Dunadi Spesialis Pembuat Patung Tokoh Nasional: Angka-angka 'Keramat' di Balik Patung Bung Karno

Dunadi Spesialis Pembuat Patung Tokoh Nasional: Angka-angka 'Keramat' di Balik Patung Bung Karno

Editor: Kanis Jehola
KOMPAS.com/NAZAR NURDIN
Monumen Ir Soekarno diresmikan di Taman Kalibanteng, Semarang, Rabu (6/6/2018). 

Dunadi Spesialis Pembuat Patung Tokoh Nasional: Angka-angka 'Keramat' di Balik Patung Bung Karno

POS-KUPANG.COM - DUNADI (60), menceritakan proses di balik pembuatan patung Bung Karno. Sejak tahun 80an, ia telah membuat 15 patung pendiri bangsa ini. Dunadi telah meminati dunia seni sejak kecil. Bahkan bakatnya itu mulai terlihat ketika beranjak Sekolah Dasar (SD). Ia memenangi juara pertama lomba lukis se-Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Mulai menggeluti dunia seni patung sejak Sekolah Menengah Atas (SMA). "Patung itu banyak tantangannya. Itu yang membuat saya tertarik," ujar Dunadi kepada Tribun Network, Kamis (21/5) malam.

Dunadi merupakan lulusan Akademi Seni Rupa Yogyakarta. Ia mengagumi sosok Edhi Sunarso, seorang maestro pematung Indonesia dan Saptoto. Edhi dikenal sebagai pembuat Monumen Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Sedangkan Saptoto adalah seniman di Balik Monumen Serangan Umum 1 Maret. Hingga kini, Dunadi sudah membuat sekira 60 monumen.

Baca juga: Sudah Bisakah Hotline 110 di Lembata

Baca juga: Cantik Tapi Masih Sendiri, Natasya Wilona Punya Kriteria Calon Pendampingnya, Apakah Anda Termasuk?

Dunadi telah membuat sekira 15 monumen. Sebelum membuat monumen Bung Karno, kata dia, sempat mengalami hal-hal gaib. "Ada dari segi mimpi, dari segi lainnya, tapi saya abaikan," tutur Dunadi. Berikut wawancara khusus Tribun Network dengan Dunadi:

Bagaimana awal mula ketertarikan menggeluti seni patung?

Sejak SD saya sering ikut lomba melukis. Waktu itu dapat pemenang pertama melukis se-Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Di SMP juga demikian. Saya masuk SMA diarahkan ke seni patung.

Berbicara masalah bentuk, dimensi, volume, dan lain-lain. Memang di patung itu tidak ada daya tariknya karena berbicara volume, kalau di lukis bicara masalah warna. Kalau patung banyak tantangan. Di situ lah ketertarikan saya.

Ternyata di patung kan' tidak hanya bikin orang saja, tapi bisa binatang, mengolah suatu bentuk. Yang lebih asik lagi, dasar itu memang realis. Saya tertariknya belajar anatomi, ekspresi, gerak-gerak dinamis, di situ banyak tantangan. Di situlah daya tarik yang saya tekuni.

Baca juga: Ubah Sikap Kerja

Baca juga: Renungan Harian Katolik, Senin 24 Mei 2021: Pesta Santa Perawan Maria Bunda Gereja: INILAH IBUMU

Di dunia patung memang tidak seperti di dunia lukis. Tahun 1982 saya perdalam di Akademi Seni Rupa Jogja. Saya masuk ke akademi 1982. Saya berlanjut ke Akademi Seni Patung. Sekarang di ISI Yogyakarta. Di situ saya memperdalam dunia patung.

Ternyata tantangannya banyak, kemudian persaingannya tidak banyak. Karena jarang ya waktu itu. Waktu itu yang saya kagumi Pak Edhi Sunarso, Pak Saptoto. Di situ saya sudah terkecimpung di dunia seni patung. Saya mengikuti proyek-proyek.

Proyek pemerintah, proyek bandara, di situlah tantangan-tantangan itu. Setelah itu baru saya berdikari sendiri untuk mendirikan Studio Satiaji. Karena patung tidak harus individu, harus kolaborasi, bagaimana menciptakan seni patung itu kita harus bikin tim.

Kita ide-ide, karena patung itu ada proses perencanaan, maket, baru visualisasi ke skala yang kita inginkan. Dunia patung memang sangat luar biasa. Di dunia seni patung itu marketnya sangat luar biasa.

Makanya kita menciptakan lapangan kerja, anak-anak SMA saya beri pelajaran cetak-mencetak, memproduksi patung kecil-kecil.

Halaman
123
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved