerintah Indonesia Tidak Bodoh

Mantan pejuang Timor Timur, Eurico Guterres menjawab kontroversi seputar penghargaan bintang jasa utama yang baru diterimanya dari Presiden Jokowi.

Editor: Agustinus Sape
POS KUPANG.COM/IRFAN HOI
Eurico Guterres memperlihatkan penghargaan bintang tanda jasa utama yang baru diterimanya dari Presiden Joko Widodo dalam sebuah upacara penganugerahan di Istana Negara Jakarta, Kamis 12 Agustus 2021. 

Eurico Guterres Menjawab Kontroversi Bintang Jasa Utama yang Diterimanya: Pemerintah Indonesia Tidak Bodoh

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Mantan pejuang Timor Timur, Eurico Guterres menjawab kontroversi seputar penghargaan bintang jasa utama yang baru diterimanya dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Seperti diberitakan sebelumnya, upacara penganugerahan penghargaan tersebut digelar di Istana Negara Jakarta, Kamis 12 Agustus 2021.

Pemberian tanda kehormatan itu berdasarkan Keputusan Presiden Indonesia Nomor 76, 77 dan 78 TK tahun 2021 tentang Penganugerahan Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra, Bintang Budaya Paramadharma dan Bintang Jasa.

Namun, tak lama setelah penganugerahan tersebut, Aliansi Masyarakat Sipil, gabungan sejumlah organisasi yang ada di Indonesia dan Timor Leste (KontraS, Imparsial, ELSAM, AJAR, IKOHI, perwakilan individu ada Roichatul Aswidah, Miryam Nainggolan, Sri Lestari Wahyuningroem, dan Uchikowati) mengajukan keberatan dan mendesak Presiden Jokowi untuk membatalkan penghargaan tersebut.

Perwakilan Aliansi, Fatia Maulidiyanti mengatakan, pemberian gelar tersebut makin menambah luka bagi korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat sekaligus bak mengafirmasi impunitas.

"Lagi-lagi, ruang sempit upaya penyelesaian pelanggaran HAM yang berat terus mengalami tekanan dan resesi," ucap Fatia.

David Savage, mantan penjaga perdamaian PBB dan penyelidik kejahatan perang Australia di Timor Timur, mengecam penyerahan Eurico Guterres dengan medali Bintang Jasa Utama oleh Presiden RI Joko Widodo.

Menurut dia, pemberian salah satu penghargaan tertinggi Indonesia kepada mantan pemimpin milisi yang didakwa melakukan kejahatan kemanusiaan merupakan penghinaan terhadap  Timor Leste dan Australia.

Dia mengatakan, Guterres adalah tokoh kunci dalam kekerasan yang menyertai upaya Timor Timur untuk merdeka dari Indonesia pada tahun 1999 dan kemudian didakwa oleh PBB atas kejahatan terhadap kemanusiaan termasuk pembunuhan, penganiayaan dan tindakan tidak manusiawi lainnya.

“Pria itu adalah seorang psikopat dan telah didakwa atas kejahatan terhadap kemanusiaan. Menjadikannya sebagai pahlawan Indonesia adalah hal yang mengejutkan," kata Savage.

Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, dalam tanggapannya, Sabtu 14 Agustus 2021, mengatakan bahwa penghargaan diberikan kepada Eurico karena pemerintah menilai yang bersangkutan banyak membantu ketika Indonesia hendak membangun wilayah yang kini bernama Timor Leste itu.

"Eurico Gutteres, dulu pejuang bersama kekuatan NKRI ketika kita membangun Timor-atimur sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," tutur Mahfud dalam tayangan video yang diunggah Kemenko Polhukam, Sabtu (14/8/2021).

Eurico Guterres, sebut Mahfud, sempat menjadi Ketua Umum Uni Timor Aswain (UNTAS) dan Forum Komunikasi Pejuang TimorTimur. UNTAS sendiri adalah wadah resmi yang mewakili warga eks Timor Timur yang masih setia dan kini menetap di Indonesia.

Jawaban Eurico Guterres

Eruico Gutteres yang hadir memimpin upacara peringatan HUT ke-76 Kemerdekaan RI, Selasa 17 Agustus 2021, di Kelurahan Naibonat, Kabupaten Kupang NTT, mengatakan kontroversi atas penerimaan bintang jasa terhadap dirinya merupakan hal biasa.

Menurut dia, penghargaan bintang jasa utama kepada dirinya tentu melalui proses panjang. Kehadirannya di Istana Negara untuk menerima penghargaan tersebut merupakan haknya sebagai warga Indonesia dan bukan warga negara asing, sebab pemberian itu langsung dari Presiden.

"Pemimpin-pemimpin di Indonesia bukan bodoh ya. Ketika memilih, menilai seseorang layak atau tidak layak, pantas atau tidak pantas, itu melalui proses yang tidak sesederhana itu," kata Eurico.

Menurut dia, mengaitkan persoalan masa lalu merupakan hak orang. Namun, Eurico menegaskan dirinya telah berjuang sekuat tenaga untuk mempertahankan NKRI hingga saat ini.

Dia pastikan Presiden Joko Widodo tidak mungkin menganulir kembali pemberiannya kepada para pejuang. Pasalnya, pemberian telah melewati rangkaian kajian yang komprehensif.

Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Uni Timor Aswain (UNTAS), Florencio Mario Vieira, dalam pernyataan mengapresiasi bintang jasa dari negara untuk Eurico Guterres.

Mario juga mengucapkan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo yang mewakili negara memberikan tanda kehormatan bintang jasa utama kepada Eurico Guterres mewakili para pejuang integrasi Timor Timur yang masih setia kepada merah putih dan NKRI.

Maria mengatakan, pemberian tanda kehormatan bintang jasa ini sekaligus mengembalikan harkat dan martabat para pejuang Timor Timur atas pilihan dan kesetiaannya terhadap NKRI.

Dia menegaskan, pemberian tanda kehormatan bintang jasa utama tersebut tentu tidak merta datang, tetapi berdasarkan kajian oleh sebuah dewan mengacu pada UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan yang dipimpin oleh Menko Polhukam RI, Prof. Dr. Mahfud MD.

Atas berbagai kajian termaksuk aspek hukumnya, Eurico Guterres bebas dari segala tuduhan atas dugaan pelanggaran HAM di Timor Timur melalui peninjauan kembali (PK) dan mempunyai keputusan hukum tetap.

DPP UNTAS juga menanggapi pernyataan Koalisi NGO di Timor Leste terkait dengan pemberian bintang jasa tersebut yang dinilai telah mendegradasi jasa dan kehormatan yang diterima mantan Presiden Habibie dan Gus Dur, terbantahkan.

Bintang Adipurna diberikan kepada mantan Presiden Gus Dur dan Bintang Adipradana kepada mantan Presiden Habibie merupakan tanda kehormatan tertinggi sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang gelar, jasa dan tanda kehormatan.

Menurut UNTAS, setiap warga mempunyai kedaulatan untuk menilai dan memberi tanda kehormatan kepada warga negaranya yang berjasa dalam bidang atau peristiwa tertentu yang bermanfaat bagi keselamatan, kesejahteraan dan kebesaran bangsa dan negara, pengabdian dan pengorbannnya.

Profil Eurico Guterres

Eurico Guterres yang bernama lengkap Eurico Barros Guterres lahir di Waitame, Timor-Timur (Sekarang Timor Leste) pada 4 Juli 1969.

Dahulu, dia merupakan pendukung Timor-Timur merdeka. Namun akhirnya Eurico dikenal sebagai Wakil Panglima Milisi Pro Indonesia di Timor Leste dan Anggota DPRD Timor Timur Fraksi Golkar pada 1999-2004.

Eurico yang dibesarkan oleh seorang warga sipil Indonesia ini putus sekolah pada tingkat SMA.

Dia lalu terlibat dalam kegiatan gangster kecil-kecilan di Dili. Dari kegiatannya itu, intel militer Indonesia pernah menahannya dengan tuduhan dia terlibat dalam komplotan untuk membunuh Presiden kedua RI Soeharto yang saat itu akan berkunjung ke Dili pada 1988.

Informasi menyebutkan, pada saat itu Guterres berubah dari seorang yang pro-kemerdekaan Timor-Timur menjadi pro-Indonesia.

Kemudian dia bekerja sebagai seorang informan untuk Kopassus sekaligus menjadi agen ganda terhadap gerakan kemerdekaan.

Akibatnya, Eurico dipecat dari tugasnya pada 1990. Namun, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang saat itu menjadi seorang perwira anti-pemberontakan, menaruh perhatian khusus terhadap kemampuan Eurico.

Pada 1994 dia merekrutnya menjadi bagian dari Gardapaksi, yang merupakan organisasi yang memberikan pinjaman dengan bunga rendah untuk memulai usaha kecil. Akan tetapi anggota Gardapaksi juga diminta menjadi informan dalam satuan pro militer.

Gubernur Timor Timur saat itu, Abilio Soares mendukung adanya Gardapaksi.

Namun, organisasi itu kemudian mempunyai catatan panjang dalam pelanggaran hak-hak asasi manusia di Timor Timur.

Informasi lain mencatat Eurico kemudian dituduh terlibat dalam sejumlah pembantaian di Timor Timur dan merupakan pemimpin milisi utama pada pembantaian pasca-referendum provinsi terebut.

Dia pun menjadi tertuduh utama dalam pembantaian di Gereja Liquica pada 1999 lalu.

Eurico kemudian dinyatakan bersalah dan dijatuhkan hukuman 10 tahun penjara pada 2002.

Putusan ini kemudian dikuatkan hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung.

Namun, dia baru mulai dipenjarakan pada tahun 2006 setelah gagal dalam upaya banding yang diajukan.

Pada April 2008, Eurico mengajukan peninjauan kembali dan dibebaskan dari segala tuduhan melalui keputusan Mahkamah Agung.

Saat ini Eurico menjabat sebagai Ketua Umum Uni Timor Aswa'in (UNTAS) dan Forum Komunikasi Pejuang Timor Timur (FKPTT).

Selain itu, sebelumnya dia pun dikenal sebagai politisi yang beberapa kali berpindah partai, antara lain Partai Golkar, PDIP, PAN, Perindo dan Gerindra.

Eurico juga sempat menerima penghargaan medali dan piagam Patriot Bela Negara dari Menhan Prabowo pada 15 Desember 2020.*

Laporan reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved